Kisruh Batas Usia Capres-Cawapres, Bagaimana Panitia Perancang UUD Dulu Membahas Syarat Capres-Cawapres?
Pada sidang Panitia Perancang UUD 11 Juli 1945, sebutan pemimpin negara sebagai presiden disetujui oleh 12 suara. Namun pimpinan negara di tangan satu orang atau beberapa orang hampir sama suaranya.
Yang memilih di tangan satu orang ada 10 orang, yang memilih di tangan beberapa orang ada 9 orang. Panitia Perancang UUD terdiri seoang ketua dan 18 anggota. Jadi, keseluruhan ada 19 orang.
Seharusnya 20 orang. Muh Yamin dimasukkan ke Panitia Keuangan dan Ekonomi BPUPKI, namun Yamin menolak, sehingga Sukarno berminat menariknya ke Panitia Perancang UUD BPUPKI.
Oohya! Baca juga ya: Kartosoewirjo Ikut Kongres Pemuda Indonesia Kedua tetapi Bukan Dia yang Bertikai dengan Muh Yamin, Lalu Siapa?
Lalu Sukarno selaku ketua panitia meminta pertimbangan anggota perlu tidaknya Yamin ada di Panitia Perancang UUD. Para anggota memandang perlu karena Yamin telah menyerahkan rancangan UUD.
Lalu, demi tata tertib hal itu harus diajukan ke Jepang. Namun Jepang menolak permintaan itu.
Pada 31 Mei 1945, Soepomo menyinggung bentuk negara yangakan dipilih: kerajaan atau republik? Dengan demikian, pemimpinnya raja atau presiden?
Oohya! Baca juga ya: Panas Terik, Para Murid SD di Sumba Timur Ini Harus Berjalan Kaki 20-30 Menit tanpa Payung Naik Turun Bukit
“Apakah kita akan mengangkat seorang sebagai kepala negara dengan hak turun-temurun, atau hanya untuk waktu yang tertentu, itulah hanya mengenai bentuk susunan pimpinan negara yang nanti akan kita selidiki dalam badan ini,” ujar Soepomo.
Lalu soal pemililihan pimpinan negara itu, Soepomo menganjurkan agar tidak meniru sistem demokrasi Barat. Menurut dia, sistem demokrasii Barat itu menganut paham perseorangan.
Menolak paham perseorangan, menurut Soepomo, berrarti menolak sistem parlementer.
Lalu apa arti dari menolak sistem demokrasi Barat? Kata Soepomo, berarti menolak sistem yang menyamakan manusia yang satu dengan lainnya seperti angka yang sama harganya.
Oohya! Baca juga ya: Menjadi Santri di Grobogan, Santri Ki Ageng Selo Ini di Kemudian Hari Sukses Menjadi Sultan
Pemimpin Indonesia, menurut Soepomo harus terus menerus bersatu jiwa dengan rakyatnya. Oleh karena itu diperlukan badan permusyawaratan.
Tujuannya agar pemimpin negara senantia mengetahui rasa keadilan rakyat dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, pemimpin negara harus selalu bergaul dengan badan permusyawaratan.
Susanto menanggapi pidato Soepomo. Menurut Susanto, untuk menjamin persatuan pemimpin negar aharus dipilih untuk waktu tertentu. Sebutan pimpinan negara tidak harus presiden, bentuk negara tidak harus republik.
“Malahan dalam rancangan UUD dimuat kemungkinan bahwa kepala negara yang sangat bersahaja dan dicintai oleh rakyat dapat dinobatkan jadi raja kemudian hari. Saya cantumkan dalam rancangan UUD bahwa kepala negara dipilih untuk beberapa lama, tetapi kepala negara yang sangat berjasa dan dicintai rakyat dapat dinobatkan menjadi raja,” ujar Susanto.
Muh Yamin menyumbangkan pikirannya bahwa kekuasaan negara harus ada enam. Jangan lima seperti yang ada di Cina. Pertama, Presiden dan Wakil Presiden; Kedua, Dewan Perwakilan; Ketiga, Majelis Permusyawaratan Rakyat; Keempat, Majelis Pertimbangan; Kelima, Mahkamah Tinggi atau Balai Agung; Keenam, Kementerian.
Oohya! Baca juga ya: Penyelenggara Frankfurt Book Fair (FBF) Dukung Israel Serang Palestina, Ini Pernyataan Ikapi tentang FBF 2023
“Bagaimana syarat-syaratnya seorang presiden, tidaklah perlu saya panjangkan, hanya cukup kalau dikatakan harus adalah seorang kepala negara yang akan mengendalikan dan akan menjunjung kedaulatan negara Republik Indonesia ke luar dan ke dalam, dan di keliling kepala negara itu adalah tidak seorang melainkan dua orang wakil kepala negara,” kata Muh Yamin mengenai syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Alih-alih membatas batas usia, Yamin membahas jumlah wakil persiden. Dengan adanya seorang kepala negara dan dua orang wakil kepala negara, kata Yamin, “Kita hendak menyatakan bahwa aliran-aliran yang ada di tanah air kita ini besar sekali.” Kepala negara, menurut Yamin, kepala segala aliran dan yang menjunjung kedaulatan negara.
Oohya! Baca juga ya: Legenda Grobogan, Aji Saka dan Aksara Jawa Ciptaannya yang Membuat Pribumi Dipenjara oleh Belanda
“Wakil kepala negara itu diperlukan untuk mencukupi syarat-syarat yang ada di sini, yaitu berhubung dengan kemauan rakyat, luasnya daerah negara, dan pentingnya penduduk; dan seorang lagi yaitu untuk menggambarkan ke luar sebagai kelahiran pikiran dan kemauan rakyat Islam,”ujar Yamin.
Yamin menegaskan, perlunya dua wakil kepala negara karena yang satu mencerminkan wakil Islam. Namun syarat ini, menurut dia, tidak perlu ditulis dalam konstitusi atau di surat-surat lain.
Wakil kepala negara yang mewakili Islam itu, menurut Yamin, hanya merupakan pancaran dari keadaan negara Indonesia. Negara yang akan segera didirikan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Oohya! Baca juga ya: Mengapa Relawan Projo Memilih Deklarasi Dukung Prabowo di Pinggir Jalan?
Maka, dalam pembahasan rancangan UUD 13 Juli 1945, yang berkaitan dengan syarat presiden harus beragama Islam seperti yang diajukan oleh Wachid Hasyim, tidak disetujui. Sukiman mendukung Wachid Hasyim, tetapi Agus Salim menolaknya.
“Jika presiden harus orang Islam, bagaimana halnya terhadap wakil presiden, duta-duta, dan sebagainya. Aoakah artinya janji kita untuk melindungi agama lain?” kata Agus Salim menyatakan keberatannya.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Himpunan Risalah Sidang-Sidang dari BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 – 16 Juli 1945) dan PPKI (Tanggal 18 dan 19 Agustus 1945) yang Berhubungan dengan Penyusunan UUD 1945, disusun oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia