Sumpah Pemuda, Tokoh Maluku di Balik Kongres Pemuda
Putusan Kongres Pemuda Indonesia II kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Adanya sumpah pemuda ini tak lepas dari penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia I yang diadakan pada 30 April – 2 Mei 1926.
Saat itu tak ada kesepakatan soal naskah resolusi pemuda (yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda) yang disusun Yamin pada Kongres Pemuda Indonesia I. Lalu diputuskan pembahasan dilanjutkan di Kongres Pemuda Indonesia II yang akan diadakan di kemudian hari.
Meski Kongres Pemuda Indonesia II baru bisa dilaksanakan pada 1928, tak urung Kongres Pemuda Indonesia I sukses menggelorakan persatuan Indonesia. Tokoh Maluku ikut mendukung kesuksesan penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia I yang dipimpin Tabrani.
Setelah Kongres Pemuda Indonesia I, para pemuda mendirikan Jong Indonesia. Ini sebagai upaya untuk merespons kegagalan melebur berbagai organisasi pemuda kedaerahan menjadi satu wadah yang bersifat keindonesiaan.
Jong Indonesia kemudian juga mempropagandakan penggunaan bahasa Indonesia. Nama bahasa Indonesia disuulkan Tabrani menjadi nama bahasa persatuan di Kongres Pemuda Indonesia I, tapi Yamin yang menolaknya karena Yamin sudah mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Kongres Pemuda Indonesia I memang ditujukan untuk membuat kesepakatan peleburan organisasi pemuda kedaerahan dan menunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Karena tidak ada kesepakatan itulah, maka pembahasan diputuskan untuk diteruskan di Kongres Pemuda Indonesia II.
Para pemuda yang mengikuti Kongres Pemuda Indonesia I memang tidak mewakili setiap organisasi. Mereka hadir sebagai pribadi yang memperjuangkan persatuan Indonesia, sehingga jika ada usulan peleburan organisasi, perlu dibahas di organisasi masing-masing.
Secara politik, pemerintah kolonial melarang pelaksanaan kongres. Maka, panitia yang diketuai oleh Tabrani pun mencari berbagai cara agar kongres bisa terlaksana dan berjalan lancar.
Salah satunya adalah, masing-masing pemrasaran membuat prasaran mereka dalam bentuk tulisan dan dalam bahasa Belanda. Hal ini memang dijanjikan kepada pemerintah kolonial, agar memudahkan mereka dalam pengawasan, sehingga tidak perlu mencatat hal yang dibicarakan oleh setiap pemrasaran.
Dengan janji ini, maka izin pelaksanaan pun dikeluarkan oleh pemerintah kolonial. Karena khawatir ketika kongres berlangsung tiba-tiba polisi menghentikan kongres karena satu dan lain hal, maka langkah lain juga dilakukan panitia.
Panitia meminta bantuan kepada beberapa tokoh yang dikenal oleh pejabat Belanda untuk mengajak berbincang para pejabat Belanda yang hadir. Tujuannya, agar meteka tidak fokus pada isi pembicaraan dari tiap pemrasaran.
Di antaranya ada anggota Volksraad dari Ambon, Maluku, yang juga ketua Ikatan Dokter Hindia, dr Kayadu. Ia hadir di kongres beserta istri.
Peran Kayadu tak hanya di sini. Ia mendukung penuh penyelenggaraan kongres termasuk dalam hal dana.
“Keluarga dr Kayadu (suami-istri) betul-betul membanting tulang untuk suksesnya Kongres. Dr Suratmo, dokter hewan adik dr Sutomo, kelihatannya tidak suka politik, tetapi diam-diam membantu gerakan pemuda. Beliau mengenal saya dari dekat ketika murid OSVIA Serang,” tulis tabrani di buku Anak Nakal Banyak Akal.