Bahasa Indonesia di UNESCO, Menolak Imperialisme Bahasa Sejak Lahir
Oleh Priyantono Oemar, Bergiat di Komunitas Jejak Republik
Bahasa Indonesia untuk pertama kalinya tampil di Sidang Umum UNESCO. Di sidang umum ke-43 di Samarkand, Uzbekistan, pada Selasa (4/11/2025) itu, tampil Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia, bahasa yang dilahirkan oleh Tabrani untuk menolak imperialisme bahasa.
Di Sidang Umum UNESCO pada 20 November 2023, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa kerja ke-10 di UNESCO, setelah bahasa Inggris, Prancis, Arab, Mandarin, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan bahasa Portugis. Penetapan yang membuat bangga bangsa Indonesia saat itu, setelah melewati jalan panjang diplomasi sejak 2022.
Itu seperti perjuangan panjang menolak imperialisme bahasa seperti yang terjadi di masa lalu, sehingga Tabrani melahirkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan dipakai di sidang-sidang Volksraad. Volksraad adalah dewan rakyat bentukan pemerintah kolonial Belanda untuk kepentingan bangsa Indonesia, tetapi sidang-sidangnya menggunakan bahasa Belanda.
Pada awal pendirian, bahasa Melayu diperbolehkan digunakan di sidang, tetapi sangat sedikit wakil Indonesia di Volksraad yang mengunakan bahasa Melayu sejak awal pendirian Volksraad. Lalu, Tabrani bersama MH THamrin, mengawali perjuangan penggunaan bahasa Indonesia di Gemeenteraad dan di Volksraad pada 1938.
Tabrani pula yang mencetuskan nama bahasa Indonesia pada awal 1926. Nama ini kemudian diakui sebagai bahasa persatuan di Kongres Pemuda Indonesia II pada 1928.
Tabrani mengusulkan nama bahasa Indonesia agar tidak muncul imperialisme bahasa. Bahasa Belanda tak mungin dijadikan sebagai bahasa persatuan, demikian pula bahasa Melayu dengan alasan keduanya akan menyingkirkan bahasa lain yang juga ada di Indonesia saat itu.
Menurut Tabrani, bahasa Belanda tetap diperlukan untuk bertarung gagasan dengan pemerintah kolonial sekaligus untuk menguasai ilmu pengetahuan. Namun, untuk memercepat persatuan Indonesia, diperlukan bahasa Indonesia.
Apa itu bahasa Indonesia? Dan mengapa ia menolak imperialisme bahasa?
Ini kata Tabrani di koran Hindia Baroe pada 11 Februari 1926:
Bahasa Indonesia yang dimaksud itu toh bahasa Melayu, bukan?
O, tidak! Sekali-kali tidak!
Dan jika bahasa Indonesia itu sungguh bahasa Melayu, tapi tak urung juga kita menyebutnya ia bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu.
Karena jika tak begitu niscayalah bangsa kita yang tak mempunyai bahasa Melayu itu akan merasa terancam dalam bahasanya.
Maka maksud kita dengan pergerakan penerbitan bahasa Indonesia itu lain tidak supaya pergerakan persatuan anak-Indonesia akan bertambah keras dan cepat.
Jika kita menyebutnya bahasa itu bahasa Melayu salahlah kita. Karena sebutan semacam itu seolah-olah dan mesti mengandung sifat imperialisme dari bahasa Melayu terhadap kepada lain-lain bahasa bangsa kita di sini.