Lincak

Pertama Setelah Merdeka Tebar Koin 1.000 Kg dan Kembang Api di Jakarta

Pesta kembang api sering diadakan di Jakarta. Untuk pertama kali setelah Indonesia merdeka, pesta kembang api baru dilakukan pada 25 Maret 1947. Saat itu ada pula tebar koin 1.000 kg senilai 1.500 gulden dalam perayaan penandatanganan Perjanjian Linggarjati. Sumber: antara/republika

Babak baru perundingan Belanda-Indonesia terjadi di Linggarjati pada 15 November 1946 setelah 17 kali pertemuan. Perundingan ini merupakan lanjutan dari perundingan yang buntu di Hoge Veluwe, Belanda, pada April 1946, karena Belanda tak mau mengakui Sumatra, Jawa, dan Madura sebagai wilayah Indonesia merdeka.

Namun, secara resmi, penandatanganan Perjanjian Linggarjai –dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia-- baru dilangsungkan pada 25 Maret 1947, dengan perayaan besar di Jakarta. Untuk pertama kali setelah Indonesia merdeka, pada 25 Maret 1947 itu ada pesta kembang api di Jakarta, tepatnya di Istana Rijswijk, yang kemudian menjadi Istana Negara di Jalan Veteran, Jakarta.

Wali Kota Batavia A Th Boogaardt dan Wali Kota Jakarta Soewirjo lakukan tebar koin 2,5 sen seberat seribu kilogram (1.000 kg), senilai 1.500 gulden, kepada massa yang diperkirakan mencapai 25 ribu orang di Koningsplein (sekarang Lapangan Monas). Koran Belanda menganalogikan keduanya sebagai Sinterklas dan Piet Hitam, tokoh yang muncul di Belanda setiap parayaan Natal di Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden belum sempat menguasai Istana Rijswijk – yang pada masa pemerintahan kolonial menjadi kantor Gubernuer Jenderal Hindia Belanda. Pemerintah Republik Indonesia bahkan mengungsi ke Yogyakarta, karena Batavia masih dikuasai Belanda.

Namun pada saatibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta, Wali Kota Jakarta tetap bertahan di Jakarta. Akibatnya Jakarta memiliki dua wali kota: wali kota pemerintahan Belanda dan dan wali kota pemerintahan Indonesia.

Koran Belanda De Volkskrant edisi 26 Maret 1947 menyebutkan, sekitar 25 ribu warga tumpah ruah di berbagai tempat di Batavia merayakan penandatanganan Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947. Kembang api dinyalakan di pelataran Istana Rijswijk, Batavia, setelah acara penandatanganan perjanjian usai.

Suara keras kembang api, menurut tradisi Cina, seperti ditulis Arnhemsche Courant edisi 3 April 1947, dipercaya bisa mengusir roh-roh jahat. Komisi Umum yang dibentuk untuk tujuan perundingan Indonesia-Belanda juga berkantor di Istana Rijswijk, bersama Letnan Gubernur Jenderal Van Mook.

Acara penandatanganan mengambil tempat di aula yang biasa dipakai Gubernur Jenderal melakukan audiensi publik di Hari Ratu. Di atas podium masih terpajang lukisan Ratu seukuran asli. “Mata Yang Mulia melihat ke bawah, ke meja panjang yang ditempatkan di depan podium,” tulis De Volkskrant.

Di meja panjang ini duduk di kursi paling tengah, Willem Schermerhorn, ketua Komisi Umum. Di sebelah kanannya ada Sjahrir, lalu Van Mook dan Soesanto. Di sebelah kirinya ada Moh Roem, lalu Van Poll dan AK Gani.

Di ujung meja, dekat Gani ada Ali Boedihardjo. Di ujung yang lain, dekat Soesanto, ada Sanders, keduanya sebagai saksi/pencatat. Acara penandatanganan ini merupakan pertemuan ke-18 dalam perundingan Linggarjati.

Wali Kota Batavia A Th Boogaardt dan Wali Kota Jakarta Soewirjo bersama-sama melemparkan uang koin di kerumunan massa di Koningsplein (sekarang Lapangan Monas), sebagai tolak bala. Koin yang ditebar itu dicairkan dari Javasche Bank.

Jumlah ini disebut Arnhemsche Courant sebagai jumlah yang cukup besar di saat kekurangan uang di masa itu. De Volkskrant menyebut tradisi tolak bala yang beberapa wilayah di Jawa Barat disebut surak dan di Jawa Tengah/Timur disebut udik-udikan itu sebagai “lelucon khas timur”.

Bendera Belanda dan bendera Indonesia dikibarkan di banyak tempat di hari penandatanganan perjanjian itu. Setara keberadaannya.

Berita Terkait

Image

Usulan JakarTabrani untuk Gubernur Jakarta Pramono Anung

Image

80 Tahun Merdeka, Masih Bertanya Bisa Kenyang?

Image

Oligarki Gagal Kuasai Jakarta Lewat Pilkada, Dulu Portugis Gagal Mendarat di Sunda Kelapa

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com