Kendeng

Kasus Pajak, Samin: Kerbau Besar Lepaskan, Apa Maksudnya?

Rakyat pati demonstrasi untuk menurunkan Bupati Pati karena menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 250 persen. Pendemo mengikuti ajaran Samin: kerbau besar lepaskan. Sumber:antara/republika

Warga Pati memenuhi tantangan Bupati Pati yang tak takut didemo oleh 50 ribu orang setelah menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) 250 persen. Bupati dipilih oleh rakyat, wajar jika kemudian rakyat menuntutnya mundur dari jabatannya.

Warga Pati benar-benar menjalankan slogan Samin yang terkenal di awal tahun 1900-an: Kebo brujul lebokna, kebo branggah tokno utawa olekno (Kerbau pembajak masukkan ke kandang, kerbau besar lepaskan atau pulangkan). Samin yang tinggal di Kediren, Randublatung, Blora, itu bersama 3.000 pengikutnya dulu dikenal menolak membayar pajak.

Samin menyebarkan ajarannya sejak 1896, lalu pada 1906 bersama delapan pengikut utamanya ditangkap Belanda, kemudian diasingkan ke Padang. “Perlawanan pasif semakin berkembang dan segera mencapai puncaknya, terutama di Kabupaten Pati,” tulis Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 3 Desember 1914.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Rabu, 27 Februari 1906, Samin dipanggil menghadap bupati. Seperti sebelum-sebelumnya, Samin selalu mematuhi panggilan itu. Dalam perjalanannya ke Blora, rombongan Samin ditangkap satu per satu.

Mereka tampaknya terkejut, sehingga tak ada perlawanan. Pada Rabu malam, mereka dipindahkan ke penjara di Blora dan keesokan harinya ke penjara di Rembang. Pada 1907 Samin bersama delapan pengikutnya dibuang ke Padang, ia meninggal pada 1914 di Padang.

Pengikut Samin tersebar di Blora, Rembang, Pati bagian selatan, Grobogan bagian timur, dan Bojonegoro di sebelah timur Blora. Rendablatung wilayah tinggal Samin berada di Blora bagian barat, dekat dengan Rembang, Pati, dan Grobogan.

Perlawanan pasif ala Samin ternyata tidak mati setelah ia diasingkan. Jumlah pengikutnya pada 1914 di diperkirakan mencapai sekitar 6.000 hingga 8.000 orang, angka perkiraan di Blora saja.

Bagi Samin, seperti dikutip koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 15 Maret 1907, kebo brujul ia ibaratkan sebagai orang Jawa dan kebo branggah ia ibaratkan sebagai orang Belanda dan pejabat pribumi yang tunduk kepada Belanda.

Orang Jawa harus menggantikan mereka, sebab mereka membebani rakyat dengan berbagai pungutan pajak. Salah satu pengikut Samin, mantan carik desa, ditangkap polisi Blora gara-gara menyembelih tiga ekor sapi tanpa membayar pajak. Ia lalu didenda 15 gulden.

Pejabat Belanda dan pejabat pribumi yang melayani pemerintahan kolonial Belanda disebut sebagai berandal (orang nakal), karena memaksa orang membayar pajak. Doktrin yang diajarkan Samin kepada para pengikutnya, tidak hanya menolak bayar pajak.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com