Lincak

De Kock Sukses Tipu Diponegoro, Mengapa Batal Jadi Gubernur Jenderal?

Hendrik Markus De Kock pernah menjadi calon kuat gubernur jenderal Hindia Belanda pada masa Perang Jawa. Sukses melakukan tipu daya terhadap Diponegoro, tetapi ia batal menjadi gubernur jenderal.

Sewaktu Hendrik Markus De Kock diangkat menjadi kepala perlengkapan kapal Angkatan Laut di Hindia Belanda pada 1806, Diponegoro baru berusia 21 tahun. De Kock 26 tahun.

Keterampilannya membuat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Albert Wiese benar-benar memerlukan tenaganya. Ia kemudian menikahi keponakan istri Wiese dan kelak berhasil melakukan tipu daya terhadap Diponegoro.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada 1828 De Kock menjadi calon kuat pengganti Gubernur Jenderal Du Bus. Mengapa ia batal menjadi gubernur jenderal?

Oohya! Baca juga ya:

Bicara Simbol, Beda Jokowi dengan Sunan Kudus dalam Membangun Kota

De Kock bertugas di Hindia Belanda sejak 1806. Ketika pecah Perang Jawa, De Kock yang sudah berpangkat letnan jenderal  mendapat tugas memulihkan keamanan di Yogyakarta sejsk 26 Juli 1825.

Sebelumnya ia menjadi gubernur di Maluku. Ia pernah pula menjadi ketua komisi penghematan, yang sukses mengumpulkan tiga juta gulden.

Ia harus menjalin komunikasi di keraton Yogyakarta dan Surakarta. Ketika Perang Jawa makin meluas, De Kock "terkurung" di keraton Surakarta.

Prajurit Diponegoro telah merebut Yogyakarta dan membunuh orang-orang Eropa. Benteng Vrebeburg telah dirusak oleh prajurit Diponegoro.

Oohya! Baca juga ya:

Putri Cempa Jadi Istri Raja Majapahit dan Ibu Raden Patah, di Manakah Lokasi Cempa Negeri Asal Penyebar Islam di Jawa Itu?

Pada 30 September 1828, De Kock mengerahkan 2.500 prajurit mengepung Selarong, markas Diponegoro. Tapi De Kock kecele, karena tak ada pertempuran besar di Selarong.

Prajurit Diponegoro telah meninggalkan Selarong sebelum De Kock tiba. Gubuk-gubuk telah kosong.

Pada 1 Januari 1826 De Kock mendapat perintah menggantikan posisi Gubernur Jenderal Van der Capellen. Tapi ia menganggapnya hanya menjadi pejabat sementara sebelum gubernur jenderal definitif tiba di Batavia.

Ia kemudian menyerahkan komando tentara kepada Mayor Jenderal Van Geen. De Kock memikirkan cara lain untuk menaklukkan Diponegoro, tidak dengan cara menyerbu tetapi dengan cara mengambil hati rakyat Jawa.

Dibangunlah benteng-benteng sementara di berbagai tempat. Benteng-benteng itu untuk memutus gerak pasukan Diponegoro dan mengambil hati penduduk di sekitar benteng.

Pada 3 Februari 1826  Leonard du Bus tiba di Batavia. Kedatangan Du Bus mengakhiri tugas De Kock sebagai gubernur jenderal sementara. De Kock menilai Du Bus tidak bisa menjalankan tugas sebagai gubernur jenderal secara adil.

Oohya! Baca juga ya:

Sultan Agung Didampingi Para Penghulu yang Gagah dan Berjenggot Panjang, untuk Apa?

Du Bus nendapat tugas dari Raja Belanda untuk mengumpulkan uang dari Hindia Belanda. De Kock tak bisa berhemat ketika harus memulihkan keamanan di Jawa.

De Kock kemudian berkonflik dengan Du Bus, sehingga ia memilih tinggal di Magelang daripada di Batavia. Du Bus menaruh kecurigaan besar kepada De Kock.

Ketika De Kock membiarkan perayaan ulang tahun Raja Belanda di Jawa, Du Bus membatalkan perayaan di Batavia dan Buitenzorg dengan alasan demi penghematan.

Usaha kerasnya menyenangkan orang Jawa membawa banyak pengikut Diponegoro yang menyerahkan diri. Ketika Diponegoro sudah merasa kehilangan pengikut, ia mengajak berdialog.

Diundanglah Diponegoro ke Magelang. De Kock menyambutnya dengan sangat ramah.

Oohya! Baca juga ya:

Alwi Dahlan Pernah Menatar P4 Para Pejabat Kazakhtan, Meninggal Pagi Ini

Tipu-tipu ini berhasil memperdaya Diponegoro. Ketika Diponegoro bersilaturahim pada hari kedua Lebaran, De Kock tak lagi ramah.

Ia tak mengizinkan Diponegoro pulang ke pesanggrahan. De Kock mengirim Diponegoro ke Batavia

De Kock sebenarnya adalah sosok yang keras kepala pada pilihan yang telah ia tentukan: dalam jalur sistem yang benar. Tapi ia  mendapat permintaan pribadi dari gubernur jenderal baru yang merupakan sahabatnya dan yuniornya, Van den Bosch, untuk menyimpang dari sistem.

Maka ia pun menyatakan siap sepenuhnya menjalankan tugas dengan prinsip "tidak ada pejabat, baik sipil atau militer, yang bebas untuk memegang prinsip konstitusional selain yang ditentukan oleh raja".

Sebelum Raja Belanda menunjuk Van den Bisch sebagai pengganti Du Bus pada Oktober 1828, De Kock adalah nama yang dipegang Raja sebagai calon kuat pengganti Du Bus. Tapi keberhasilan Van den Bosch di Suriname telah membuat Raja terkesan.

De Kock yang keras kepala dalam perang dan lembek menjalankan kebijakan pertanian di Jawa membuat Raja menjadi ragu kepadanya. Maka Raja memilih Van den Bosch sebagai gubernur jenderal baru.

Oohya! Baca juga ya:

Resep Minuman dari Sultan Agung, Cocok untuk Bulan Puasa?

Van den Bosch berangkat ke Hindia Belanda pada Juli 1829. Program pertanian yang ia sudun membuar Raja senang. "Saya akan melupakan senioritas saya sebagai letnan jenderal," kata De Kock dalam suratnya untuk menyambut kedatangan Van fen Bosch.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Pembalasan Dendam Diponegoro, karta Martin Bossenbroek (2023)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam