Lincak

Ini Dia Pemuda Istimewa, Satu-satunya Pemuda yang Berpidato di Dua Kongres Pemuda Indonesia

Laporan asli Kongres Pemuda Indonesia Pertama 1926 dalam bahasa Belanda. Muh Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, tetapi Tabrani menolak usulan itu. Muh Yamin marah.

Pada 1926 ia baru berumur 23 tahun. Ia ditawari oleh M Tabrani untuk menjadi pembicara di Kongres Pemuda Indonesia Pertama.

Ia bersedia, tetapi ketika Tabrani meminta naskah pidatonya dibuat tertulis, ia keberatan. Tabrani terpaksa harus membujuknya.

Semua pembicara sudah setuju membuat pidato tertulis dalam bahasa Belanda. Ketika mengurus izin pelaksanaan kongres, panitia menjanjikan naskah pidato kepada polisi. Dengan begitu, polisi akan mudah membuat laporan untuk atasan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Ketika Penduduk Grobogan Tuntut Irigasi Malah Dicekoki Singkong, Penduduk Cilegon dan Gedangan Sudah Berontak

Akhirnya ia bersedia menyiapkan pidato tertulis. Bahkan, naskah dia yang paling panjang dibandingkan dengan naskah yang disiapkan oleh pembicara lain.

Ia menyampaikan pidato berjudul “De toekomst mogeleijkheden van Indonesische talen en letterkunde”. Dalam bahasa Indonesia berarti “Kemungkinan Masa Depan Bahasa-Bahasa Indonesia dan Kesusastraannya’’.

Ia berbicara di hari terakhir kongres, yaitu 2 Mei 1926. Pagi hari.

 

Oohya! Baca juga ya: Pejabat Berdebat Soal Irigasi di Grobogan, Apakah Penduduk Puas dengan Makan Singkong?

Naskah-naskah dari para pembicara, sebelum disampaikan di sidang diperiksa dulu oleh tim kecil panitia. Panitia kecil itu ada Tabrani, Soemarto, Djamaluddin Adinegoro, Sanusi Pane, dan Muh Yamin.

Namun, pada saat membahas rancangan Ikrar Pemuda, panitia kecil yang membahas adalah Tabrani, Djamaluddin Adinegoro, Sanusi Pane, dan Muh Yamin. Rancangan ikrar pemuda, disebut juga resolusi dan di kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, dibuat oleh pemuda yang menjadi pembicara mengenai bahasa itu.

Ikrar Pemuda itu tidak jadi dibacakan di sidang, karena tidak ada kesepakatan mengenai isinya. Lalu, panitia kecil ini bersepakat membawa rancangan Ikrar Pemuda itu ke Kongres Pemuda Indonesia Kedua.

Oohya! Baca juga ya: Papua Selatan, Mengapa tidak Memakai Nama Irian Selatan yang Memiliki Makna Bagus dalam Bahasa Marind?

Beruntung, penyusun Ikrar Pemuda itu menjadi panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Ia juga menjadi pembicara di Kongres Pemuda Indonesia Kedua itu.

Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama tak ada yang menjadi panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Pembicara Kongres Pemuda Indonesia Pertama juga tidak menjadi pembicara di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, kecuali pemuda yang menyusun rancangan Ikrar Pemuda itu.

Di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, ia menyampaikan pidato berjudul “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”. Kali ini, kongres diadakan dalam bahasa Indonesia.

Ia berpidato di hari pertama, setelah pembukaan kongres. Tanggal 27 Oktober 1928. Malam hari.

Di jeda acara sidang, pemuda ini ditemui oleh WR Supratman yang hadir di kongres untuk meliput. Supratman menjadi wartawan Sin Po.

Oohya! Baca juga ya: Bencana Kelaparan Membuat Penduduk Grobogan Tinggal 9.000 Jiwa, Ini yang Dilakukan Gubernur Jenderal

Supratman bertanya soal Ikrar Pemuda, yang dijawab oleh pemuda itu masih seperti ikrar yang dibuat di Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Ikrar itu berkaitan dengan kesatuan nusa, kesatuan, bangsa, dan kesatuan bahasa.

Supratman menanyakan hal itu rupanya untuk meyakinkan dirinya. Ia tak ingin semangat isi lagu yang ia buat berbeda dengan isi Ikrar Pemuda yang akan dibacakan di kongres.

Pada saat pembicara di sidang terakhir memulai pidatonya, pemuda itu menyerahkan secarik kertas kepada Sugondo Joyopuspito yang duduk di sebelah kirinya. Sugondo merupakan ketua panitia kongres, sedangkan pemberi secarik kertas itu sekretaris panitia yang di hari pertama telah berpidato mengenai “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”.

Oohya! Baca juga ya: Seharusnya Menyesal Jika Belum Sempat Berkunjung ke Air Terjun di Teluk Nusalasi yang Ada di Fakfak Ini

Ik heb een eleganter formularing voor de resolutie,” ujar pemuda itu kepada Sugondo. “Saya mempunyai rumusan resolusi yang lebih luwes.” Sugondo menerjemahkan perkataan pemuda di sampingnya.

Setelah membacanya, Sugondo menyetujui rumusan itu, lalu membubuhkan tulisan “acc” di kertas itu. Ia pun memarafnya. Sugondo lalu memberikan kepada anggota panitia lainnya, yang juga menyetujuinya dan membubuhkan paraf.

“Begitu usul rumusan Yamin disetujui secara ‘referendum’,” kata Sugondo. Namun, Sugondo heran karena Yamin menyodorkan rumusan resolusi itu pada waktu dan tempat yang tidak wajar.

Oohya! Baca juga ya: Begini Suasana di Grobogan Ketika Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Datang Berkunjung

“Saya kira karena Yamin itu seorang sastrawan dan khawatir jika perubahan rumusan dibicarakan dalam rapat yang wajar, diamendir, dirubah, sehingga rusak surat kata-kata dan susunan kalimatnya,” kata Sugondo.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Anak Nakal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)
- Darmo Kondo, 26 Oktober 1928
- “Ke Arah Kongres Pemuda II” karya Sugondo Joyopuspito dalam majalah Media Muda (1973)
- Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden 1926 (1981)