Pitan

Panas Terik, Para Murid SD di Sumba Timur Ini Harus Berjalan Kaki 20-30 Menit tanpa Payung Naik Turun Bukit

Lokasi SDN Rapamanu di Waingapu, Sumba Timur, ini di atas bukit. Para murid harus turun naik bukit menuju ke sekolah saat cuaca panas terik.

Panas menyengat. Namun, hal itu tak mengurangi semangat 93 murid SDN Rapamanu untuk berangkat ke sekolah.

Untuk mencapai sekolah, banyak murid yang harus berjalan kaki mendaki dua bukit. Waktu perjalanannya pun bisa 20-30 menit dari rumah mereka.

Saat pulang sekolah, saat ini mereka tentu harus menantang panas matahari yang cukup terik. “Bulan lalu suami saya pulang dari Jakarta, katanya Waingapu lebih panas,” ujar Kepala Sekolah SDN Rapamanu, Adriana Mara Ledu, saat dihubungi Selasa (17/10/2023).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Disukai Anak Senja tetapi Belum Ada di KBBI, Orang Sumba Menyebutnya Ninu, Apa Itu?

SDN Rapamanu ada di atas Bukit Rapamanu di Desa Mbatakapidu, Kecamatan Waingapu, Sumba Timur. Bulan Oktober ini, kata Adriana, cuaca terasa lebih anas daripada bulan September. Para murid membawa air minum ke sekolah.

Di bukit itu hanya ada sedikit pohon di sekitar gedung sekolah, sehingga dilakukan lagi penanaman pohon. Dapat bantuan 250 bibit pohon pada 2022, sudah ditanam 50 bibit. Sisanya menunggu musim hujan tiba lagi untuk bisa menanam bibit lagi.

Meski panas, para murid tidak ada yang bolos sekolah. Mereka tetap semangat belajar.

Para murid sedang upacara di halaman SDN Rapamanu yang berlokasi di atas bukit. Panas terik menyengat.

 

 

Oohya! Baca juga ya:

Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua

“Anak-anak tetap datang sekolah, tetap jalan kaki tana payung, ada juga anak yang diantar dengan motor ke sekolah,”kata Adriana. Jalan menuju ke sekolah sudah selesai diaspal.

Pada 2021, sambungan listrik juga sudah sampai di sekolah. Lalu apakah di seekolah dipasang kipas angin untuk mengurangi panas matahari yang menyengat?

“Kami kelebihan angin di sini. Atap sekolah pernah terangkat oleh angin, dapat bantuan dari Kemendikbud untuk memperbaikinya,” jelas Adriana.

Lima tahun lalu, SDN Rapamanu ini hanya memiliki empat ruang kelas. Sehingga ada ruang yang digunakan untuk berbagi kelas, disekat dengan partisi bilik bambu menjadi dua kelas.

Saat itu, muridnya hanya 63 anak, itu pun selalu saja ada yang membolos karena lelah berjalan kaki ke sekolah.

Oohya! Baca juga ya:

Begini Suasana Pembukaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Ada Interupsi dari Polisi

Para murid bersiap mengikuti upacara di halaman sekolah dengan latar pemandangan perbukitan. SDN Rapamanu di Sumba Timur dibangun di atas bukit.

Oohya! Baca juga ya:

Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Bahasa Indonesia Diciptakan Memang untuk Menjaga Kebinekaan

Pertamina Suraba memberikan bangunan ruang kelas, sehingga jumlah kelas mencukupi. Murid pun tiap tahun bertambah.

Lima tahun lalu, jalan menuju sekolah masih berupa jalan makadam. Para guru yang naik sepeda atau sepeda motor harus memarkir kendaraannya di bawah lalu berjalan kaki naik bukit menuju sekolah.

Sekarang, mereka sudah bisa membawa sepeda atau sepeda motor hingga halaman sekolah. karena jalannya sudah beraspal sejak 2019.

Priyantono Oemar