Tujuh Pemuda Grobogan Dibuang ke Boven Digoel Ketika Para Pemuda di Batavia Sedang Menyiapkan Kongres Pemuda
Pada saat para pemuda menyiapkan dan melaksanakan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, apa yang terjadi di Grobogan? Pada Agustus 1928, ada tujuh pemuda Grobogan usia 15-29 tahun dibuang ke Boven Digoel.
Pada 1928 itu, orang Belanda di Grobogan ada 293 jiwa dan orang asing nin-Belanda mencapai 5.763 jiwa. Sedangkan orang Indonesia di Grobogan saat itu ada 452.634 jiwa.
Tapi, tidak ada data mengenai ada tidaknya warga Grobogan yang menjadi anggota Dewan Provinsi Jawa Tengah. Pada 1928 tercatat ada 16 anggota yang merupakan orang Indonesia di dewan provinsi itu.
Oohya! Baca juga ya:
Wakil orang Belanda ada empat orang. Wakil orang asing non-Belanda ada tiga orang.
Karesidenan paling penting di Jawa Tengah ada lima: Semarang, Kedu, Pekalongan, Tegal, dan Bagelen. Grobogan masuk wilayah Karesidenan Semarang. Karesidenan yang paling penting ini masing-masing menempatkan dua wakilnya di dewan provinsi.
Di pemerintahan Kabupaten Grobogan pada 1928 itu sedang dibentuk lembaga untuk meningkatkan kesejahteraan pamong praja pribumi. Namanya Sarojo Wilotomo. Ada juga yang menulis Sarojo Wiloetomo.
Lembaga ini digunakan untuk meningkatkan tabungan para anggotanya. Ketika ada amtenar anggota yang pasangannya atau anak-anaknya meninggal dunia, Sarojo Wilotomo memberikan bantuan keuangan.
Oohya! Baca juga ya:
Ons Wapen, Senjata Tabrani yang Membuat Geger Hindia-Belanda pada 1930
Cakupan kegiatan Sarojo Wilotomo kemudian juag diperluas untuk pendidikan anak perempuan pribumi. Maka, didirikanlah sekolah perempuan.
Sejak awal menjadi sebagai bupati, Soenarto mengembangkan sekolah desa. Pada 1933, dari 142 desa yang ada di Kabupaten Grobogan, sudah ada 136 desa yang memiliki sekolah desa.
Bukan pekerjaan mudah mengembangkan sekolah desa ini. Masyarakat Grobogan sangat pasif. Jika tidak ada yang menggerakkan, mereka tidak bergerak.
“Perintah” menjadi kata yang mampu menggerakkan mereka. Adanya perintah itu pula yang membuat lumbung desa dan dana kesejahteraan (kas desa) bisa berkembang di Grobogan.
Bupati Soenarto yang menjabat sejak 1909-1933 memang berkonsentrasi khusus di bidang ini. Maka, ketika di Batavia ad ahiruk pikuk pelaksanaan kongres pemuda, di Grobogan adem ayem saja, karena fokus perhatiannya berbeda.
Memang pada 1926, tahun saat Kongres Pemuda Indonesia Pertama diadakan, di Grobogan juga ada pergerakan. Tapi, pergerakan yang muncul itu berkaitan dengan pergerakan kalangan komunis yang melakukan pemberontahakn pada November 1926.
Ada banyak warga Grobogan yang diciduk polisi Belanda lalu ikut dibuang ke Boven Digoel. Mereka baru diciduk pada 1928.
Oohya! Baca juga ya:
Pada Agustus 1928 ada 51 orang dari Jawa Tengah dibuang ke Boven Digoel. Dari 51 itu, delapan dari Semarang dan 43 dari Grobogan.
Yang dari Grobogan ada tujuh pemuda usia 20-29 tahun. Selebihnya usia 30 tahun ke atas. Mereka anggota dan atau propagandais Sarekat Rakyat Baru.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
De Locomotief, 8 Agustus 1928, 28 Juni 1929, 4-5 Januari 1933
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com