Pitan

Bulan Oktober, Ingat Sumpah Pemuda Ingat Pula Tabrani yang Juga Mengelola Sekolah Kita dan MULO di Madura

Tabrani , pencetus bahasa Indonesia. Ia mengelola sekolah murah di Madura, Sekolah Kita dan Neutrale MULO. Terlihat di foto dari kiri ke kanan: Tabrani, Stien Adam, Bahder Djohan.

Oktober bukan hanya Bulan Bahasa dan Sastra dan Sumpah Pemuda. Tapi, juga bulannya M Tabrani. Pencetus bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan itu lahir pada bulan Oktober.

Tabrani lahir di Pamekasan pada 10 Oktober 1904. Karena di Pamekasan belum ada sekolah menengah, ia ke Surabaya untuk masuk Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

MULO adalah “pendidikan dasar yang diperluas”. Sekarang disebutnya sebagai sekolah menengah pertama yang masuk program pendidikan dasar sembilan tahun.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Bupati Grobogan Menyusun Kekuatan Setelah Raja Mataram yang Masih Muda Berpihak ke Belanda

Maka, Tabrani pun di kemudian hari pulang ke Pamekasan mendirikan Neutrale MULO. Dengan demikian, anak-anak Madura tidak perlu ke Surabaya lagi untuk bisa melanjutkan sekolah setelah lulus Hollandsch-Inlandsche School (HIS).

Di Kongres Desentralisasi di Bandung pada tahun 1935 Tabrani menyebut, pendidikan penting bagi masyarakat. Karena lewat pendidikanlah masyarakat bisa mengembangkan diri.

Oleh karena itu, menjadi tugas negara untuk menyediakan anggaran yang cukup untuk pengadaan sekolah dan biaya pendidikan. Bahkan, kata Tabrani, jika perlu pemerintah harus menggratiskan biaya sekolah.

Oohya! Baca juga ya: Asal Mula Sebutan Sumpah Pemuda Menggantikan Putusan Kongres Pemuda-Pemudi Indonesia

Tabrani kesal dengan dipangkasnya anggaran pendidikan pada dekade1930-an. Pemangkasan anggaran itu dilakukan akibat pengaruh krisis ekonomi di Amerika.

Setelah anggaran pendidikan dipangkas, maka pendirian sekolah oleh pemerintah pun terhenti. Maka, swasta pun mengupayakan pendirian sekolah, tapi dianggap liar.

Anggaran pendidikan dipangkas, tetapi pejabat Eropa masih bisa menikmati hak cuti ke luar negeri. Tabrani pun memprotes hak cuti luar negeri ini.

Oohya! Baca juga ya: Kesal karena 10 Tahun Sumpah Pemuda dan Bahasa Indonesia Diabaikan, Adik Tabrani Adakan Lagi Konggres Pemuda

Tabrani menginginkan anggaran tunjangan dan uang saku cuti luar negeri itu dialihkan untuk dana pendidikan. Dari tahun 1936 hingga tahun 1939 ada 19.953 sekolah bersubsidi.

Dari jumlah itu, sebanyak 19.962 merupakan sekolah rakyat dan 200 Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Jumlah murid mencapai 1.892.397.

Sementara, jumlah penduduk pribumi mencapai 65 juta jiwa. Kira-kira sekitar 19 juta merupakan anak usia 5-13 tahun. Artinya, hanya 10 persen anak masuk sekolah.

Dengan kondisi ini, Douwes Dekker pun memuji keberadaan sekolah liar. Sekolah yang dikelola pribumi ini membantu kekurangan sekolah yang seharusnya diadakan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya pemerintah kolonial tidak menghalangi kemunculan sekolah-sekolah liar ini. Sebutan sekolah liar ini dinyatakan oleh pemerintah.

Direktur Pengajaran BJO Schrieke menganggap sekolah-sekolah swasta yang kebanyakan diusahakan pribumi itu sebagai sekolah liar (wilde scholen). Bahkan di kalangan orang Belanda di Volksraad, pendirian sekolah swasta harus dihentikan, kalau perlu sekolahnya dibubarkan.

