Pitan

Putra Raja Majapahit Jadi Suami Putri Junjung Buih Setelah Patih Lambung Mangkurat Remehkan Raja Majapahit

Pertemuan arus dari tiga sungai di Desa Sungai Mandala, Kecamatan Daha Utara, Hulu Sungai Selatan. Di lokasi ini ada pusaran air, yang dipercaya masyarakat sebagai tempat tinggal Putri Junjung Buih.

Patih Kerajaan Nagara Dipa, dikenal juga sebagai Nagara Daha, tidak mau menyembah Raja Majapahit. Alasannya, kemampuannya masih jauh di bawah kemampuan patih bernama Lambung Mangkurat itu (Hikajat Bandjar menulis: Lambu Mangkurat).

Ilmunya tiada labih daripada ilmu, parkosanya tiada lagi parkosaku, baraninya tiada labih daripada baraniku, hartanya tiada labih daripada hartaku,” kata Lambung Mangkurat.

Saat itu, Lambung Mangkurat pergi ke Majapahit setelah mendapat mimpi bahwa suami Putri Junjung Buih adalah anak Raja Majapahit. Anak Raja Majapahit itu bernama Raden Putra.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Parada Harahap Turunkan Laporan Kongres Pemuda 29 Paragraf di Bintang Timoer, Omelannya Sepanjang 12 Paragraf

Raja Majapahit (Hikajat Bandjar tidak menyebutkan namanya) cukup lama belum memiliki anak. Ia mendapat perintah untuk bertapa di puncak gunung, jika menginginkan anak.

Maka, ketika bertapa, malaikat datang membawa anak dari matahari, dijatuhkan di pangkuan Raja Majapahit. Anak inilah yang disebutkan dalam mimpi Lambung Mangkurat akan menjadi suami Putri Junjung Buih.

Sebelum Putri Junjung Buih ada, Raja Nagara Dipa, Sukmaraga. Kerajaan ini memiliki dua raja kakak beradik. Raja pertama yang merupakan kakak Sukmaraga, bernama Padmaraga.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Cawapres, Usia Gibran Beda 36 Tahun di Bawah Usia Prabowo, Begini Komentar Prabowo

Keduanya belum memiliki anak. Padmaraga memiliki anak terlebih dulu, kembar. Sukmaraga pun pergi bertapa untuk mendapatkan anak.

Saat bertapa ia melihat ada bayi yang terapung di buih air sungai. Lalu ia ambil, tapi bayi itu menolak dibawa jika tidak dijemput 40 dayang yang cantik dan diselimuti selimut yang dibuat dalam waktu setengah hari.

Raja Sukmaraga terkejut mendengar bayi bisa bicara, tetapi ia memenuhi permintaannya. Dayang tak masalah, tapi selimut yang dibuat dalam waktu setengah hari adakah yang sanggup.

Oohya! Baca juga ya: Para Pemuda Mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Wartawan Saling Serang

Setengah hari hampir lewat tak ada yang menyerahkan selimut. Akhirnya datanglah Ratu Huripan yang membawa selimut yang sudah ia buat dalam waktu setengah hari. Ratu Huripan pun menjadi pengasuh bayi itu yang kemudian diberi nama Putri Junjung Buih.

Kepada Raja Majapahit, Lambung Mangkurat meminta Raden Putra. Ia menceritakan, putri rajanya didapat ketika bertapa di air, tidka bersedia menikah dengan putra-putra biasa di berbagai raja.

Raja Majapahit pun meminta waktu tujuh hari untuk berpikir. Patih Gajah Mada pun perlu menyiapkan penginapan untuk Lambung Mangkurat beserta rombongan. Setelah tujuh hari, Raja Majapahit menyerahkan Raden Putra kepada Lambung Mangkurat.

Dalam perjalanan pulang kapalnya mogok. Didorong ombak dan angin pun tetap diam. Didayung juga tak bergerak, padahal kapal tidak kandas. Lambung Mangkurat heran dibuatnya.

Maka, Raden Putra, putra Raja Majapahit, pun melompat ke air setelah memberi tahu Lambung Mangkurat ada sepasang naga yang membelit kapal. Ketika awak kapal memerika, tak melihat ada naga.

Dua naga itu, kata Raden Putra merupakan pelayan Putri Junjung Buih. Dua naga itu hendak menemui Raden Putra.

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Dukung Pangan Lokal Posko Jenggala Tanam Sagu Setelah Banjir Bandang di Wasior

Di dalam air, Raden Putra menemui dua naga itu. Lalu ia meminta mereka pergi agar kapal bisa berjalan kembali. Maka, Lambung Mangkurat pun menyembah Raden Putra.

Asal bangsanya lebih dari asal bangsanya raja Majapahit, ilmu raja Majapahit, baraninya labih daripada raja Majapahit, parkosanya labih dari parkosa raja Majapahit, kamuliaanya labih daripada kamuliaan raja Majapahit; jaka ia handak, harta labih daripada harta raja Majapahit, martabatnya labih daripada martabat raja Majapahit,” kata Lambung Mangkurat mengenai Raden Putra.

Raden Putra pun kemudian memberi tahu nama aslinya. “Namaku yang sungguhnya adalah Suryanata. Artinya nama itu aku raja matahari,” kata Raden Putra.

Oohya! Baca juga ya: Tiga Capres Pernah ke Grobogan, Ada yang tidak Dikenali Wajahnya, Ada yang Didemo, Ada yang Makan Nasi Pagar

Raja yang menguasai segala yang di darat, segala yang di air. Maka, hanya dialah yang layak menjadi suami Putri Junjung Buih. Lambung Mangkurat pun sujud di kaki Raden Putra, yang kelak menjadi Raja Nagara Dipa atau Nagara Daha menggantikan dua raja sebelumnya.

Wilayah Nagara Daha sekarang menjadi tiga kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu Daha Utara, Daha Barat, dan Daha Selatan. Di sana ada pusaran air yang menjadi pertemuan arus dari tiga sungai.

Lokasinya terletak di Desa Sungai Mandala, Kecamatan Daha Utara. Masyarakat percaya, di dalam pusaran arus inilah Putri Junjung Buih Tinggal.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Hikajat Bandjar, A Study in Malay Historiography karya JJ Ras (1968)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]