Papua Selatan, Mengapa tidak Memakai Nama Irian Selatan yang Memiliki Makna Bagus dalam Bahasa Marind?
Wilayah Papua bagian selatan telah menjadi provinsi baru. Tapi mengapa nama provinsinya tidak memakai nama Irian Selatan? Dari bahasa apakah nama Papua?
Papua Selatan dikenal dari dua nama: Merauke dan Boven Digoel. Keduanya dikenal sejak sebelum Indonesia merdeka.
Semangat perjuangan kemerdekaan adalah menyatukan wilayah dari Sabang sampai Merauke. Di dalam sidang BPUPKI, Muh Yamin menjelaskan batasan wilayah dari Sabang samai Merauke yang harus menjadi wilayah Indonesia itu.
Generasi yang lahir setelah Indonesia merdeka mengenal Merauke lewat lagu ‘Dari Sabang Sampai Merauke’. Boven Digoel dikenal karena dicatat di buku-buku pelajaran sebagai tempat pembuangan tahanan politik di masa penjajahan Belanda.
Oohya! Baca juga ya: Festival di Tanah Papua, Semangat Menjaga Wilayah Adat dan Hutan Papua, Hari Ini Ada Festival Kali Maro
Ketika Tanah Papua masih terbagi dalam dua wilayah provinsi, Papua Selatan masuk wilayah Provinsi Papua. Tentu ada kendala geografis jika harus ke ibu kota provinsi melaui jalan darat.
Saya pernah bertemu dengan dua warga dar Boven Digoel di Jakarta. Seumur hidup dia belum pernah keluar dari kampungnya.
Semula Boven Digoel termasuk wilayah Kabupaten Merauke. Mereka pun belum pernah ke Merauke, kota yang berada di selatan Boven Digoel. Kini Boven Digoel sudah menjadi kabupaten sendiri.
Apalagi ke Jayapura, ibu kota provinsi yang berada di pantai utara Papua, tak pernah mereka bayangkan. Sekali-sekalinya harus keluar kampung, mereka langsung pergi ke Jakarta. Mereka mengungkapkan kegundahan hati karena hutan mereka sudah dikuasai investor.
Oohya! Baca juga ya: Memperingati Maulid Nabi Muhammad di Istana Negara, Ini yang Dikatakan Presiden Sukarno Soal Papua
Suku Marind menjadi komunitas masyarakat adat terbesar di Papua Selatan. Saya pernah sedikit membahas masyarakat adat ini saat menulis nama tiga provinsi baru di Papua.
Saya pernah ke Papua Selatan. Saat itulah saya baru mengetahui bahwa Irian yang cukup lama dipakai untuk nama provinsi paling timur ini memiliki makna yang indah dalam bahasa Marind.
Akan saya bahas lagi di sini untuk menjawab pertanyaan judul tulisan ini. Anda cukup mengklik halaman dua dari tulisan ini untuk mengetahui jawabannya.
Beberapa orang Papua yang bertemu saya menjelaskan makna Irian dalam bahasa Marind. Sekaligus juga menjelaskan asal-usul nama Merauke.
Salah satu buku rujukan yang mereka gunakan untuk menjelaskannya adalah buku Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan. Ketika disebut buku ini, Agapitus yang --menemani kami-- mengaku memiliki buku itu.
Ia pun dengan senang hati pulang ke rumah untuk mengambil buku itu. Di kemudian hari saya mendapat referensi tambahan.
Oohya! Baca juga ya: Menonton Wayang, Ruslan Abdulgani Bertanya kepada Sukarno: Mengapa Penjahat di Kiri dan Pahlawan di Kanan?
Suku Marind dikenal juga sebagai Anim-ha. Artinya “manusia sejati” atau “bangsa yang ditinggikan”. Anim artinya manusia atau bangsa, ha artinya sejati, tinggi, yang ditinggikan.
Orang Marind semula menganggap orang Belanda sebagai sahabat. Namun orang Belanda telah berbuat licik.
Belanda membuatkan rumah untuk orang Marind, tetapi mereka yang akan memakai rumah itu diwajibkan melepaskan semua atribut adat mereka. Ada yang mau menerima syarat itu, ada yang menolak.
Oohya! Baca juga yaMengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?
Orang Belanda pun disebut sebagai pu-anim. Orang asing.
Sedangkan orang Marind yang menempati rumah-rumah itu disebut Marind pu-anim. Orang Marind murtad. Pu, kata penulis Rusia, Kesselbrenner, diambil dari bunyi letusan senjata yang dimiliki orang-orang Belanda.
Irian tak jauh beda dengan anim-ha dalam bahasa Marind. Iri artinya diangkat tinggi, an artinya bangsa. Dalam bahasa Serui di wilayah utara Papua, Irian berarti tiang bangsa. Iri tiang, an bangsa.
Oohya! Baca juga ya: Ditata Ulang oleh Kementerian PUPR, Taman Jokowi Iriana di Kaimana untuk Memanjakan Opakarofil
Tapi Irian sudah diganti dengan nama Papua. Pada awal kemerdekaan hingga 1960-an, nama Papua dipahami sebagai nama yang jelek. Dianggap berasal dari pua-pua dalam bahasa Tidore yang artinya keriting. Lalu memiliki perluasan makna menjadi hitam, bodoh.
Papua dulu masuk wilayah Kerajaan Tidore. Wilayah kerajaan yang berpulau-pulau, maka disebut sebagai papo ua. Artinya tidak bergabung.
Namun di abad ke-16, Papua memiliki makna yang bagus. Orang Portugis menyebut Papua dalam bahasa mereka sebagai Os Papuas dan Ilha de Papo. Artinya Pulau Emas.
Itu yang bisa dipakai untuk memaknai nama Papua sekarang, menggantikan nama Irian Jaya. Nama Papua ditetapkan lewat UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Ruoanya, masyarakat Papua Selatan tak ingin meninggikan diri dibandingkan dengan yang lainnya. Maka, yang dipilih sebagai provinsi mereka bukan Irian Selatan. Cukup dengan Papua Selatan, sesuai nama yang dipakai oleh semua wilayah di Tanah Papua.
Oohya! Baca juga ya: Lima Hal yang Susah Dipahami oleh Orang Luar PSI Setelah Kaesang Disahkan Sebagai Ketum PSI
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Irian Barat, Wilajah jang tak Terpisahkan dari Indonesia karya G Kesselbrenner (1961)
- Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua disertasi karya Toni Victor M Wanggai (2008)
- Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan karya Keuskupan Agung Merauke (1999)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]