Egek

Papeda Jadi Google Doodle Hari Ini, Ternyata Hutan Penyedia Bahan Makanan Lezat Ini Sudah Ada di 13 Provinsi

Papeda, makanan khas Papua dan Maluku yang dibuat dari tepung sagu, menjadi Google Doodle hari ini.

Ada garpu kayu yang sedang mengambil papeda dari mangkuk. Di sebelahnya ada mangkuk ikan kuah kuning. Itulah menu lezat yang menjadi Google Doodle hari ini.

Google Doodle berupa gambar papeda itu mengingatkan betapa pentingnya makanan lokal dan ketahanan pangan di Indonesia. Karena itu, anak muda adat dari Tambrauw, Berto Yekwan, menyambut Google Doodle itu dengan berucap,"Terbaik."

Mengapa hari ini, padahal Papua menetapkan Hari Sagu pada 21 Juni? Pada 20 Oktober 2015, Unesco menetapkan papeda sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. Papeda dibuat dari tepung sagu, disantap bersama ikan kuah kuning ataupun kuah bening.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Daya Tahan Tubuh Orang Papua Terbantu oleh Protein Tambelo, Ulat Sagu, dan DNA Denisovan

Di beberapa tempat makan papeda di Jakarta, papeda dengan ikan kuah kuning harganya bisa mencapai di atas Rp 80 ribu. Eh, Mendagri Tito Karnavian mengimbau kepada masyarakat agar mengganti nasi dengan, antara lain: sagu.

Di Maluku dan Papua, masyarakat adat setiap hari mengonsumsi papeda tanpa harus membelinya. Mereka mengolah tepung sagu yang didapat dari pohon sagu di hutan mereka.

Oohya! Baca juga ya:

Statistik Peribahasa

Masyarakat adat Moi di Malaumkarta sedang memangkur sagu di rumah sagu di hutan sagu.

Ketika Mendagri berani mengeluarkan imbauan itu karena harga beras yang melambung, seharusnya ia memikirkan jumlah pasokan sagu yang ada di Jawa. Ia mengeluarkan imbauan itu untuk siapa?

Oohya! Baca juga ya:

Mengenal Pangkur. Bukan Tembang Jawa/Sunda Lho Ya, Melainkan Alat Pencacah Batang Sagu

Jika imbauannya untuk masyarakat di Papua, tanpa diimbau pun masyarakat adat Papua sudah makan papeda setiap hari. masyarakat adat Moi, di Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong, misalnya, per tahun rata-rata mengonusumsi 38,4 noken sagu.

Itu data survei 1918. Survei dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Pusat Studi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Satu noken bisa berisis 15-20 kilogram sagu. Artinya, setiap keluarga di masyarakat adat Moi mengonsumsi sagu berkisar 576-768 kilogram sagu per tahun. Tidak perlu beras lagi.

Meski papeda berasal dari Indonesia timur (Maluku-Papua), bukan berarti sagu semata hanya ada di Maluku dan Papua. Menurut data Kemenko Perekonomian 2020, hutan sagu tersebar di 13 provinsi.

Oohya! Baca juga ya:

Menjadi Bupati Grobogan Selama 24 Tahun, Soenarto Mendapat Pangkat Pangeran dan Penghargaan Songsong Emas

Meli Kalami mengolah hasil pangkuran batang sagu menjadi pati sagu.

Luasnya mencapai 5,5 juta hektare. Memang yang terluas masih di di Tanah Papua, mencapai 85 persennya.

Industri sagu di Kepulauan Riau bahkan sudah mengekspor tepung sagu. Ada 62 ribu hectare lahan gambut di Kabuapaten Meranti, Kepulauan Riau, yang ditanami sagu.

Menurut data Kemenko Perekonomian 2020, ekspor tepung sagu ke Jepang, Malaysia, Vietnam, India, dan Thailand, mencapai 26.600 ton pada 2019. Nilainya mencapai Rp 108,89 miliar.

Priyantono Oemar

Berita Terkait

Image

Berapa Sekedup Unta yang Bawa Jamaah Haji Indonesia ke Makkah?

Image

Kenapa Baju Calhaj Indonesia Kudu Diasapi di Pulau Kamaran, Yaman?

Image

Banyak Warman Jadi Raja di Indonesia Dulu, Siapa Mereka?