Lincak

Para Pemuda Ribut Setelah Polisi Belanda Lakukan Interupsi di Kongres Pemuda Indonesia Kedua

Penampilan WR Supratman membawakan lagu 'Indonesia Raya' menjadi hiburan bagi para peserta Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Dua hari mereka ribut setelah ada interupsi dari polisi.

Dua kali polisi Belanda melakukan interupsi karena peserta Kongres Pemuda Indonesia berbicara soal politik. Interupsi pertama diberikan saat peserta kongres, wakil Dienaren van Indie, mengatakan kemerdekaan Indonesia.

Wakil Dianeran van Indie itu berbicara mengenai organisasinya sebagai organisasi yang sudah kuat. Ia pun mengajak peserta kongres untuk bergabung demi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Adanya interupsi itu membuat Sugondo mengingatkan peserta kongres agar tidak berbicara politik, karena kongres ini bukan pertemuan politik. “Tahu sama tahu saja,” kata Sugondo.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Putra Raja Majapahit Jadi Suami Putri Junjung Buih Setelah Patih Lambung Mangkurat Remehkan Raja Majapahit

Sartono, dari PNI Jakarta, juga perlu mengkritik polisi berkaitan dengan interupsi itu. Ia mengaku belajar hukum enam tahun di Indonesia, tiga tahun di Belanda, tidak melihat ada persoalan politik yang ada di kongres itu.

Sebab itu, kata Sartono, perlu dijelaskan apa yang disebut politik dan apa yang buakn politik. Inoe Maryokoesoemo, dari PNI Bandung, sampai harus meninggalkan podium, berhenti bicara gara-gara isi omongannya disebut sebagai politik.

Setelah Muh Yamin berpidato, menurut Darmo Kondo, Maamoen Rasid memberikan tanggapan. Bintang Timoer menulis nama Rasid sebagai Maamoel Rasjid, wakil dari Jong Islamieten Bond.

Oohya! Baca juga ya: Parada Harahap Turunkan Laporan Kongres Pemuda 29 Paragraf di Bintang Timoer, Omelannya Sepanjang 12 Paragraf

Menurut Bintang Timoer, Rasid berbicara mengeai kejadian di Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 1926. Saat itu, Emma Poeradiredja diusir dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 1926, karena dia anggota Dienaren van Indie.

“Malam itu, meskipun tuan Maamoel berkata sendiri saja, tetapi tertampak udara yang tak nyaman,” tulis Bintang Timoer.

Rasid menyarankan agar kongres ini disatukan saja dengan Dienaren van Indie, sebagai perkumpulan yang sudah kokoh. “Hampir terjadi perselisihan antara tuan Rasid dan tuan Muh Yamin, tetapi akhirnya disetop oleh Voorzitter,” tulis Darmo Kondo.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Cawapres, Usia Gibran Beda 36 Tahun di Bawah Usia Prabowo, Begini Komentar Prabowo

“Tuan Muh Yamin, voorzitter Jong Sumatra, sekretaris kongres, seorang lid Dienaren van Indie, sudah terpaksa menjawab debat dari tuan Maamoel Rasjid, dan Voorzitter sudah berlaku keras patut memperingatkan kepada tuan Maamoel, bahwa perkataannya tentangan Dienaren van Indie sudah di luar garis kongres,” tulis Bintang Timoer.

Kartosoewirjo, wartawan Fadjar Asia, bericara mewakili kelompok Islam. Karena ada yang promosi Dienaren van Indie, ia pun promosi mengenai Islam.

Sugondo terpaksa menghentikan omongan Kartosoewirjo. Alasannya, di kongres ada juga peserta yang beragama Kristen, sehingga tidak layak promisi Islam di kongres.

Kasman Singodimejo dari Jong Islamieten Bond, ketika memberikan tanggapan soal pendidikan. Menurut dia, pendidikan itu harus disandarkan pada keyakinan. “Ia tidak sebut namanya, tetapi maksudnya Islam,” tulis Bintang Timoer.

Di hari kedua, Ahad 28 Oktober 1928, Muh Yamin bermaaf-maafan dengan Rasid. Namun, persoalan kongres belum selesai.

Sugondo yang datang terlambat memberitahukan kabar yang tidak mengenakkan. Polisi mememberikan syarat ketat untuk rencana arak-arakan obor yang akan dilakukan oleh para pandu Ahad sore hingga malam.

Oohya! Baca juga ya: Para Pemuda Mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Wartawan Saling Serang

Ada delapan syarat yang diberikan oleh polisi:

1. Rute arak-arakan ditentukan oleh polisi

2. Pukul 18.15 arak-arakan harus sudah selesai

3. Yang ikut arak-arakan hanya anggota pandu yang ditulis di surat permohonan izin

4. Sehari sebelum arak-arakan, peserta harus menyerahkan alamat dan tanda anggota pandu

5. Selama arak-arakan tidak boleh ada nyanyian dan musik, serta pidato

6. Setiap cabang pandu hanya boleh membawa dua tambur dan dua terompet

7. Boleh membawa bendera (vandel), tetapi harus diperlihatkan terlebih dulu kepada polisi

8. Tidak boleh membawa poster

Oohya! Baca juga ya: Tiga Capres Pernah ke Grobogan, Ada yang tidak Dikenali Wajahnya, Ada yang Didemo, Ada yang Makan Nasi Pagar

Dengan syarat ini, maka para pandu tidak bis amelakukan pawai obor. “Kelihatan dari air muka orang banyak, yang 99 persen ada anak muda-muda kesal dan marah,” tulis Bintang Timoer.

Bintang Timoer menyinggung lembeknya ketua panitia kongres. "Selama kita ada di Betawi, belum pernah kiat melihat peil sesuatu kongres pemuda yang begitu kalutnya,” kata Bintang Timoer.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bintang Timoer, 9-10 Oktober 1928
Darmo Kondo, 30 Oktober 1928, 1 November 1928

 

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com