Satu Pesantren di Grobogan Jadi Kristen, Cucu Sang Kiai Kelak Jadi Pendeta
Perawakan Basoeki Probowinoto besar, ada wajah-wajah Arab, sehingga banyak orang menduga pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) ini berasal dari Nusa Tenggara Timur. Padahal, kakek Basoeki berasal dari Demak, yang ikut perang dalam Perang Diponegoro.
Setelah Diponegoro ditangkap Belanda, banyak pengikut Diponegoro mendirikan pesantren, termasuk salah satu pendakwah dari Demak itu. Pendakwah dari Demak itu mendirikan pesantren di Desa Klampok, sekarang masuk wilayah Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan.
Basoeki Probowinoto adalah cucu kiai pendiri pesantren di Desa Klampok itu. Bagaimana ia memiliki wajah mirip wajah Arab?
Begini ceritanya, yang disarikan dari buku biografi Basoeki yang ditulis oleh Nico L Kana dan N Daldjoeni. Judulnya Ikrar & Ikhitar dalam Hidup Pdt Basoeki Probowinoto yang diterbitkan pertama kali pada 1987.
Mungkin Basoeki memang ada keturunan Arab. Sebab, dulu banyak orang Arab tinggal dan kawin-mawin di Demak. Ada yang menjadi pedagang, ada pula yang menjadi pendakwah.
Jika kakek Basoeki Probowinoto seorang kiai, bagaimana mungkin Basoeki Probowinoto menjadi pendeta? Basoeki Probowinoto lahir di Desa Tlogomulyo, sekarang masuk wilayah Kecamatan Gubuh, Grobogan.
Oleh kakek Basoeki, ayah Basoeki diberi nama Rahmat. Tapi, ketika Basoeki lahir pada 1917, ayahnya sudah dipanggil orang dengan nama Pak Mateus.
Ayahnya yang bekerja sebagai carik desa itu sudah masuk Kristen. Jadi, Basoeki menjadi pemeluk Kristen sejak kecil. Bagaimana Rahmat bisa masuk Kristen jika ayahnya adalah kiai pengasuh pesantren?
Ketika Mateus meninggal pada 1921, istri Mateus, Rokajah, membawa keluarganya pindah ke Purwodadi. Rokajah dinikahi Mateus ketika masing-masing sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya.
Mateus duda dengan dua anak, Rokajah janda dengan dua anak. Pernikahan Mateus – Rokajah melahirkan anak antara lain, Sritiati dan Basoeki.
Di Purwodadi, Rokajah lalu menjadi bidan di rumah sakit yang dikelola oleh zending gereformeerd. Basoeki dan saudaraa-saudaranya sekolah di Purwodadi.
Dua kakak Basoeki disekolahkan di Hollandsch Zending School (HZS) yang ada di Purwodadi. Bahasa pengantarnya bahasa Belanda.
Tapi, Basoeki disekolahkan di Christelijke Tweede Inlandsche School yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa. Rokajah menginginkan Basoeki bisa membaca dan menulis huruf Jawa.
Basoeki kemudian melanjutkan ke sekolah guru di Solo, lalu lanjut ke sekolah teologi di Yogyakarta. Ia selalu lompat kelas. Sekolah dasar yang seharusnya ia jalani selama lima tahun ia selesaikan dalam waktu empat tahun.
Dari Tweede School (Sekolah Ongko Loro) Basoeki .... (lihat halaman selanjutnya)