Putri Cempa Jadi Istri Raja Majapahit dan Ibu Raden Patah, di Manakah Lokasi Cempa Negeri Asal Penyebar Islam di Jawa Itu?
Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V memiliki istri dari Cempa atau Campa. Ia dikenal sebagai Putri Cempa, meninggal pada 1448 Masehi.
Putri Cempa inilah yang pada saat sedan hamil diserahkan kepada Arya Damar, penguasa Palembang. Lahirlah darinya Pangeran Jimbun yang kemudian dikenal sebagai Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak.
Sudah sejak lama Majapahit memiliki hubungan baik dengan Cempa. Sebelum Putri Cempa dibawa ke Majapahit, sebelumnya telah ada dua perempuan Cempa dan seorang adik laki-laki yang pergi ke Majapahit.
Oohya! Baca juga ya:
Alwi Dahlan Pernah Menatar P4 Para Pejabat Kazakhtan, Meninggal Pagi Ini
Pada pertengahan abad ke-15, ada dua bersaudara perempuan Cempa pergi ke Majapahit. Mereka meninggalkan Cempa untuk menghindari Raja Annam yang menduduki ibu kota Cempa.
Perempuan kakak beradik ini kemudian menjadi pemuka Islam di Gresik dan Surabaya. Pejabat-pejabat Majapahit mengakui keberadaan mereka.
Dari sinilah Cempa disebut sebagai daerah asal para penyebar Islam di Jawa pada mula-mula. Sunan Ampel, yang semula bernama Raden Rahmat, adalah adik dari dua perempuan kakak beradik yang melarikan diri dari Cempa itu.
“Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung dalam kota Surabaya tempat ia dimakamkan; mungkin ia pernah tinggal di sana,” kata Dr HJ de Graaf dan Dr Th G Th Pigeaud.
Sunan Ampel dijadikan oleh imam di Surabaya oleh pecat tandha terung, Arya Sena. Pecat tandha adalah sebutan untuk pejabat wilayah pusat lalu lintas di Kerajaan Majapahit.
Oohya! Baca juga ya:
Mengapa Sultan Agung Minta Maaf kepada JP Coen dan Minta Hadiah Pinang Sirih?
Di manakah lokasi Kerajaan Cempa itu? Menurut de Graaf dan Pigeaud, wilayah pelabuhan di Sumatra bagian utara telah mengenal Islam pada abad ke-13. Di sana ada Kerajaan Cempa, dengan raja terakhir bernama Pau Kubah.
Penduduk Cempa dikenal tidak makan daging sapi dan juga tidak menyembelih sapi. Ini karena semula Cempa merupakan wilayah tkalukan Majapahit.
Cempa ditaklukkan oleh Kerajaan Annam di Vietnam. Banyak orang Cempa melarikan diri, termasuk dua putra Raja Cempa Pau Kubah.
Yang pertama Pau Ling, berhasil melarikan diri ke Aceh. Sedangkan yang kedua, Indra Berma, meminta suaka kepada Raja Malaka Sultan Mansur.
Raden Rahmat dan dua kakaknya sudah berada di Majapahit ketika Cempa berperang melawan Kerajaan Kuci, sebelum Annam menyerang Cempa. Putri Cempa dibawa ke Majapahit oleh keluarga Majapahit saat Brawijaya V masih menjadi putra mahkota.
Rupanya, Putri Cempa ini memang hadiah untuk putra mahkota Majapahit. Sebab, kepergiannya ke Majapahit yidak dengan tangan kosong.
Oohya! Baca juga ya:
Sultan Agung Didampingi Para Penghulu yang Gagah dan Berjenggot Panjang, untuk Apa?
Bersamanya disertakan pula gong Kiai Sekar Delima, kereta kuda tertutup bernama Kiai Bale Lumur, pedati sapi bernama Kiai Jebat Betri. Tapi oleh Brawijaya ia kemudian dihadiahkan kepada penguasa Palembang. Darinya, lahirlah Raden Patah.
Barang-barang ini kemudian menjadi barang-barang berharga di Keraton Mataram setelah Majapahit dan Demak surut kekuasannya. Barang-barang itu semual dibawa dari Majapahit ke Demak.
Ketika Mataram menyerbu demak, barang-barangitu kemudian dibawa ke Mataram. Barang-barang itu semacam mas kawin yang diberikan kepada Kerajaan Majapahit oleh Kerajaan Cempa.
“Dr Rouffaer berdasarkan dugaan-dugaan telah mengidentifikasi cempa atau Campa itu dengan jeumpa di Aceh, di perbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Dr Cowan memperkuat hipotesis ini dalam resensinya mengenai RA Kern,” kata De Graaf dan Pigeaud.
Oohya! Baca juga ya:
Penulis Minang Ini Punya Trik Jitu Ikut Tarawih 21 Rakaat
Rute perjalanan orang-orang suci Islam dari Arab ke Jawa memperkuat dugaan bahwa Cempa adalah Jeumpa. Rutenya: Aceh, Pasai, Campa, Johor, Cirebon.
“Apabila Cempa ( = Jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalannya lebih masuk akal,” kata De Graaf dan Pigeaud.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, karya Dr HJ de Graaf dan Dr Th G Th Pigeaud (1985)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]