Lincak

Para Pemuda Mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Wartawan Saling Serang

Gedung Sumpah Pemuda di Jalan Kramat, Jakarta. Para pemuda mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, wartawan pun saling serang.

Pada 27-28 Oktober 1928 para pemuda mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Beberapa koran Indonesia sudah mengumumkan acara ini sebelum hari-H.

Namun, ada juga yang tidak mengabarkan rencana kongres itu. Saeroen, mengkritik koran liberal yang tidak peduli pada kongres itu.

Kritik itu pun dijawab oleh Bintang Timoer. Kongres Pemuda Indonesia Kedua buka pada Sabtu malam. Koran-koran tidak terbit di hari Ahad. Ahad pagi Kongres Pemuda memasuki hari kedua, yang dilanjut pada Ahad malam.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Dukung Pangan Lokal Posko Jenggala Tanam Sagu Setelah Banjir Bandang di Wasior

Kesempatan memuat laporan mengenai Kongres Pemuda paling cepat pada Senin, 29 Oktober 1928. Dan itu yang dilakukan oleh Bintang Timoer.

Namun, dalam laporannay mengenai Kongres Pemuda itu, Bintang Timoer sekaligus menyinggung kritik Saeroen.

“Dalam hal ini, kita sebagai wakil dari pers yang liberal, mengingat perkataan tuan Saeroen dalam Keng kpo, pers Indonesia yang bagaimana juapun liberalnya, ia musti mengingat ia ada berada di tanah jajahan,” tulis Bintang Timoer mengenai kritik Saeroen.

Oohya! Baca juga ya: Anies, Ganjar, dan Prabowo Jadi Capres yang Memiliki Cawapres Beda Usia, Apa Komentar Mereka?

Bintang Timoer menyebut, liberalnya Bintang Timoer sebagai anak Indonesia, adalah liberal yang didasarkan pada kenasionalan juga. Karena itu tidak sampai hati memakai pisau yang tajam untuk mengulas isi kongres pemuda itu.

Karenanya, Bintang Timoer menyatakan tidak membuat kaporan yang panjang sepeti koran-koran lain. Darmo Kondo dan Persatoean Indonesia, misalnya bahkan memuat pidato panjang Muh Yamin. Persatuan Indonesia memuat juga lirik lagu “Indonesia Raya”.

Meski menyatakan tidak mengkritik secara tajam, Bintang Timoer cukup pedas juga komentarnya. Laporan pada 29 Oktober 1928 ditulis sepanjang 2,5 kolom halaman koran. Tidak di halaman depan.

Oohya! Baca juga ya: Tiga Capres Pernah ke Grobogan, Ada yang tidak Dikenali Wajahnya, Ada yang Didemo, Ada yang Makan Nasi Pagar

“Dengan menyesal kita katakan, kita musti memperlihatkan suatu tunil yang menunjukkan bahwa kongres ini lebih rendah dari kongres tahun-tahun yang lalu, dan sampai hari ini selama kita ad adi Betawi belum pernah kita melihat peil sesuatu kongres pemuda yang begitu kalutnya dan satu penonton yang jujur, ia musti akui hal isi, meski dengan menyesal,” tulis Bintang Timoer.

Berbeda dengan wartawan lainnya, Parada Harapan selaku pemred Bintang Timoer, bukanlah aktivis pergerakan. Korannya pun bukan organ pergerakan.

Meski ketika ke Eropa Tabrani membawa kartu pers Bintang Timoer dan menulis dari Eropa untuk Bintang Timoer, Tabrani mengkritik Bintang Timoer sebagai racun pergerakan.

Tabrani menulisnya di buku Ons Wapen. Buku ini merupakan tugas akhir selama ia kuliah jurnalistik di Eropa di bawah bimbingan Prof Emil Dovifat.

Di Ons Wapen itu, Tabrani menyatakan, perjuangan kebebasan pers Indonesia di Hindia-Belanda berjalan sejajar dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keduanya harus dijalankan dengan kebijaksanaan, cinta, pengabdian, dan ketekunan.

Gerakan kemerdekaan dan keberadaan pers adalah dua kekuatan yang benar-benar saling membutuhkan. Tak ada yang mendominasi satu atas lainnya.

Oohya! Baca juga ya: Selama di Grobogan, Anak Sunan Giri Bersama Dua Santri Kunjungi Lokasi Api 'Sumber Kekuasaan yang Bersinar'

Berkaitan dengan komentar tentang racun pergerakan, begini kata Tabrani:

Di negara seperti negara kita, yang diatur oleh otoritas asing, dari jurnalistik seseorang bisa mendapatkan uang seperti mendapatkan air asalkan otoritas asing itu tetap sebagai teman. Tetapi apakah pers seperti itu bermanfaat bagi gerakan kemerdekaan kita? Tidak! Sebaliknya, untuk tujuan nasional kita secara umum itu adalah racun, opium, justru karena netralitasnya.

Membaca bagian ini, Parada pun perlu membantahnya. Menyebut Tabrani sebagai kolega muda, Parada menganggap Tabrani terlalu gegabah mengartikan kenetralan Bintang Timoer terhadap kekuasaan asing di Indonesia sebagai tunduk pada kekuasaan asing di Indonesia.

Oohya! Baca juga ya: Pencetus Bahasa Indonesia Berdarah Santri Madura Itu Pernah Dicap Murtad oleh Kiainya

“Kita bukan satu anak Indonesier, kalau kita tidak membuat Indonesische zaak ‘lebih atas’ dari kekuasaan asing,” kata Parada.

“Kita bukan satu anak laki-laki, kalau kita lebih cinta pada asing dari pada bangsa sendiri,” lanjut Parada.

Kembali kepaad Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Bintang Timoer menutup laporannya di edisi 30 Oktober 1928 dengan kalimat:

Kita musti akui, bahwa anak-anak mud akita pun ada hal-hal yang boleh dikritik, tetapi sebagai pemuda, darah mud apihak polisi yang lebih tua itu, kita harap tadinya bisa berlaku lebih taktis daripada apa yang sudah diperlihatkan.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Bintang Timoer, 29-30 Oktober 1928
- Ons Wapen karya M Tabrani (1929)