Pitan

Lambung Mangkurat Menyembah Anak Raja Majapahit Setelah Kapal yang Ditumpangi Mogok di Laut Jawa, Ada Apa?

Lokasi pertemuan tiga sungai di Desa Sungai Mandala, Daha Utara, Kalimantan Selatan. Pertemuan itu menciptakan pusaran air yang menjadi tempat tinggal Putri Junjung Buih.

Saat berkunjung ke Majapahit, Patih Kerajaan Nagara Dipa Lam bung Mangkurat, tidak bersedia menyembah Raja Majapahit. Alasannya, kemampuan Raja Majapahit dia anggap jauh di bawah kemampuannya.

Lambung Mangkurat pergi ke Majapahit untuk meminta anak Raja Majapahit yang akan dia jodohkan kepada Putri Junjung Buih, anak Raja Negara Dipa yang belum juga menikah. Ia pernah bermimpi Putri Junjung Buih hanya akan bersuami dengan anak Raja Majapahit.

Anak Raja Majapahit itu bernama Raden Putra. Saat Raja Majapahit melepas anaknya untuk dibawa ke Negara Dipa di Pulau Kalimantan, Patih Majapahit Gajah Mada ikut melepasnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Tujuh Pemuda Grobogan Dibuang ke Boven Digoel Ketika Para Pemuda di Batavia Sedang Menyiapkan Kongres Pemuda

Raden Putra dan Putri Junjung Buih sama-sama anak yang lahir tidak dari istri raja. Raja Majapahit dan Raja Negara Dipa sama-sama mendapatkan anak setelah mereka bertapa.

Raden Putra didapat oleh Raja Majapahit saat ia bertapa di gunung. Dewa Matahari menurunkan bayi ke pangkuannya.

Putri Junjung didapat oleh Raja Nagara Dipa saat ia bertapa di sungai. Dewa Air memperlihatkan bayi di atas buih air sungai, lalu ia memungutnya.

Oohya! Baca juga ya:

Ons Wapen, Senjata Tabrani yang Membuat Geger Hindia-Belanda pada 1930

Namun saat hendak dibawa ke keraton, bayi itu menolak jika tidak dibawakan selimut yang dibuat dalam waktu setengah hari. Ia juga menolak jika tidak dijemput oleh 40 dayang.

Untuk merelakan Raden Putra dibawa ke Kalimantan oleh Patih Kambung Mangkurat, Raja Majapahit perlu berpikir. Sampai seminggu lamanya.

Sebab, ia begitu saying kepada Raden Putra yang telah didamba kehadirannya dalam waktu yang lama. Begitu ia bertapa di puncak gunung, Dewa Matahari bermurah hati menurunkan anak untuknya.

Setelah menerima Raden Putra, Lambung Mangkurat beserta tombongan segera beranjak pulang. Namun baru empat hari kapal di laut, kapal berhenti tanpa diketahui penyebabnya.

 

Ketika para awak kapal mendayungnya, kapal sama sekali tidak bergerak. Ketika layar didorong angin dan badan kapal didorong ombak laut, kapal juga sama sekali tidak bergerak.

Awak kapal masuk ke laut untuk memeriksa, tak ada tanda-tanda yang menyebabkan kapal mogok. Ternyata hanya Raden Putra yang bis amenemukan penyebabnya.

Ia melihat ada sepasang naga yang membelit haluan dan buritan kapal. Dua naga itu sengaja melakukannya, karena mereka ingin bertemu dengan Raden Putra yang akan dijodohkan kepada Putri Junjung Buih.

Oohya! Baca juga ya:

Bulan Oktober, Ingat Sumpah Pemuda Ingat Pula Tabrani yang Juga Mengelola Sekolah Kita dan MULO di Madura

Dua naga itu adalah dayang Putri Junjung Buih yang tinggal di laut. Maka, Raden Putra pun terjun ke laut menemui mereka. Bebincang dengan mereka, lalu meminta mereka melepaskan belitan.

Setelah dua naga itu melepaskan belitan, kapal bisa melaju lagi. Di atas kapal, Raden Putra dikagumi oleh Lambung Mangkurat.

Lambung Mangkurat ingin tahu penyebab kapal mogok. Ia ingin tahu juga yang dilakukan oleh Raden Putra sehingga kapal bisa berjalan lagi.

Oohya! Baca juga ya:

Capres Anies-Ganjar Saling Cuit Gunakan Boso Walikan, di Masa Penjajahan Belanda Penggunanya Ditangkap Polisi

Raden Putra menceritakan yang sebenarnya. Seketika, Lambung Mangkurat pun melakukan sembah sujud kepada Raden Putra.

Ia merasa perlu melakukan hal itu, karena ia anggap ilmu Raden Putra jauh melebih ilmu yang ia miliki. Ia tidak bisa melihat sepasang naga yang membelit kapal, sementara Raden Putra bisa.

Oleh karena itu, ia merasa tak perlu menunggu Raden Putra naik tahta terlebih dulu untuk menyembahnya. Keberanian Raden Putra melampaui keberanian dirinya. Kemuliaan Raden Putra jauh melampaui kemuliaan dirinya.

“Asal bangsanya lebih dari asal bangsanya raja Majapahit. “Martabatnya labih daripada martabat raja Majapahit,” kata Lambung Mangkurat mengenai Raden Putra.

 

Setelah Raden Putra menikahi Putri Junjung Buih, ia dinobatkan menjadi raja Nagara Dipa. Ia kemudian dikenal sebagai Sultan Suryanata.

“Namaku yang sungguhnya adalah Suryanata. Artinya nama itu aku raja matahari,” kata Raden Putra. Raja yang menguasai segala yang di darat, segala yang di air.

Oohya! Baca juga ya:

Tabrani: Orang yang tidak Bisa Mendapatkan Pekerjaan di Mana pun Mencoba Peruntungan di Bidang Jurnalistik

 

Wilayah tiga kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan saat ini, yaitu Daha Utara, Daha Barat, dan Daha Selatan adalah bekas wilayah Nagara Dipa. Di sana ada Sungai Mandala, yang terletak di Desa Sungai Mandala, Kecamatan Daha Utara, Kalimantan Selatan.

Sungai ini memiliki pusaran air yang menjadi pertemuan arus dari tiga sungai. Di dalam pusaran arus itulah, seperti yang dipecraya oleh masyarakat, tinggal Putri Junjung Buih.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Hikajat Bandjar, a Study in Malay Historiography karya JJ Ras (1968)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]