Egek

Papeda Jadi Google Doodle, Dukung Pangan Lokal Posko Jenggala Tanam Sagu Setelah Banjir Bandang di Wasior

Pohon sagu tumbuh berumpun. Perlu penjarakan agar produktivitas tinggi.

"Gua ajak warga menanam sagu,’’ ujar Koordinator Posko Jenggala Andi Sahrandi, memulai ceritanya. Maka, warga pun ke hutan mencari anakan sagu, memenuhi ajakan Andi.

"Mungkin sekarang sagunya sudah ada yang ditebang,’’ ujar Andi. Andi mengenang pengalamannya di Wasior saat melakukan kegiatan kemanusiaan di sana pada Oktober 2010.

Saya meminta cerita ini berkaitan dengan dijadikannya papeda sebagai Google Doodle pada 20 Oktober 2023. Banjir bandang telah menimpa Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Anies, Ganjar, dan Prabowo Jadi Capres yang Memiliki Cawapres Beda Usia, Apa Komentar Mereka?

Andi berpandangan, warga perlu menanam sagu. Selain untuk melestarikan bahan pangan lokal, juga untuk menjaga kelestarian hutan.

Hutan di Wasior memang masih padat, curah hujan yang tinggi selama sepekan membuat air permukaan mengalir deras membawa batu-batu besar dan batang-batang pohon dari perbukitan.

Tebing tinggi menjadi pemandangan indah di Wasior. Saat banjir bandang, tebing tinggi itu menjadi menjadi jalur laju air yang deras.

Oohya! Baca juga ya: Tiga Capres Pernah ke Grobogan, Ada yang tidak Dikenali Wajahnya, Ada yang Didemo, Ada yang Makan Nasi Pagar

Batu-batu dan batang-batang pohon saling bertabrakan saat dibawa air. Benda-benda itu menghantam kantor, rumah, dan kendaraan.

Gua bersaksi banjir Wasior bukan karena pembalakan liar,’’ kata Andi.

Andi mendapat informasi, banyak pengusaha luar Papua menjadi maling kayu di Tanah Papua. Tapi masyarakat Wasior mampu menjaga hutan mereka.

Oohya! Baca juga ya: Selama di Grobogan, Anak Sunan Giri Bersama Dua Santri Kunjungi Lokasi Api 'Sumber Kekuasaan yang Bersinar'

Saat di Wasior, Andi mencoba ikut naik ke hutan, ia tak menemukan bekas-bekas tebangan kayu. Celah-celah bukit tersumbat dan air yang melimpah meluncur membawa pohon-pohon dan batu-batu besar.

‘’Hutannya hutan lindung, banyak kijang,’’ kata Andi.

Tercatat ada 31 rumah ikut hanyut, satu rumah sakit rusak, satu sekolah dasar rusak berat, dan sebagainya. Lumpur di rumah-rumah mencapai 10 sentimeter. Dua per tiga wilayah Wasior rusak. Bandara Wasior pun bahkan terendam banjir.

‘’Baru tadi mohon doa teman-teman untuk dapatkan sponsor ke Wasior, dalam waktu empat jam doaku dikabulkan Tuhan. Semua sekarang sudah siap tinggal kumpulin kru. Terima kasih Tuhan semoga kami berhasil membantu saudara-saudara kita di Wasior. Doa teman selalu kami dambakan,’’ tulis Andi di akun Facebook-nya pada 7 Oktober 2010.

Untuk mencapai Wasior dari Manokwari, memerlukan waktu 18 jam dengan perahu kayu. Sjaban Darsono, relawan Posko Jenggala yang sedang berada di Manokwari, mengupayakan perahu untuk mengangkut obat-oatan dan tim relawan Wasior. Dengan perahu cepat, waktu tempuhnya bisa delapan jam.

Warga menunggu di pelabuhan agar bisa terangkut kapal untuk mengungsi ke Manokwari. Di antara mereka, ada yang membawa jenazah anggota keluarga yang sudah meninggal.

Oohya! Baca juga ya: Pencetus Bahasa Indonesia Berdarah Santri Madura Itu Pernah Dicap Murtad oleh Kiainya

Sisa-sisa banjir bandang di Wasior pada 2010. Latar belakang memperliatkan hutan yang masih lebat.

