Lincak

Parada Harahap Turunkan Laporan Kongres Pemuda 29 Paragraf di Bintang Timoer, Omelannya Sepanjang 12 Paragraf

Para pemuda peserta Kongres Pemuda Indonesia Kedua di Stasiun Gambir. Koran 'Bintang Timoer' mencela kongres ini. Dalam laporannya, 12 paragraf berisi omelan untuk pelajar/pemuda.

Bintang Timoer menilai Kongres Pemuda Indonesia Kedua sebagai kongres yang tidak bermutu. Kongres ini disebut lebih rendah dari kongres tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Bintang Timoer, koran yang dipimpin oleh Parada Harahap, ada banyak debat yang tidak berarti. Anak-anak muda usia 18 tahun bicara hal-hal yang belum mereka kuasai permasalahannya.

Hal itu, kata Bintang Timoer, “Boleh membuat tersenyum orang-orang tua, sebab tiada ada sedikit pun pengalamannya tentangan itu, toh ia sudah berlaku sebagai orang yang memberi les kepada orang banyak.”

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Para Pemuda Mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Wartawan Saling Serang

Kongres Pemuda Indonesia Kedua dibuka pada Jumat 27 Oktober 1928 malam. Sugondo Joyopuspito selalu ketua panitia menyampaikan pidato pembukaan sebelum Muh Yamin menyampaikan pidato mengenai “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”.

Karena Ahad tidak terbit, Bintang Timoer menurunkan laporan mengenai kongres itu pada Senin, 29 Oktober 1928. Panjangnya 2,5 kolom halaman, terdiri dari 29 paragraf.

Dari awal tulisan sudah mencela isi kongres, meski diakui sengaja tidak menggunakan pisau ulas yang tajam. Lalu, 12 paragraf terakhir berisi omelan.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Cawapres, Usia Gibran Beda 36 Tahun di Bawah Usia Prabowo, Begini Komentar Prabowo

Omelannya berisi dua hal. Pertama, mengenai seorang pelajar yang mengkritik Bintang Timoer di kongres itu. Kedua, mengenai pelajar yang belum berpengalaman berbicara mengenai hal-hal yang belum mereka kuasai.

Yang mengkritik Bintang Timoer adalah Sigit, mantan ketua Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Dalam laporan Bintang Timoer, Sigit tidak menyebut nama koran yang ia kritik.

Saat itu Sigit membicarakan pendidikan. Menurut dia, pers perlu memberikan pendidikan kepada pembacanya.

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Dukung Pangan Lokal Posko Jenggala Tanam Sagu Setelah Banjir Bandang di Wasior

Namun, ia melihat ada koran di Betawi tidak memberikan pendidikan yang baik untuk pembacanya. Menurut Sigit, koran itu perlu disapu karbol.

Paragraf berikutnya, Bintang Timoer lansgung memberi peringatan kepada Sigit. Bahwa nama Sigit akan dipajang di kantor Bintang Timoer dan ucapannya akan diingat-ingat betul.

Dalam bahasa Megawati, “tak tineni”. Akan diikuti terus setelah ia lulus dan bekerja.

“Kita akan peringati dan lihati, serta ikuti, apa yang tersebut dalam mulutnya ini student, dan kita nanti banding dan peringati apa ia bisa dan ada perbuat di dalam praktik, kalau ia sudah keluar dari kemudaannya yang sekarang,” tulis Bintang Timoer.

Bintang Timoer pun menegaskan memang tidak memuat mengenai pendidikan yang diperlukan anak-anak muda seperti dimaksudkan Sigit. “Karena satu surat kabar yang memuat demikian rupa, tidaklah surat kabar orang-orang yang matang,” lanjut Bintang Timoer.

Kewajiban Bintang Timoer berbeda dengan kewajiban guru anak-anak. Karena itu, Bintang Timoer tidak akan memuat hal-hal yang dimaksudkan untuk mendidik anak-anak muda.

Oohya! Baca juga ya: Tiga Capres Pernah ke Grobogan, Ada yang tidak Dikenali Wajahnya, Ada yang Didemo, Ada yang Makan Nasi Pagar

“Tetapi tiap karangan memang dijaga tetap opvoedend,” kata Bintang Timoer. Opvoedend artinya mendidik.

“Memperlihatkan yang baik, mengabarkan ini dan itu supaya diperhatikan dan diambil contoh oleh orang banyak, itu ada satuhal yang berisi opvoedkundige waarde, wahai tuan student!” tulis Bintang Timoer. Opvoedkundige waarde artinya nilai pendidikan.

Bintang Timoer terus melanjutkan omelannya mengenai gelar kesarjanaan. Selama menjadi pelajar, mereka dianggap belum ketahuan ujungnya.

Oohya! Baca juga ya: Pencetus Bahasa Indonesia Berdarah Santri Madura Itu Pernah Dicap Murtad oleh Kiainya

Artinya, bagi Bintang Timoer, pelajar tidak berarti apa-apa. Sebab yang sudah mempunyai gelar sarjana pun belum tentu berarti jika hanya menyandang gelar.

Bintang Timoer menegaskan perlunya menempatkan pelajar pada tempat yang semestinya. Tidak perlu disanjung-sanjung secara berlebihan.

“Satu student, boleh dan memang ia tahu ini dan itu, banyak baca buku, tetapi itu belumsuatu ukuran yang ia mendapat tempat lantas di tempatnya tuan-tuan orang tua, karena hal itu boleh merusakkan,” kata Bintang Timoer.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bintang Timoer, 29 Oktober 1928

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]