Oohya! Baca juga ya: Muhaimin Jelaskan Tiga Fungsi Sarung, Mengapa Ia Sabet Anies Baswedan dengan Sarung?

Pemerintah kemudian mengeluarkan onderwijs ordonantie (OO), peraturan pendidikan, tentang sekolah liar. Pemerintah akan mewajibkan izin bagi sekolah liar.

Pemerintah juga akan melakukan pengawasan. Pendidikan sekolah liar dianggap jauh di bawah standar sekolah yang dikelola pemerintah.

Penentangan dari berbagai kalangan di berbagai daerah pun pun muncul sehingga pelaksanaan aturan baru itu ditangguhkan selama setahun. Tabrani pun dalam barisan sebagai penentang kebijakan pendidikan yang merugikan anak-anak Indonesia itu.

Oohya! Baca juga ya: Keasyikan Naik Gunung Sejak Pandemi, TBC Sembuh, Lalu Mengapa Akhirnya Kecanduan Berfoto di Patok Puncak?

Lewat Partai Ra’jat Indonesia, Tabrani menentang peraturan ini. Pada Januari 1933 di Tanah Abang, Partai Ra’jat Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri 400 orang, menampilkan Tabrani membahas peraturan sekolah liar.

Di Pamekasan, Tabrani tidak hanya mengelola Neutrale MULO. Ia juga mengelola Sekolah Kita bersama istrinya, Siti Rahayu.

Meski dianggap sebagai sekolah liar, Sekolah Kita dipuji para orang tua. Alasannya, Sekolah Kita memiliki agenda tahunan mengadakan festival sekolah –hal yang tak ada di sekolah-sekolah Eropa.

Oohya! Baca juga ya: Para Pemuda Ribut Setelah Polisi Belanda Lakukan Interupsi di Kongres Pemuda Indonesia Kedua

Ada 1.000 pengunjung yang mendatangi festival sekolah di Sekolah Kita pada tahun 1934. Di festival ini dipamerkan hasil kerajinan siswa yang dijual dan pentas seni yang melibatkan guru dan siswa.

Pada festival tahun 1934 itu, Tabrani bercerita mengenai perjalanan Sekolah Kita. Pada awalnya hanya menggunakan bangku bambu, lalu bangku kayu jati muda, hingga kemudian bangku jati yang berkualitas.

Pelajaran di Sekolah Kita sama dengan pelajaran di HIS, ditambah dengan bahasa Inggris. Ada pula pelajaran stenografi mulai kelas enam, menyulam untuk siswi mulai kelas tiga.

Masuk Sekolah Kita tidak ada uang masuk. Biaya sekolah pun rendah karena sedang zaman susah.

Untuk Neutrale MULO, Tabrani mengelolanya bersama Soewarso, yang pada 1926 juga menjadi panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Soewarso menjadi ketua, Tabrani menjadi sekretaris, dan Soerowidjojo menjadi bendara.

Untuk operasional sehari-hari, Tabrani menjadi direkturnya. Biaya masuk MULO hanya 5 gulden, dan biaya per siswa per tahun 7,5 gulden, berapa pun pendapatan orang tua.

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Ternyata di Masa Lalu Orang Jawa Juga Makan Papeda dengan Garang Asem

Besaran biaya sekolah itu disebut sebagai “menyenangkan”. Disediakan pondokan, tetapi untuk buku-buku harus beli sendiri.

Ini tentu murah, sebab MULO yang dikelola pemerintah kolonial biayanya variatif tergantung pendapatan orang tua. Rentang biaya sekolahnya 5-22 gulden per tahun.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Darmo Kondo,
12 Juli 1938, 13 Juli 1938
- De Indische Courant,
16 Juli 1934, 4 Juni 1935
- De Koerier,
24 Januari 1933
- Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers,
2 Juli 1932
- Ra’jat,
1 April 1933

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]