Usulan JakarTabrani untuk Gubernur Jakarta Pramono Anung
Halo Pak Gubernur Jakarta Pramono Anung, di mana monumen yang layak untuk Tabrani di Jakarta? Pulang dari Belanda, M Tabrani mendirikan Partai Rakyat Indonesia (PRI) untuk menampung anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) yang partainya bubar setelah Sukarno ditangkap Belanda. Namun, dengan kesadaran, pada 1936 Tabrani membubarkan PRI dan meminta anggota PRI bergabung ke Parindra demi keutuhan perjuangan.
Setelah Indonesia merdeka dan pemerintah mendorong lahirnya banyak partai, Tabrani mengingatkan tentang bahayanya banyak partai. “Di antara pembicaraan yang dianggap penting ialah apa yang dikemukakan oleh Tabrani, yang berpendapat bahwa dewasa itu tidaklah baik untuk kendoirikan bermacam-macam partai, karena dapat merugikan perjuangan,” tulis AH Nasution di buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 2.
Setelah Indonesia merdeka, Tabrani yang menjadi sekretaris-bendahara Kaum Betawi pada 1925 dan 1926 itu menjadi anggota KNIP wakil dari PNI. Pernah menjadi anggota Dewan Kota Batavia (Batavia kini me nadi Jakarta), tokoh kelahiran Madura yang dikenal sebagai pencetus nama bahasa Indonesia itu ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2023.
Sempat meninggalkan Batavia untuk kembali ke Madura, Tabrani kembali lagi ke Batavia pada 1936. Ia menjadi pemimpin redaksi koran Pemandangan, dan pada 1937-1938 aktif sebagai pemain senior klub sepak bola cikal bakal Persija: Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ).
Lulus dari OSVIA Bandung pada 1925, Tabrani memilih menjadi wartawan dan bergabung dengan Hindia Baroe yang dipimpin Agus Salim. Padahal ia sudah mendapat tawaran untuk magang menjadi pegawai negeri.
Selama menjadi redaktur Hindia Baroe itulah ia membuka wacana penerbitan bahasa Indonesia beberap abulan sebelum penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia I. Tabrani menjadi ketua penyelenggara Kongres Pemuda Indonesia I yang berlangsung pada 30 April 1926 hingga 2 Mei 1926.
Ia membuka wacana penerbitan bahasa Indonesia pada Februari 1926. Bagi Tabrani, bahasa adalah kekuatan.
“ menguatkan perasaan persatuan antara manusia sama manusia, meskipun antara kedua manusia itu berada jurang yang lebar dan dalam,” ujar Tabrani dalam tulisannya di Hindia Baroe edisi 11 Februari 1926, berjudul “Bahasa Indonesia”.
Saat itu, dalam pertemuan-pertemuan, termasuk pertemuan-pertamuan perkumpulan pemuda kedaerahan, galib digunakan bahasa Belanda, yang Tabrani sebut sebagai bahasa pertuanan. Sementara, yang diperlukaan saat itu adalah bahasa persatuan.
Tabrani mengakui, bahasa Belanda memang masih diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Sebab saat itu buku-buku pengetahuan masih berbahasa Belanda.
Namun, untuk perjuangan kemerdekaan, Tabrani menyebut perlu menerbitkan bahasa Indonesia. “Maka maksud kita dengan pergerakan penerbitan bahasa Indonesia itu lain tidak supaya pergerakan persatuan anak-Indonesia akan bertambah keras dan cepat,” tulis Tabrani.
Apa yang dimaksud tabrani sebagai bahasa Indonesia? Sebab saat itu tak ada bahasa Indonesia. “Lain tidak dari bahasa Indonesia yaitu bahasa yang oleh kita pada masa ini dianggapnya bahasa yang dipakai sebagai bahasa pergaulan oleh bangsa kita kebanyakan,” tulis Tabrani.
Berhari-hari wacana penerbitan bahasa Indonesia mendapat tentangan dan dukungan. Hingga akhirnya, Tabrani harus berdebat di tim kecil Panitia Kongres Pemuda Indonesia I.