Lincak

Asal Usul Bangsawan Banjar yang Berani Melawan Belanda, Lambung Mangkurat yang Memintanya ke Raja Majapahit

Situs Candi Agung yang dibangun Ampu Jatmika di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Asal usul bangsawan Banjar dari Kerajaan Nagara Dipa atau Nagara Daha. Lambung Mangkurat, anak Ampu Jatmika, bertugas meminta bangsawan yang akan menjadi raja Nagara Dipa ke Raja Majapahit.

Kerajaan ini didirikan orang-orang Kediri pada abad ke-12 yang dipimpin oleh Ampu Jatmika atau Ampu Jatmaka. Namun, karena Ampu Jatmika bukan keturunan bangsawan, ia tidak berani menetapkan dirinya sebagai raja.

Baginya, kedudukan raja tetap jatah kasta ksatria/bangsawan, sementara dirinya hanyalah dari golongan waisya/pedagang. Ia pun memerintahkan anak buahnya membuat patung sepasang (laki-perempuan) dari kayu cendana yang kemudian ditempatkan di candi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Lambung Mangkurat Menyembah Anak Raja Majapahit Setelah Kapal yang Ditumpangi Mogok di Laut Jawa, Ada Apa?

Candi itu telah dibangun sebelumnya, disebut Candi AGung, setelah Ampu Jatmika tiba di Kalimantan. Segala batu yang dibawa dari Kediri dipakai untuk membangun candi.

Patung kayu cendana itu diposisikan sebagai wakil dewa. Patung itu dianggap sebagai penguasa sesungguhnya Kerajaan Nagara Dipa.

Karena patung dari kayu cendana lama-lama akan rusak, Ampu Jatmika lalu memerintahkan pembuatan patung dari gangsa (logam perunggu). Untuk pekerjaan membuat patung dari gangsa, Ampu Jatmika meminta bantuan orang dari negeri Cina.

Oohya! Baca juga ya: Kapal yang Ditumpangi untuk Naik Haji Mogok, Datu Daha Dibuang ke Laut, Bagaimana Ia Bisa Tiba di Makkah?

Ampu Jamika pun melarang dua anaknya, Ampu Mandastana dan Lambung Mangkurat, menjadi raja. Sebab, jika mereka menjadi raja, mereka akan binasa, karena tidak memiliki darah keturunan dewa.

Kepada kedua anaknya, Ampu Jatmika berpesan, jika ia meninggal dunia, patung di Candi Agung agar dibuang. Ia juga memerintahkan kedua anaknya bertapa untuk mencari raja.

Pendek cerita, hasil bertapa menemukan Putri Junjung Buih, anak dari Dewa Air, yang akan bersuamikan dengan Raden Putra, anak Raja Majapahit dari Dewa Matahari. Cocok sudah, mereka memiliki darah keturunan dewa, sehingga layak memimpin Kerajaan Nagara Dipa.

Oohya! Baca juga ya: Tujuh Pemuda Grobogan Dibuang ke Boven Digoel Ketika Para Pemuda di Batavia Sedang Menyiapkan Kongres Pemuda

“Keturunan mereka pula yang menjadi raja-raja Nagara Daha dan Kerajaan Banjar yang merupakan kerajaan-kerajaan lanjutan dari Nagara Dipa,” tulis Noorpikriadi.

Berarti sejak saat itu, lanjut Noorpikriadi, kedudukan sepasang patung di Candi Agung telah digantikan oleh kaum bangsawan. Putri Junjung Buih dan Raden Putra menjadi wakil dewa di dunia untuk melegitimasi kekuasaan pada masyarakat pra-Banjar.

Raden Putra yang kemudian dikenal sebagai Suryanata, memimpin kerajaan yang ekonominya bertopang pada pertanian dan perdagangan maritim. Pusat perdagangannya ada di Muara Bahan.

Dalam perkembangannya, Bandar Masih yang berlokasi di hilir menyaingi Muara Bahan. Patih Masih, penguasa Bandar Masih, pun memindahkan para pedagang dengan segala fasilitasnya dari Muara Bahan ke Bandar Masih.

Lahirlah kemudian Kerajaan Bandar Masih atau Banjarmasin. Kerajaan ini memiliki wilayah bernama Banua Lima, dengan tanah yang subur dan masyarakat yang religius.

Banua Lima dipimpin oleh Adipati Danureja. Ayahnya adalah orang yang berjasa pada kerajaan, sehingga diberi jabatan sebagai pembakal.

Oohya! Baca juga ya: Ons Wapen, Senjata Tabrani yang Membuat Geger Hindia-Belanda pada 1930

Namun, masyarakat tidak menyukai kepemimpinan Adipati Danureja. Ia dianggap bertindak bertindak sewenang-sewenang.

Danureja mengambil tanah penduduk dengan semena-mena. Ia menetapkan pajak tinggi. Ia juga menyewa orang-orang untuk melakukan tindak kriminal terhadap penduduk.

Maka, muncullah Jalil dan kelompoknya untuk melawan kesewenang-wenangan itu. Pada Juli 1858, kelompok Jalil melakukan kerusuhan di Banua Lima setelah menolak membayar pajak.

Oohya! Baca juga ya: Tabrani: Orang yang tidak Bisa Mendapatkan Pekerjaan di Mana pun Mencoba Peruntungan di Bidang Jurnalistik

Sebanyak 2.000 prajurit akan diturunkan untuk memadamkan pemberontakan Jalil. Namun, Residen Banjarmasin menolak rencana Danureja ini.

Adalah tugas belanda untuk menumpas pemberontakan di wilayah Kerajaan Banjar. Wilayah Banjar merupaan wilayah Belanda berdasarkan kontrak pada 1828.

Belanda pun memerintahkan Pangeran Aminullah untuk menangkap Jalil, tetapi Pangeran Aminullah mengabaikannya. Tanpa sepengetahuan Belanda, Pangeran Aminullah-lah yang merencanakan berbagai aksi pemberontakan yang dilakukan Jalil. Pangeran Aminullah bekerja sama dengan pamannya, Pangeran Antasari.

Oohya! Baca juga ya: 98 Keluarga Warga Lebak Bulus Menikmati IPAL Komunal, Bebas Buang AIr Besar Sembarangan

Pada 28 April 1859, Perang Banjar pun pecah. Melibatkan kaum bangsawan Banjar dan masyarakat biasa.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Hikajat Bandjar, A Study in Malay Historiography karya JJ Ras (1968)
- Tumengung Jalil, Studi Kasus tentang Politik Pada Masyarakat Tradisional Banjar karya Noorpikriadi (2005)