Kendeng

Menjadi Bupati Grobogan Selama 24 Tahun, Soenarto Mendapat Pangkat Pangeran dan Penghargaan Songsong Emas

Bupati Grobogan KPA Soenarto pada 1933. Ia menjabat selama 24 tahun sejak Maret 1909.

Masa jabatan Soenarto sebagai bupati Grobogan masih kalah dari pendahulunya, Joedonegoro. Namun, kata koran De Locomotief, mungkin Soenarto satu-satunya bupati di Hindia-Belanda yang diberi hak membawa songsong emas (payung berlapis emas).

Di akhir masa jabatannya, Soenarto mendapatkan kenaikan pangkat menjadi pangeran. Lengkapnya menjadi Kanjeng Pangeran Adipati Soenarto. Pangkat tertinggi untuk seorang bupati.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Soenarto diangkat menjadi bupati Grobogan pada Maret 1909. Ia menggantikan pamannya, Hardjokoesoemo, yang menjadi bupati Grobogan sejak 1901.

Oohya! Baca juga ya: WR Supratman Terbirit-birit Lapor Bos di Loteng, Gembira Lagu ‘Indonesia Raya’ Diterima di Kongres Pemuda

Pendahulu Hardjokoesoemo, Joedonegoro, menjadi bupati Grobogan sejak 1875 dan baru digantikan oleh Hardjokoesoemo pada 1901. Selama 26 tahun.

Soenarto hanya menjabat selama 24 tahun. Ia menyelesaikan masa tugas sebagai bupati Grobogan pada 1933.

Soenarto digantikan oleh Soekarman dari 1933 hingga 1944. Jabatan tertinggi Soekarman adalah tumenggung.

Oohya! Baca juga ya: Selama 80 Tahun Grobogan Dipimpin oleh Bupati dari Dinasti Mertohadinegoro, Ini Jadi Contoh Dinasti Politik

Dari 1864 hingga 1944, hanya ada lima bupati yang memimpin Grobogan. Kesemuanya berasal dari satu garis keturunan Mertohadinegoro, bupati yang menjabat pada 1864-1875.

Tahun 1864 merupakan masa wilayah Grobogan ditingkatkan status administrasinya menjadi kabupaten. Dari empat kabupaten di Karesidenan Semarang, Grobogan menjadi kabupaten dengan wilayah terluas.

Di Jawa Tengah, saat itu Grobogan menempati wilayah terluas kedua. Kabupaten yang paling luas di Jawa Tengah adalah Cilacap.

Setelah Grobogan dilanda bencana kelaparan pada 1849, koran-koran Belanda mendesak pemerintah kolonial agar Grobogan ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten. Hal itu diperlukan agar lebih mudah untuk memperbaiki keadaan.

Oohya! Baca juga ya: Dalam Setahun Penduduk Grobogan Berkurang 90,9 Persen, Asisten Residen yang Perbaiki Keadaan Justru Dimutasi

Pada masa-masa pemulihan setelah bencana kelaparan, ada asisten residen yang bekerja bagus. Namun, banyak perintahnya yang tidak dijalankan oleh Bupati-Pangeran Demak, yang membawahkan Grobogan.

Asisten residen itu bernama Van der Kaa. Ia menjabat sebagai asisten residen Demak-Grobogan pada 1859-1860. Karena kasus inilah, kemudian muncul desakan dari pers untuk meningkatkan status Grobogan menjadi kabupaten.

Selama Mertohadinegoro menjadi bupati, ia dinilai bekerja dengan baik. Demikian pula penggantinya, Joedonegoro.

Hingga kemudian, datanglah masa Soenarto menjadi bupati Grobogan. Liputan media terhadapnya demikian besarnya selama ia menjabat.

Oohya! Baca juga ya: Panas Terik, Para Murid SD di Sumba Timur Ini Harus Berjalan Kaki 20-30 Menit tanpa Payung Naik Turun Bukit

Ia menata pemerintahan desa di pusat pemerintahan, Kecamatan Purwodadi. Desa-desa di kecamatan ini ada yang digabung ada yang dimekarkan.

Lalu, ia bentuk dewan desa atau dewan sesepuh, yang berisi para orang tua. Tugasnya memberi nasihat kepada kepala desa.

Ia mengawali kariernya sebagai jurus tulis di Purwodadi pada 1892. Pada 1898 dipindah ke Semarang, masih sebagai juru tulis. Pada 1902 sebentar menjadi polisi di Semarang, lalu menjadi camat di Srondol.

Oohya! Baca juga ya: Kartosoewirjo Ikut Kongres Pemuda Indonesia Kedua tetapi Bukan Dia yang Bertikai dengan Muh Yamin, Lalu Siapa?

Pada 1903 menjadi camat di Weleri, Kendal. Di Weleri ini ia mengenalkan lumbung desa untuk mengantisipasi datangnya paceklik.

Dengan adanya lumbung itu, para petani memiliki tabungan padi ketika mereka gagal panen. Padi di lumbung itulah yang kemudian dipakai untuk masa paceklik.

Ketika Sonearto menjadi bupati Grobogan, lumbung desa ini juga diperkenalkan di Grobogan. Namun, sebelum sampai pada jabatan bupati, ia masih harus mencadi camat di Kebonbatur pada 1904, menjadi wedana di Singenlor pada 1906.

