Pemuda Jawa Timur Ini Bersedia Menikahi Putri Juliana Asal Diberi Mas Kawin Kemerdekaan Indonesia
Namanya Sumiar. Dari Jawa Timur. Tidak suka politik, tetapi tergerak untuk ikut memikirkan kemerdekaan Indonesia dengan caranya sendiri.
Tabrani menggambarkan Sumiar sebagai pemuda yang periang. Selama di Belanda, Sumiar menghabiskan waktu untuk berdansa-dansi daripada sibuk belajar.
Mahasiswa Indonesia di Belanda memang tidak semuanya berpolitik. Orang-orang seperti Sumiar juga banyak. Notosuroto, bangsawan dari Solo yang mendirikan Indische Vereeniging, suka menyukai pesta-pesta.
Oohya! Baca juga ya: Asal Mula Orang-Orang Cina Bisa Menjadi Pedagang di Indonesia dan Menguasai Perekonomian
Ia bahkan menentang Indonesia pisah dari Belanda dan mendukung Indonesia sebagai bagian dari Belanda. Karenanya ia pun terdepak dari organisasi yang ia dirikan.
Mahasiswa yang memilih jalur pergerakan, kemudian memiliki pengaruh kuat di Indonesia. Indische Vereeniging yang pada 1922 berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging menjadi patron bagi pergerakan di Indonesia.
Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) memilih jalur non-kooperasi. Mengganti nama Perhimpiuan Hindia menjadi Perhimpunan Indonesia, adalah salah atu bentuk perlawanan yang ditunjukkan.
Oohya! Baca juga ya: Banteng Terluka akan Ngamuk Kata Ganjar, tapi Tangan Kosong Ki Ageng Selo Bikin Banteng Mati tak Sempat Ngamuk
Mahasiswa Indonesia di Belanda mengenal nama Indonesia pada 1917 dari ceramah Prof Vollenhoven. Nama ini secara politis memiliki makna perlawanan, sehingga dipakai untuk mengganti nama Hindia oleh para mahasiswa di Belanda itu.
Ketika nama ini semakin meluas dipakai di Indonesia, Belanda menafsirkan ada semangat orang-orang Indonesia yang ingin memisahkan diri dari Belanda. M Tabrani pun kemudian juga memilih nama Indonesia untuk nama bahasa persatuan yang ia cetuskan pada awal 1926.
Ketika Tabrani kuliah di Eropa sejak 1927, ia mengikuti kegiatan-kegiatan Perhimpunan Indonesia meski ia tidak menjadi anggotanya. Ketika empat mahasiswa Indoneaia ditangkap Belanda, ia sudah di Belanda.
Oohya! Baca juga ya: Anies Baswedan Kunjungi Museum Hatta di Bukit Tinggi, Komunitas Jejak Republik Punya Cerita
Saat itu, Moh Hatta, Ali Sastroamijoyo, Nazir Pamuncak, dan Abdul Majid ditangkap Belanda. Louis Constant Westenenk, penasihat di Kementerian Tanah Jajahan, menganggap empat mahasiswa Indonesia ini melakukan tindakan jahat.
Tabrani menilai, Westenenk masih berpikiran sebagai pejabat di Hindia-Belanda. Westenenk pernah menjadi gubernur Pesisir Timur Sumatra.
Ia menganggap Hatta dkk sebagai inlander yang harus segera ditangkap agar tidak melarikan diri. Padahal selama di Belanda, orang-orang Indonesia bukan inlander, melainkan warga negara Belanda.
Setelah Hatta dan kawan-kawan dibebaskan oleh pengadilan karena tidak terbukti bersalah, Westenenk dipecat dari posisinya di Kementerian Tanah Jajahan.
Penahanan Hatta dan kawan-kawan itu membangkitkan solidaritas. Sumiar yang tadinya tidak pernah ikut rapat-rapat politik, akhirnya tergoda untuk ikut juga.