Selama sepekan di Wasior, Andi bersama tim kesehatannya mengobati 2.498 warga di Desa Meiei, Desa Wondiboy, Desa Dotir, Desa Tandia. Andi juga melayani pengobatan di Distrik Rasiei Kampung Issey, dan Pulau Yok.

"Ada warga yang sudah 10 tahun sakit tumbuh daging. Dokter Benny, dokter Santhy, dan dokter Shelvy melakukan operasi kecil,” ujar Andi.

Oohya! Baca juga ya: Santri Ini Jadi Bupati Grobogan Pertama yang Bergelar Haji, Sejak Zaman Mataram Bupati Grobogan Bergelar Raden

Para dokter sedikt waswas, karena tidak ada obat bius, dan warga menonton dengan membawa panah. Kepala suku membuat ramuan herbal sebagai pengganti obat bius. Lalu menenangkan para dokter bahwa para warga yang membawa panah tidak berniat buruk.

Operasi berhasil. “Warga itu senang sekali, karena sakit yang sudah ia derita 10 tahun sembuh,’’ tutut Andi.

Pengasapan juga dilakukan untuk memberantas nyamuk. Pembenahan sarana air bersih juga dilakukan. Perlu berjalan 1,5 kilimeter melewati dua anak sungai untuk sampai di sumber air bersih.

Oohya! Baca juga ya: Ada yang Menjengkelkan dan Menggelikan dari Bahasa Media Massa Daring, FBMM Membahasnya

Anak sungai dengan air yang jernih menjadi pemandangan yang menyejukkan bagi Andi. Ia pun mengajak anak-anak untuk mandi di sungai.

"Lo kan juga sering keliling, daerah mana yang paling lo suka?’’ tanya Andi kepada saya dalam perjalanan ke Bandung awal November 2019.

Saya menyebut wilayah di Indonesia timur, termasuk Tanah Papua, sebagai favorit saya. Saya bisa mendapat banyak cerita etnososiologi dari sana.

Di Tanah Papua saya mendapatkan cerita etnososiologi tentang pengolahan sagu. Dari Sorong dan Boven Digul saya mendapat cerita betapa mereka sehari-hari masih menjadikan sagu sebagai makanan pokok.

Memasak nasi jika ada tamu seperti saat menyambut kedatangan kami. ‘’Betul. Kalau makan nasi, bagi orang Papua belum berarti makan,’’ kata Andi.

Andi menegaskan, makanan utama orang Maluku dan Papua adalah sagu. Nasi merupakan makanan sampingan. "Jangan dibalik,’’ kata Andi.

Oohya! Baca juga ya: WR Supratman Terbirit-birit Lapor Bos di Loteng, Gembira Lagu ‘Indonesia Raya’ Diterima di Kongres Pemuda

Oktober 2019 Andi ke Maluku Utara. Juga melakukan kegiatan kemanusiaan di sana.

Andi pun mengkritik pemerintah. "Tanam sagu dengan serius. Jangan bikin sawah di Papua. Kebun-kebun sagu yang perlu dibuat,’’ lanjut dia.

Andi termasuk orang yang merasa masygul ketika pemerintah getol mengimpor bahan pangan. Seharusnya Indonesia bisa memiliki ketahanan pangan yang kuat, karena memiliki lahan yang luas, baik lahan sawah maupun lahan perkebunan, terutama di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Oohya! Baca juga ya: Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Desak Pemerintah Akui Praktik Konservasi yang Dilakukan Masyarakat

Sekarang BUMN perkebunan direstrukturisasi. Semua PTPN digabung di sebuah holding perkebunan.

"Kenapa nggak diberi tugas tambahan agar membuat produksi padi, jagung, sagu, dan kedelai, agar kita bisa swasembada pangan yang sebenar-benarnya swasembada, bukan tipu-tipuan seperti sekarang,’’ kata Andi. 

"Masa sih kita nggak bisa tanam padi, jagung, kedelai, sagu, dengan benar dan baik?’’ lanjut Andi.

Priyantono Oemar