Lincak

Begini Suasana Pembukaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Ada Interupsi dari Polisi

Gedung Sumpah Pemuda di Jalan Kramat, Jakarta. Dulu merupakan tempat kos para mahasiswa kritis.

Betapa bersemangatnya para pemuda dulu. Pada pukul 19.45, Ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua Sugondo Joyopuspito sudah bisa membuka kongres.

Pada hari pertama Kongres Pemuda itu, 27 Oktober 1928, ada 1.000 orang yang datang. Selain peserta, ada juga polisi dan wartawan. Tempat acara menjadi penuh sesak, ada yang berdiri karena tidak kebagian kursi.

Dalam pidato pembukaannya, Sugondo menyatakan jangan sampai pemuda Indonesia menjadi pemuda yang minggrang-minggring. Yang tidak percaya pada diri sendiri.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Relawan Projo Memilih Deklarasi Dukung Prabowo di Pinggir Jalan?

Pemuda yang minggrang-minggring akan membuat dirinya teperdaya oleh tipu daya Belanda. “Akal yang cerdik yang Belanda perbuat itu kita bukai topi, tetapi jangan sampai telanjur jadi korbannya,” kata Sugondo.

Maka, kata Sugondo, para pemuda Indonesia harus bersatu. Sugondo menyinggung nama Tabrani dan Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang telah menegaskan cita-cita persatuan Indonesia.

Menurut Sugondo, Tabrani telah menegaskan cita-cita persatuan Indonesia itu untuk Indonesia Raya dan putra Indonesia itu untuk Indonesia. Bukan untuk Belanda.

Oohya! Baca juga ya:

Dalam Setahun Penduduk Grobogan Berkurang 90,9 Persen, Asisten Residen yang Perbaiki Keadaan Justru Dimutasi

Maka, kata Sugondo mengakhiri pidato pembukaannya, “Perceraiberaian itu wajib diperangi, agar kita bisa bersatu.” Lalu Sugondo meminta wakil-wakil dari orang tua yang hadir untuk berbicara.

Di hari pembukaan kongres itu hadir wakil dari organisasi-organisasi orang tua. Ada wakil dari Budi Utomo (Abdulrahman), wakil dari Indonesische Nationale Padvinders Organisaties (INPO)/Persatuan Antara Pandu-Pandu Indonesia (PAPI) (Sunario), PNI Bandung (Ibnu Martokusumo), PSI Jakarta (Kadar), Pasundan Jakarta, Kaum Betawi, dan Dienaren van Indie.

Oohya! Baca juga ya:

Disukai Anak Senja tetapi Belum Ada di KBBI, Orang Sumba Menyebutnya Ninu, Apa Itu?

Wakil dari Dienaren van Indie menjelaskan organisasinya dan menyatakan sudah menjadi organisasi yang kuat. Oleh karena itu, ia mengajak para pemuda untuk bergabung dengan Dienaren van Indie demi kemerdekaan Indonesia.

Mendengar kata kemerdekaan diucapkan, polisi langsung memberikan interupsi. Tidak boleh ada kata merdeka di dalam kongres. Ruangan Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) pun menjadi gaduh.

Sugondo pun meminta agar wakil dari Dienaren van India tidak menggunakan kata kemerdekaan, karena malam itu bukan rapat politik. Sugondo meminta agar “tahu sama tahu saja”.

Setelah itu, berdiri Saerun mewakili pers. Menurut dia, karena tidak boleh bicara soal politik, ia cukup menyatakan persetujuannya dengan diadakannya kongres.

Oohya! Baca juga ya:

Suhu Politik Memanas, Puluhan Ribu Orang Berdemo dan Tank-Tank Tentara Dihadapkan ke Istana Merdeka, Ada Apa?

Wakil dari Kaum Betawi, HB PSI, Pasundan cabang Jakarta, juga menyatakan persetujuannya. Dr Samsi, meski hadir di acara pembukaan itu, ia memilih menyampaikan persetujuannya lewat selembar kertas.

Dr Samsi, setelah Indonesia merdeka diangkat menjadi menteri keuangan. Pada 1928 ia menyewa teras rumah Sukarno-Inggit sebagai kantornya.

Selesai membacakan surat persetujuan dari Dr Samsi, Sugondo mempersilakan Muh Yamin membawakan pidatonya berjudul “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Darmo Kondo, 31 Oktober 1928