Sekapur Sirih

Hiruk Pikuk Pilpres 2024, Sejuta Kabut di Depan Para Pemuda

Para pemuda sedang menatap kabut yang menutupi permukaan Danau Maninjau.

Mari kita membuka kembali pidato Sugondo Joyopuspito ketika membuka Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Ia menyebut, para pemuda sengaja membentuk organisasi kepemudaan karena “Budi Utomo tidak memuaskan untuk anak-anak yang termuda sekali.”

Itulah sebabnya, pada 1915 berdiri Tri Koro Darmo, yang kemudian diubah namanya menjadi Jong Java. Itulah sebabnya berdiri pula Jong Sumatranen Bond. Dan seterusnya.

Lalu, Sugondo menceritakan langkah Tabrani bersama Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 1926. Di kongres ini digelorakan cita-cita persatuan Indonesia untuk Indonesia Raya. Ditegaskan bahwa putra Indonesia untuk Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Pencetus Bahasa Indonesia Berdarah Santri Madura Itu Pernah Dicap Murtad oleh Kiainya

Pada saat itu, ada kaum unitarialisten dan federalisten. Apa itu unitarialisten dan federalisten?

Kaum unitarialisten, kata Sugondo, adalah para pemuda yang mendukung berbagai organisasi pemuda bergabung menjadi satu organisasi saja. Sedangkan kaum federalisten adalah, kata Sugondo, “Kaum bersatu yang masih melulukan adanya perhimpunan-perhimpunan.”

Apa itu melulukan? Dalam bahasa Jawa, puja-puji itu disebut lulu. Segala sesuatu yang dilakukan untuk membuat orang lain senang hati, dalam bahasa Jawa disebut lulu.

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Ternyata di Masa Lalu Orang Jawa Juga Makan Papeda dengan Garang Asem

Sekarang kita mengenalnya dengan kata mengelu-elukan. Namun, menurut KBBI yang benar adalah mengelukan, yang memiliki dua makna, salah satunya adalah: menjemput (menyambut) dengan meriah kedatangan tamu dan sebagainya.

Mari kembai ke Tabrani dan Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang sedang dibahas Sugondo. Kongres itu terbentuk setelah Jong Java mengundang organisasi lain untuk membahas cita-cita persatuan Indonesia.

Kongres Pemuda Indonesia Pertama memang ditujukan untuk membahas rencana fusi berbagai organisasi pemuda yang ada sata itu. Tujuannya agar organiasi-organiasi pemuda tidak berkembang menjadi organiasi yang mementingkan primordialisme.

Oohya! Baca juga ya: Santri Ini Jadi Bupati Grobogan Pertama yang Bergelar Haji, Sejak Zaman Mataram Bupati Grobogan Bergelar Raden

Selain itu, kata Sugondo, mengutip Tabrani, “Adapun sifat pergerakan pemuda-pemuda itu tidak campur sama pergerakan ketua-ketua karena katanya yang tua-tua itu mempolitik si muda!”

Sampai di titik ini, kita boleh bertanya. Adakah sekarang orang-orang tua yang “mempolitik si muda” untuk Pilpres 2024?

Misalnya dengan cara mengabaikan syarat batas usia untuk menjadi capres-cawapres lewat putusan pernah atau sedang menjadi kepala daerah. Misalnya dengan cara mencalonkan anak-menantu mumpung kesempatannya sedang terbuka lebar.

Sekarang, mari kembali ke tahun 1910-1920-an. Para pemuda itu membentuk organisasi pemuda bukan karena didorong-dorong oleh yang tua-tua dengan dalih mempersiapkan alih generasi. Para pemuda itu mengadakan Kongres Pemuda Indonesia Pertama dan Kedua juga bukan karena didorong-dorong oleh yang tua-tua dengan dalih memberi kesempatan yang muda untuk tampil.

Mereka membentuk organisasi pemuda agar tidak dipolitisiasi oleh yang tua-tua juag bergabung dengan “pergerakan ketua-ketua”. Arti “ketua-ketua” di sini, yang dimaksudkan pada masa itu adalah kaum tua.

Di rapat tanggal 15 November 1925 para pemuda dari berbagai organisasi sepakat menunjuk Tabrani sebagai ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Penunjukkan itu juga tidak didasari oleh pandangan bahwa Tabrani adalah anak pejabat ini atau itu.

Oohya! Baca juga ya: Ada Bupati Grobogan Keturunan Mertohadinegoro yang Hidupnya Berakhir Tragis Setelah Indonesia Merdeka

Tabrani hanyalah anak pamong praja biasa di Madura. Tabrani memang sudah memperilihatkan sikap berani sejak kecil.

Apalagi, di Jong Java Tabrani menjadi yang terdepan meneriakkan persatuan Indonesia. Padahal, ide pembentukan Jong Java adalah untuk Jawa Raya (Jawa-Madura-Bali), bukan untuk Indonesia Raya.

Melenting ke 1945, ketika Sukarno-Hatta diputuskan untuk menjadi presiden dan wakil presiden di sidang BPUPKI, juga bukan karena Sukarno anak Si Anu, bukan karena Hatta anak Si Inu. Lalu mengapa sekarang para tetua gembira menyorongkan anak Si Anu dengan dalih demi kepentingan bangsa?

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle Hari Ini, Ternyata Hutan Penyedia Bahan Makanan Lezat Ini Sudah Ada di 13 Provinsi

Apakah pandangan para pemuda sekarang berkabut, selalu harus dituntun oleh para orang tua? Pelan-pelan terdengar senandung Iwan Abdurrahman dalam "Sejuta Kabut" yang diputar anak muda di pojok belakang bus Transjakarta:

Sejuta kabut turun perlahan
Merayapi jemari jalanan
Meratap melolong lalu menjauh
Menggoreskan kesan ngeri di hati

Perlu "bekal matahari, yang menyala, yang membara" untuk menyingkirkan kabut itu. Seperti matahari akhir-akhir ini.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Darmo Kondo, 31 Oktober 1928

Berita Terkait

Image

Bahasa dan Dasar Kebangsaan Indonesia

Image

Gara-gara Yamin, Peserta Kongres Pemuda Dikira dari Seluruh Indonesia

Image

Apakah Peserta Kongres Pemuda Indonesia Datang dari Seluruh Indonesia?