Lincak

WR Supratman Terbirit-birit Lapor Bos di Loteng, Gembira Lagu ‘Indonesia Raya’ Diterima di Kongres Pemuda

Diorama di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta Pusat,memperlihatkan patung WR Supratman sedang menggesek biola membawakan lagu 'Indonesia Raya' di Kongres Pemuda Indonesia Kedua 1928.

Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 29 April – 2 Mei 1926 gagal mencapai kesepakatan fusi organisasi. Namun, isi pidato-pidato di kongres itu telah menginspirasi WR Supratman mencipta lagu ‘Indonesia Raya’.

Pada saat istirahat sidang kongres, Supratman menemui Tabrani, ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Supratman hadir di kongres sebagai wartawan Sin Po yang meliput kongres itu.

Kepada Tabrani, Supratman mengaku terharu dengan isi pidato Tabrani dan Soemarto. Isi pidato keduanya mengenai persatuan Indonesia dan Indonesia Raya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Bukan Sin Po yang Memuat Pertama Kali Lagu 'Indonesia Raya', Melainkan Koran di Bandung

“Dan cita-cita satu nusa satu bangsa yang digelari Indonesia Raya itu, saya akan buat. Dan namanya Indonesia Raya,” ujar Supratman kepada Tabrani. Supratman mengutarakan niatnya mencipta lagu ‘Indonesia Raya’.

Dalam laporannya di Sin Po yang dimuat ulang oleh Darmo Kondo, Supratman menyinggung persatuan Indonesia Raya ini di alinea pertama laporannya. Ia menulis, kongres dibuka pukul 20.00 dan berakhir lewat pukul 23.30.

Oohya! Baca juga ya: Selama 80 Tahun Grobogan Dipimpin oleh Bupati dari Dinasti Mertohadinegoro, Ini Jadi Contoh Dinasti Politik

Tentang cita-cita persatuan Indonesia, ia menulis laporannya begini:

Selama congres tidak koerang dari 20 orang jang berbitjara atas nama perkoempoelan atau boeat persoonlijk (atas nama sendiri), dalam mana banjak pembitjara ada jang menjerang, ada jang menambah tjita2 dari itoe comite Indonesia Jeugd-beweging tentang “Groot Indonesisch Eenheid”, persatoean tjita tjita Indonesia boeat dapatkan kemadjoean dan kemerdekaan.

Suatu hari, Supratman bergabung dalam pertemuan para pemuda di Taman Fromberg di Gambir. Taman ini merupakan hasil perjuangan Han Tiauw Tjong bersama anggota Tionghoa lainnya di Gemeenteraad van Batavia sebagai penghormatan kepada Mr Fromberg.

Mr PH Fromberg Sr telah menulis pergerakan bangsa Cina di Indonesia. Judulnya De Chineesche Beweging op Java, terbit pada tahun 1911.

Oohya! Baca juga ya: Kisruh Batas Usia Capres-Cawapres, Bagaimana Panitia Perancang UUD Dulu Membahas Syarat Capres-Cawapres?

Buku itu menceritakan nasib bangsa Cina di Jawa yang juga tertindas seperti nasib pribumi. Fromberg oleh masyarakat Cina di Indonesia lantas disamakan dengan Multatuli yang menulis Max Havelaar.

Di Taman Fromberg itu, kepada Supratman Sugondo Joyopuspito menginformasi informasi dari Tabrani. Tabrani telah mengatakan kepada Sugondo jika Supratman akan mencipta lagu kebangsaan.

Sugondo merupakan mahasiswa yang bersama rekan-rekannya akan meneruskan perjuangan yang dibahas di Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Sugondo dan kawan-kawan mahasiswa akan mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).

Kepada Sugondo, Supratman mengatakan jika dirinya belum berani menganggap lagu yang akan ia buat itu sebagai lagu kebangsaan. Sugondo lantas berjanji kepada Supratman bahwa ia dan kawan-kawan akan menjadikan lagu “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan.