Bukan sekadar rapat terbuka, tetapi rapat rahasia. Bahkan Sumiar juga mengajak teman-temannya yang apolitis.
Oohya! Baca juga ya: Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud Dilempari Telur Busuk ketika Pencetus Bahasa Indonesia Ini Masuk Kelas
Karena rapat rahasia maka tidka ada catatan daftar hadir. Rapat kali ini lain. Sumiar dan teman-temannya membuat ruangan menjadi harum berkat aroma parfum yang mereka kenakan. Aroma itu menjadi aroma Cinta Tanah Air, kata Tabrani yang juga ikut rapat.
Setelah satu per satu berbicara, Sumiar pun ikut bersuara. “Kawan-kawan,” kata Sumiar menyapa peserta rapat.
Ia lalu mengutarakan pendapatnya mengenai pencapaian kemerdekaan Indonesia. Dengan usahanya, ia mengaku mampu mendapatkannya.
Oohya! Baca juga ya: Pembangunan Rel di Grobogan untuk Mengangkut Kayu Jati pada 1901, Pemborongnya Ternyata Juga Orang Cina
“Saya memiliki senjata ampuh warisan nenek moyang kita. Saya persilakan saudara-saudara menyoroti diri saya, dari kaki sampai kepala. Dengan segala kerendahan hati saya bertanya: apakah saya ini tidak ganteng? Lagipula masih muda,” kata Sumiar memperkenalkan dirinya, meski para peserta rapat sudah mengenalnya sebagai pemuda ganteng yang sering berdansa dengan noni-noni Belanda.
“Gadis-gadis Belanda tahu betul siapa saya. Nah seperti diketahui, Ratu Wilhelmina mempunyai puri mahkota yang dewasa, yaitu Putri Juliana,” lanjut Sumiar.
Para peserta rapat menyimak omongannya. Ia lalu melanjutkan pembahasanya mengenai Putri Juliana.
Oohya! Baca juga ya: Usai Kelaparan di Grobogan, Para Kepala Desa Cari Untung dari Pengambilan Kayu Jati Mati dan Tumbang di Hutan
“Soalnya, bagaimana usaha kita supaya ia cinta pada saya sampai kesengsem. Saya bersedia mengawininya asal pakai hadiah kawin berupa kemerdekaan Indonesia. Itulah pengorbanan saya untuk mencapai Indonesia merdeka. Terima kasih,” kata Sumiar.
Usai Sumiar berbicara, mahasiswa hukum dari Ambon mendukung Sumiar. “Saya puji keikhlasan berkorban SUmiar,” kata mahasiswi itu.
Lalu ia menyebut, Sumiar sudah memiliki pacar yang cantik dan kaya. Namun, bersedia berkorban meninggalkannya demi usaha menikahi Putri Juliana.
“Tentang usaha, supaya Putri Juliana jatuh cinta pada Sumiar, pasrahkan pada saya. Di daerah saya, soal gituan perkara gampang. Pendeknya, tahu beresnya,” kata mahasiswi itu.
Memang di kemudian hari Indonesia merdeka bukan karena Sumiar berhasil menikahi Putri Juliana. Tapi, kata Tabrani, cara Sumiar dan para mahasiswa Indoensia yang apolitis itu mendukung kemerdekaan Indonesia memberi warna sendiri dalam pergerakan kemerdekaan.
Oohya! Baca juga ya: Asal Usul Bangsawan Banjar yang Berani Melawan Belanda, Lambung Mangkurat yang Memintanya ke Raja Majapahit
“Yang menyebabkan Sumiar bangun dari tidurnya justru pukulan Westernenk terhadap Perhimpunan Indonesia. Andaikata Perhimpunan Indonesia tidak diapa-apakan, Sumiar belum tentu mempunyai pikiran seperti yang diutarakan dalam rapatrahasia itu,”’ kata Tabrani.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Anak Akal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)
- Di Negeri Penjajah karya Harry A Poeze (2008)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]