Lincak

Asal Mula Orang-Orang Cina Bisa Menjadi Pedagang di Indonesia dan Menguasai Perekonomian

Kesultanan Banten dulu mengislamkan orang-orang Cina yang mengungsi ke Banten. Orang-orang Cina pendukung Dinasti Ming itu menghidupkan perdagangan di Banten.

Pada 1520, kapal-kapal pedagang dari Cina sudah hilir mudik di pelabuhan-pelabuhan Pulau Jawa. Sejak Dinasti Ming runtuh, arus orang Cina ke Indonesia semakin banyak.

Mereka adalah pendukung Dinasti Ming yang tidak suka dengan Dinasti Qing yang naik tahta. Ada yang ke Aceh, ke Banten, ada pula yang ke Batavia.

Oohya! Baca juga ya:

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Banteng Terluka akan Ngamuk Kata Ganjar, tapi Tangan Kosong Ki Ageng Selo Bikin Banteng Mati tak Sempat Ngamuk

Mereka memiliki pengaruh luas di sektor ekonomi. Segala bidang usaha mereka kerjakan: perkebunan, pertanian, kerajinan tangan, pembuatan garam dan gula, pembuatan batu bata, menjadi pedagang keliling, penjaga toko, dan sebagainya.

Mereka juga menjual lada dan gula keluar Indonesia. Peran orang-orang Cina ini kemudian menggantikan peran orang-orang India Koromandel (Keling).

Oohya! Baca juga ya:

Anies Baswedan Kunjungi Museum Hatta di Bukit Tinggi, Komunitas Jejak Republik Punya Cerita

Orang Cina –setelah masuk Islam— baik itu di Kseultanan Aceh maupun di Kesultanan Banten ada yang diangkat menjadi syahbandar. Syahbandar ini mengutamakan kapal-kapal yang datang dari Cina.

Setiap tahun ada 10-12 kapal yanmg belabuh di Aceh, datang dari Cina dan dari negara lainnya. Kapal bangsa lain selama berlabuh di Aceh selalu diawasi, sehingga kapal-kapal yang bukan dari Cina itu hanya mendapatkan sedikit penjualan. Semua orang pergi ke Pecinan.

Oohya! Baca juga ya:

Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud Dilempari Telur Busuk ketika Pencetus Bahasa Indonesia Ini Masuk Kelas

Kapal-kapal dari Banten, Batavia, Malaka juga sering berlabuh di Aceh. Tentu saja itu juga kapal-kapal orang Cina pendukung Dinasti Ming yang mengungsi ke Banten dan Batavia.

Pada 1614, tercatat ada tiga orang Cina yang masuk Islam di Banten. Pada 1656, Abdul Wakil –Cina Muslim yang diangkat menjadi syahbandar di Banten-- mengirim Cina Muslim bernama Kaytsu ke Batavia.

Tugas Kaytsu adalah merundingkan perdamaian Banten-Batavia. Saat itu, hubungan Banten tidak bagus dengan Batavia. Di Batavia ada pula orang-orang Cina pendukung Dinasti Ming.

Syahbandar adalah jabatan di kesultanan yang diberikan kepada orang-orang Cina oleh Kesultanan Aceh dan Kesultanan Banten. Syaratnya, diduga oleh para peneliti, orang-orang Cina itu harus masuk Islam.

Meski telah masuk Islam, seperti halnya orang-orang Cina di Aceh, orang-orang Cina di Banten juga mendirikan klenteng. Klenteng itu mereka gunakan untuk memuja dewa-dewa mereka.

Oohya! Baca juga ya:

Di Grobogan Ada Program Lapor Pak Bhabin Menjelang Pemilu 2024

Banten yang Islam tidak mau tunduk kepada Belanda yang kafir di Batavia. Hal ini rupanya mengganggu perdagangan orang-orang Cina.

Di kemudian hari, Kaytsu juga diangkat menjadi syahbandar. Ia juga menjadi penasihat pribadi dan teman karib Sultan Ageng. Ia diberi gelar kiai ngabehi.

Oohya! Baca juga ya:

Asal Usul Bangsawan Banjar yang Berani Melawan Belanda, Lambung Mangkurat yang Memintanya ke Raja Majapahit

Perlawanan Banten terhadap Batavia menjadi rusak karena orang-orang Cina menginginkan perdamaian untuk mendukung perdagangan mereka. Tiga tahun berunding, akhirnya ada perdamaian antara Banten dan Batavia.

Pada 1659 Kaytsu menjadi tokoh penting dalam perjanjian perdamaian Banten-Batavia. Dua tahun kemudian, ia membangun markas syahbandar di Banten sebagai tempat menerima tamu-tamu asing.

Oohya! Baca juga ya:

Kapal yang Ditumpangi untuk Naik Haji Mogok, Datu Daha Dibuang ke Laut, Bagaimana Ia Bisa Tiba di Makkah?

Ketika kapal-kapal dari Cina tidak lagi mendarat di Banten, Kiai Ngabehi Kaytsu membeli rancangan kapal Eropa yang kemudian dirakit di Rembang. Ia melibatkan orang Cina, Inggris, dan India untuk menjadi awak kapal-kapalnya.

Lalu, ia terus melobi VOC untuk bisa mendapatkan surat jalan untuk kapal-kapal yang ia atas namakan sebagai milik Sultan Banten. Pada 1663, ia mendapat surat jalan ke Manila. Ia pun mengajukan surat jalan ke Pariaman.

Tahun-tahun berikutnya ia meminta surat jalan untuk pelayaran ke Makau dan Nagasaki. Di Makau dan Nagasaki juga ada orang-orang Cina pendukung Ming.

Untuk kapal-kapal yang lebih kecil, ia meminta surat jalan untuk pelayaran ke berbagai pelabuhan di Indonesia. Meninggal pada 1674, ia dimakamkan dengan upacara yang megah di Masjid Agung.

Posisi Kaytsu sebagai syahbandar pada 1677 digantikan oleh Kiai Ngabehi Cakranagara, orang Cina pendukung Ming yang sudah Muslim. Cakranagara yang memiliki nama Cina Tsanseko semula adalah pande besi.

Oohya! Baca juga ya:

98 Keluarga Warga Lebak Bulus Menikmati IPAL Komunal, Bebas Buang AIr Besar Sembarangan

Pada 1680, jabatan syahbandar Cakranagara dicopot oleh Sultan Haji yang merebut kekuasaan dari ayahnya, Sultan Ageng. Sultan Haji menahan Sultan Ageng, yang kemudian mengirimnya ke Batavia.

Cakranagara pun meninggalkan Sultan Ageng. Ia mengabdi kepada VOC dan ditunjuk sebagai syahbandar di Cirebon yang baru dikuasai Belanda.

Oohya! Baca juga ya:

Pembangunan Rel di Grobogan untuk Mengangkut Kayu Jati pada 1901, Pemborongnya Ternyata Juga Orang Cina

Maka, tak heran jika di kemudian hari, orang-orang Cina mendapat tempat di hati pejabat-pejabat kolonial Belanda. Proyek-proyek yang tidak perlu dikerjakan oleh pemerintah kolonial diserahkan kepada orang-orang Cina.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Loyalis Dinasti Ming di Asia Tenggara karya Claudine Salmon (2020)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Berapa Sekedup Unta yang Bawa Jamaah Haji Indonesia ke Makkah?

Image

Kenapa Baju Calhaj Indonesia Kudu Diasapi di Pulau Kamaran, Yaman?

Image

Banyak Warman Jadi Raja di Indonesia Dulu, Siapa Mereka?