Pada September 1926 Sugondi dan kawan-kawan berhasil mendirikan PPPI. Sugondo kemudian menjadi ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua pada 1928.

Pada saat Kongres Pemuda Indonesia Kedua dilaksanakan, Supratman juga meliputnya untuk Sin Po. Pada saat istirahat sidang, Supratman menemui Sugondo untuk meminta izin untuk bisa memerdengarkan lagu “Indonesia Raya”.

Oohya! Baca juga ya: Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Desak Pemerintah Akui Praktik Konservasi yang Dilakukan Masyarakat

Kepada Sugondo, Supratman menyerahkan lirik lagu “Indonesia Raya”. Setelah melihat lirik itu, Sugondo tidak langsung mengiyakan, melainkan harus berkonsultasi dengan Van der Plas, wakil panasihat Urusan Pribumi.

Hari itu Van der Plas hadir di kongres. Sugondo menduga, kehadiran Van der Plas ada kaitannya dengan insiden interupsi pada kongres hari pertama.

Namun Van der Plas tidak mau memberi pertimbangan. Ia meminta Sugondo memintanya kepada komisaris polisi yang pada malam pembukaan memberikan interupsi.

Oohya! Baca juga ya: Panas Terik, Para Murid SD di Sumba Timur Ini Harus Berjalan Kaki 20-30 Menit tanpa Payung Naik Turun Bukit

Tentu saja Sugondo tidak menemui komisaris polisi itu. Ia kembali ke Supratman.

“Jangan nyanyikan dengan perkataan-perkataannya. Pakailah do re mi sol saja,” pinta Sugondo.

“O, tidak usah saya nyanyikan. Saya membawa biola saja,” sambut Supratman.

Maka, setelah sidang terakhir malam itu, Supratman tampil membawakan lagu “Indonesia Raya” dengan biolanya.

Oohya! Baca juga ya: Menjadi Santri di Grobogan, Santri Ki Ageng Selo Ini di Kemudian Hari Sukses Menjadi Sultan

Mengapa Sugondo meminta Supratman tidak menyanyikan lirik lagunya? Sebab, kata Sugondo, di lirik lagu itu ada banyak kata Indonesia. Menurut dia, kata itu telah mmbuat muncul interupsi di malam pembukaan kongres.

Setelah selesai kongres, Supratman baru ke kantor pada esok harinya. Senin. Untuk membuat laporan kongres.

Supratman naik ke loteng kantor Sin Po dengan terbirit-birit, menemui bosnya, pemred Sin Po Kwee Tek beng. Dengan gembira ia memberi tahu pimpinan Sin Po bahwa lagu ciptaannya, “Indonesia Raya”, diterima dengan baik di Kongres Pemuda Indonesia Kedua.

OOhya! Baca juga ya: Perlawanan Perempuan yang Paling Ampuh Itu adalah Solidaritas Persaudaraan

Kwee Tek Beng memberikan kesaksiannya sebagai berikut:

Kita masi inget bagimana ia sataoe hari naek ka loteng Sin Po dengan terbirit-birit dan dengan goembira kasi kita taoe bahoewa ia poenja lagoe Indonesia Raja ditrima baek dan selandjoetnja aken dipandang sebagi lagoe kebangsahan.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Darmo Kondo, 9 Mei 1926
- Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan karya Kwee Tek Beng (1948)
- "Ke Arah Kongres Pemuda II" karya Sugondo Joyopuspito di majalah Media Muda (1973)
- Pergerakan Tionghoa di Hindia Olanda dan Mr PH Fromberg Sr karya Tjoe Bou San (1921)
- Sin Po, 27 Februari 1926
- Wage Rudolf Supratman karya Bambang Sularto (1980/1981)

Oohya! Baca juga ya: Legenda Grobogan, Aji Saka dan Aksara Jawa Ciptaannya yang Membuat Pribumi Dipenjara oleh Belanda

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]