Kendeng

Hutan Jati di Grobogan Jadi Tempat Berburu Anak Raja Majapahit Hingga Sultan Demak, Ini Asal Nama Grobogan

Kompleks pemakaman Joko Tarub dan Bondan Kejawan di Desa Tarub, Tawangharjo, Grobogan. Joko Tarub dan Bondan Kejawan sering berburu di hutan.

Sewaktu anak Raja Majapahit yang dibuang ke Grobogan menginjak remaja, Bondan Kejawan, sering berburu di hutan jati di wilayah Grobogan. Bapak angkatnya yang kemudian menjadi mertuanya, Joko Tarub, semasa remaja juga berburu di hutan Grobogan.

Joko Tarub maiah sering bertapa di hutan. Akhirnya, ia pun mendapat jodoh di hutan, yaitu bidadarai dari Kayangan yang turun ke Grobogan untuk mandi.

Rupanya, Sultan Demak pun, ketika berburu juga mengambil di hutan Grobogan. Sultan Trenggono didampingi para abdi pergi ke Selo untuk berburu binatang hutan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Ons Wapen, Senjata Tabrani yang Membuat Geger Hindia-Belanda pada 1930

Namun ternyata tidak hanya menjadi tempat berburu. Hutan di Grobogan juga menjadi tempat persembunyian para bandit.

Namun di abad ke-19, hutan di Grobogan menjadi tempat persembunyian para pahlawan rakyat yang menentang Belanda. Hutan jati yang berukit-bukit dirasa sebagai tempat yang cocok untuk bersemunyi.

Pada abad ke-19 ini, semasa Perang Diponegoro, Nyi Ageng Serang juga memimpin pertempuran di wilayah Grobogan. Lahir di Serang, desa perbatasan Sragen-Grobogan, Nyi Ageng Serang menikah dengan Pangeran Serang I.

Nyi Ageng Serang yang meninggal pada 1828 masih memiliki darah keturunan dari Sunan Kalijaga. Ki Hadjar Dewantara memiliki daah keturunan dari Nyi Ageng Serang.

Jauh ke belakang, Bupati Grobogan pertama, Tumenggung Martopuro pernah berpura-pura mengejar orang-orang Cina yang melawan Belanda di abad ke-18. Tujuannya agar orang-orang Cina ini bisa bergabung dengan yang lainnay di sebelah utara Demak tanpa harus dicurigai Belanda.

Oohya! Baca juga ya:

Tabrani: Orang yang tidak Bisa Mendapatkan Pekerjaan di Mana pun Mencoba Peruntungan di Bidang Jurnalistik

Mereka harus keluar masuk hutan di Grobogan. Di Demak mereka bergabung dengan orang-orang Cian lasinnya, mempersiapkan diri untuk menyerbu kastil Belanda di Semarang. Bupati Grobogan memimpin penyerbuan itu.

Lalu, bagaimana wilayah tempat tinggal Joko Tingkir, Bondan Kejawan, Ki Ageng Selo dan sebagainya itu mempunyai nama Grobogan. Ceritanya bermula dari runtuhnya Majapahit dan berdirinya Demak.

Di akhir masa Kerajaan Majapahit, Sunan Ngudung memasuki Istana Majapahit. Imam Masjid Demak ini lantas memerintahkan kepad pasukannya untuk mengumpulkanberbagai benda pusaka yang ada di keraton yang sudah kosong itu.

Benda-benda pusaka itu lalu di masukkan ke dalam grobog. Grobog adalah kotak kayu berukuran sedang.

Grobog itu kemudian dibawa pulang ke Demak. Melanjutkan perjalanan setelah beristirahat tak jauh dari Kali Lusi, anak sungai dari Kali Serang, ternyata mereka meninggalkan grobog tanpa sengaja.

Maka tempat grobog tertinggal itu kemudian diberi nama Grobogan. Meski nama Grobogan disebut baru muncul pada masa Kerajaan Demak, namun di cerita-cerita legenda Aji Saka, nama Grobogan juga sudah disebut-sebut.

Oohya! Baca juga ya:

Capres Anies-Ganjar Saling Cuit Gunakan Boso Walikan, di Masa Penjajahan Belanda Penggunanya Ditangkap Polisi

Ketika menceritakan perjalanan pulang Joko Linglung dari laut selatan, Joko Lingkung diceritakan lewat bawah tanah, di antaranya meuncul ke permukaan bumi di Demak. Karena salah alamat, ia masuk lagi ke dalam tanah, lalu muncul lagi di Grobogan, yaitu di Desa Ngembak.

Masuk lagi ke dalam tanah, muncul lagi di Desa Jono, Crewek, Bleduk Kuwu, dan sebagainya baru terakhir muncul di Kesongo, pusat kerajaan Medang Kamulan.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Grobogan (1990/1991)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?

Image

Siapa yang Layak Jadi Pahlawan Nasional dari Grobogan?