Pitan

Panas di Istana Negara dan Istana Merdeka, Keturunan Raja Majapahit pun Naik ke Langit-langit Istana

Istana Negara pada 1888. Di masa penjajahan Belanda disebut Istana Rijswijk. Pada tahun 1970-an, karena berasa panas, keturunan Raja Majapahit pun naik langit-langit Istana.

Saat ini, suhu udara di berbagai daerah bisa mencapai 44 derajat Celsius. Jakarta pun ikut panas. Di masa Orde Baru, Istana Merdeka dan Istana Negara pernah merasakan suhu udara yang panas.

“Setiap kali ada acara di Istana, semua orang pada kipas-kipas karena kepanasan,” ujar Ibu Negara Tien Soeharto, yang merupakan keturunan raja Majapahit itu. Itu terjadi pada tahun 1970-an.

Istana Negara dan Istana Merdeka merupakan bangunan peninggalan Belanda. Ini dulu merupakan istana Gubernur Jenderal Hindia-Belanda tinggal dan berkantor.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Bahasa Indonesia Diciptakan Memang untuk Menjaga Kebinekaan

Tapi, tak semua gubernur jenderal tinggal di sini. Pengelana Amerika Serikat Eliza Ruhamah Scidmore pada 1899 memiliki catatan mengenai perilaku orang Belanda di Jawa, termasuk gubernur jenderalnya.

Menurut Scidmore, kelakuan buruk orang-orang Belanda di Jawa 10 kali lipat lebih tinggi daripada kelakuan orang-orang Belanda di negerinya sendiri. Orang Belanda yang tinggal di Jawa disebut Scidmore berpikiran sempit, kolot, dan licik.

Scidmore mencatat, Gubernur Jenderal Hindia Belanda lebih senang menghabiskan waktunya di Istana Bogor. Padahal ia digaji sebesar 100 ribu dolar.

Oohya! Baca juga ya: Cek Titik Api Dikira Lokasi Kebakaran Hutan, Petugas Polres Grobogan Pernah Kecele Saat Tiba di Lokasi

Jumlah gaji itu, dua kali lipat lebih tinggi dari gaji Presiden Amerika Serikat. Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pun mendapat tunjangan hiburan 60 ribu dolar per tahun.

Gubernur Jenderal Hindia-Belanda itu sesekali ke Batavia. Ia, kata Scidmore, baru akan ada di istananya di Batavia jika ada acara kenegaraan.

Pada 1919, sindiran atas perilaku gubernur jenderal yang lebih suka tinggal di Bogor juga diucapkan oleh Tjokroaminoto. Saat itu Sarekat Islam sedang mengadakan kongres di Surabaya. EFE Douwes Dekker menjadi salah satu pembicara.

Oohya! Baca juga ya: Generasi Muda Perlu Menyeru kepada Calon Pemimpin Bangsa Mengenai Agenda Penanganan Perubahan Iklim

Saat Douwes Dekker hendak maju ke mimbar, sambutan dari peserta kongres begitu riuh. Tjokroaminoto pun perlu menenangkan situasi agar Douwes Dekker bisa segera memulai pidatonya.

Tjokroaminoto cukup meminta peserta untuk tidak bertepuk tangan riuh. Karena, kata Tjokwoaminoto, hal itu akan membuat orang yang tidur di Buitenzorg (Bogor) terbangun dari tidur nyenyaknya.

Mengapa Gubernur Jenderal Hindia-Belanda tidak suka tinggal di Istana di Batavia? Apakah saat itu Batavia sudah panas juga? 

Entahlah. Belum mendapati referensi yang menjelaskannya.

Tapi yang jelas, pada 1970-an itu, Istana Negara dan Istana Merdeka berasa panas. Maka, Ibu Tien pun lalu meminta bantuan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Ir Sutami. Sutami menjabat pada 1973-1978.

Sutami diminta membuat rancangan pemasangan AC di Istana Merdeka dan Istana Negara. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi Istana, Sutami melaporkan jika bangunan Istana tidak bisa dipasangi AC.

Oohya! Baca juga ya: Berkemah di Hutan Desa Pertama di Tanah Papua, Anak Muda Adat Menyeru Penyelamatan Hutan

Namun, Ibu Tien tetap meminta dicarikan cara agar AC bisa dipasang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih seksama, ada lubang-lubang gibs yang dipasang di pinggir langit-langit Istana.

Diperkirakan, lewat lubang-luang itulah hawa sejuk dari AC bisa disalurkan. Ada harapan untuk dipasangi AC.

Melihat ada secercah harapan itu, Ibu Tien pun bersemangat untuk memeriksa sendiri lubang-lubang itu. Ia pun naik ke langit-langit Istana untuk melihatnya langsung.

 

Oohya! Baca juga ya: Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua

Setelah dipasangi AC, tamu-tamu undangan yang datang untuk menghadiri suatu acara di Istana, tidak perlu lagi membawa kipas. Meski penuh orang saat menghadiri peringatan hari besar Islam, misalnya, atau menghadiri acara-acara pelantikan, mereka tidak lagi merasa kegerahan.

Pembenahan pun dilakukan untuk Istana. Lampu Kristal seberat 500 kilogram dipesan dari Cekoslovakia pada 1975. Ada 350 titik lokasi pemasangan lampu Kristal dan di malam hari memperindah Istana.

Oohya! Baca juga ya: Anak-Anak Muda Sangihe Bertekad Pertahankan Pulau Sangihe, tidak Boleh Ada Perusakan

Meski telah mempercantik Istana, Ibu Tien Soeharto yang merupakan keturunan ke-20 dari Raja Majapahit Brawijaya V ini tetap berkantor di rumah, yaitu di Jalan Cendana.

Ibu Tien menjadi keturunan Raja Majapahit dari garis keturunan Bondan Kejawan. Bondan Kejawan semasa kecil dibuang ke Grobogan.

Bondan Kejawan kemudian menjadi menantu Joko Tarub (Ki Ageng Tarub). Bondan Kejawan memiliki cucu bernama Ki Ageng Selo.

Ki Ageng Selo yang menjadi guru mengaji Joko Tingkir, kemudian menurunkan raja-raja Mataram Islam. Ibu Tien menjadi keturunan ke-17 dari Ki Ageng Selo dari garis keturunan Mangunegoro I.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Deli Courant, 3 November 1919
- Java, The Garden of East karya Eliza Ruhamah Scidmore (1993, cetakan kelima).
- Ki Ageng Selo karya T Wedy Utomo (1981)
- Sarekat Islam Congres (4e Nationaal Congres) 26 Oct – 2 Nov 1919 te Soerabaia (1920)
- Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia karya Abdul Gafur (1992)

Oohya! Baca juga ya: Semula Bantu Inggris Taklukkan Jawa, Banyaknya Candi di Jawa Jadi Dalih Tentara Sepoy untuk Melawan Inggris

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]