Oohya! Baca juga ya: Penyelenggara Frankfurt Book Fair (FBF) Dukung Israel Serang Palestina, Ini Pernyataan Ikapi tentang FBF 2023

Dengan lumbung desa, Soenarto tidak hanya memperbaiki ketahanan pangan masyarakat desa. Ia juga memperbaiki perekonomian desa.

Lumbung desa ini, selain menyimpan padi, juga menyimpan uang. Saat ia pensiun pada 1933, setidaknya di setiap desa ada uang tunai dua juta gulden.

Usaha perbaikan dekonomi ini, ia mengembangkan hal yang sudah dilakukan pendahulunya. Di masa Bupati Joedonegoro, ada tradisi cikal-pengantin.

Itu adalah tradisi yang dilakukan muda-mudi yang menikah. Mereka diwajibkan menitipkan dua cikal (bibit kelapa) ke masjid. Nanti suatu saat, bibit kelapa ini bisa diambil lagi untuk ditanam di pekarangan mereka.

Produksi kelapa itu bisa mengatasi kesulitan di banyak desa. Namun, rupanya, kebiasaan itu memudar. Calon pengantin mengganti cikal dengan membayar uang dua sen.

Dana pengganti cikal-pengantin itu dikelola sebagai dana kesejahteraan oleh Soenarto atas izin dari asisten residen. Dana ini jugalah yang digunakan jika ada bencana. Dipakai untuk membeli obat-obatan, makanan, dan sebagainya.

Oohya! Baca juga ya: Membahas Usulan Nama Lokal untuk Nederlandsch Nieuw Guinea, Belanda Tolak Nama Irian

Soenarto juga terus memperbaiki sistem kerja di pedesaan yang dirintis oleh Asisten Residen Van der Kaa pada 1859. Penduduk desa dipekerjakan dengan diberi upah yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Memang masih ada kendala dalam upaya melakukan perbaikan-perbaikan. Kendalanya, masyarakat desa yang pasif.

“Perintah” menjadi kata yang mampu menggerakkan mereka. Itu yang membuat lumbung desa dan dana kesejahteraan (kas desa) bisa berkembang. Soenarto memang berkonsentrasi khusus di bidang ini.

Oohya! Baca juga ya: Suhu Politik Memanas, Puluhan Ribu Orang Berdemo dan Tank-Tank Tentara Dihadapkan ke Istana Merdeka, Ada Apa?

Kesejahteraan amtenar pribumi juga diperhatikan. Pada 1928 dibentuk Sarojo Wilotomo.

Lembaga ini digunakan untuk meningkatkan tabungan para anggotanya Ketika ada amtenar anggota yang pasangannya atau anak-anaknya meninggal dunia, Sarojo Wilotomo memberikan bantuan keuangan.

Cakupan kegiatan Sarojo Wilotomo kemudian juag diperluas untuk pendidikan anak perempuan pribumi. Maka didirikanlah sekolah perempuan. Sekolah desa sudah dikembangkan sejak awal Soenarto menjadi bupati.

Oohya! Baca juga ya: Panas di Istana Negara dan Istana Merdeka, Keturunan Raja Majapahit pun Naik ke Langit-langit Istana

Pada 1933, dari 142 desa yang ada di Kabupaten Grobogan, sudah ada 136 desa yang memiliki sekolah desa. Bukan pekerjaan mudah mengembangkan sekolah desa ini.

Anak-anak desa biasa membantu pekerjaan tani orang tuanya. Jika masa tanam atau masa panen tiba, mereka tidak mungkin masuk sekolah.

Untuk mendukung pertanian ini, bantuan bibit dan pupuk diberikan. Penduduk baru membayarnya nanti jika sudah panen.

Di desa-desa yang mengusahakan garam darat, penduduknya mendangalkan pendapatan dari produksi garam. Oleh karena itu, Soenarto menentang monopoli garam dan pengenaan pajak garam.

Segala usaha Soenarto dilihat pemerintah kolonial. Maka, pada 1913 ia mendapat kenaikan pangkat ario. Lalu pada 1920 mendapat kenaikan pangkat adipati.

Bahkan, ia diangkat menjadi perwira Orde Oranye Nassau pada 1923. Ini adalah orde kekesatriaan Kerajaan Belanda yang didirikan oleh Ratu Emma pada 1892.

Oohya! Baca juga ya: Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Bahasa Indonesia Diciptakan Memang untuk Menjaga Kebinekaan

Pada 1928 Soenarto mendapat bintang emas. Lalu pada 1933 diberi kenaikan pangkat pangeran dan berhak membawa songsong emas.

Tradisi songsong emas ini sudah sangat tua usianya. “Mungkin sudah ada sejak pertama kali bersentuhan dengan orang Tionghoa,” tulis De Locomotief.

Songsong emas ini, biasai dipakai oleh para pejabat Belanda pada Hindia Belanda. Ia merupakan tanda keagungan yang sangat digemari.

Oohya! Baca juga ya: Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Mengingat Kembali Protes 1.000 Guru di Aceh

Mengenai penghargaan songsong emas untuk Soenarto, De Locomotief menulis, “Ini adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda dan hanya dalam kasus luar biasa.” Songsong emas biasa dipakai di negara kerajaan oleh pangeran adipati.

“Kami yakin RAA Soenarto juga satu-satunya bupati yang mendapat penghargaan setinggi itu,” tulis De Locomotief.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- De Locomotief, 4-5 Januari 1933, 13 Juni 1933, 11 Oktober 1938,
- Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, 29 September 1905

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam