Lincak

Memperingati Maulid Nabi Muhammad di Istana Negara, Ini yang Dikatakan Presiden Sukarno Soal Papua

Memperingati Maulid Nabi di Istana Negara pada 1951, Presiden Sukarno mengatakan untuk mengembalikan Papua ke pangkuan Republik perlu mencontoh Nabi Muhammad dalam berjuang.

Jakarta menjadi ibu kota Indonesia lagi setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Presiden Sukarno tercatat di koran-koran mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad dan bicara soal Papua.

Peringatan Maulid Nabi itu diadakan di Istana Negara pada Desember 1951. Di hadapan 3.000 undangan, di Istana Negara Presiden Sukarno dengan tegas membicarakan Papua (Irian Barat) yang masih dikuasai Belanda.

Konferensi Meja Bundar tidak memasukkan Papua sebagai wilayah Indonesia. Penyelesaian Papua akan dirundingkan lagi setelah penyerahan kedaulatan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Ada satu masalah lagi yang harus kita selesaikan, yaitu Irian,” tegas Sukarno. Menurut dia, tidak ada satu pun pemimpin Indonesia yang akan mengatakan bahwa Irian tidak akan kembali ke Indonesia.

Oohya! Baca juga ya: Menonton Wayang, Ruslan Abdulgani Bertanya kepada Sukarno: Mengapa Penjahat di Kiri dan Pahlawan di Kanan?

“Kita yakin Irian akan menjadi wilayah Republik,” kata Sukarno. Lalu Sukarno menyinggung perjuangan Nabi Muahmmad.

“Apa dasar kita melakukan hal ini? Tuhan telah menjanjikan kemuliaan dan kemenangan kepada Nabi Muhammad, namun Nab Muhammad tetap melanjutkan perjuangannya.”

Papua menjadi obsesi Sukarno. Sebab, ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Papau dimasukkan sebagai wilayah Indonesia yang ikut merdeka.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?

Ia juga tidak bisa mengabaikan perjuangan Nabi Muahmmad, kendati Nabi Muhammad telah dijamin kemenangannya oleh Allah.

“Jika seluruh bangsa yang berjumlah 75 juta jiwa ini sama kerasukannya dengan Bung Karno dalam gagasan mengenai Irian, dan memperjuangkannya, maka bisa dipastikan Irian akan kembali ke Indonesia,” kata Sukarno.

Ia menyatakan, pengakuan terhadap Papua sebagai wilayah Republik Indonesia, tidak dapat terealisasi jika bangsa Indonesia hanya berpangku tangan. Perlu perjuangan.

Oohya! Baca juga ya: Tak Mengindahkan Saran Istri AH Nasution Setelah G30S/PKI, Dewi Sukarno Malah Terbuai Bujukan Subandrio

Saat mengawali pidato maulid Nabi, Sukarno menyebut perbedaan Muslim dan Mukmin. Seseorang disebut Muslim karena orang itu mempercayai keberadaan Allah dan Nabi Muhammad.

“Sedangkan seorang Mukmin adalah orang yang benar-benar menunaikan kewajibannya kepada Allah,” kata Sukarno. Allah, lanjut Sukarno, menjanjikan kemenangan dan kemuliaan hanya kepada Mukmin.

Pada 1952, Presiden Sukarno memperingati Maulid Nabi Muhammad di Bandung. Ia merayakannya bersama Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata dan masyarakat Jawa Barat.

Masjid Agung di sebelah utara Alun-Alun Bandung dijadikan sebagai tempat peringatan. Masjid tidak bisa menampung ribuan warga yang datang.

Maka, disediakan sound system. Tujuannya agar warga di luar masjid bisa mendengarkan pidato maulid dari Presiden Sukarno.

Masyarakat antusias mendengarkan pidato Sukarno. Sebelumnya dilakukan pembacaan Alquran dan penjelasan singkat mengenai Maulid Nabi dai Kepala Urusan Agama Jawa Barat Kiai RH Hadisiswojo.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?

Karena tidak sedang di Istana Negara, Sukarno tidak membahas Papua. Ia lebih banyak berbicara mengenai manusia agung Nabi Muhammad.

Ia menyebut ada banyak tokoh-tokoh dunia yang mampu menggerakkan bangsanya untuk mendirikan negara. Tetapi, kata Sukarno, tidak ada satu pun yang bisa menandingi manusia agung Nabi Muhammad.

Menurutnya, hanya Nabi Muhammad yang bisa dijadikan contoh. Alasannya, karena semua hal yang dilakukan dan diucapkan adalah kebenaran.

 

Oohya! Baca juga ya: Kesaksian Dewi Sukarno Setelah Peristiwa G30S/PKI

“Nabi Muhammad juga mengajarkan kepada kita bahwa kerja keras adalah satu-satunya syarat untuk mencapai cita-cita yang tinggi,” kata Sukarno.

Sukarno menyebut, Nabi Muhammad adalah manusia agung yang dijamin kemenangan dan kemuliaannya oleh Allah. Tetapi, Nabi Muhammad tetap terus berjuang keras.

Bangsa Indonesia tidak pernah dijanjikan oleh Allah seperti janji Allah kepada Nabi Muhammad. “Oleh karena itu, kita justru harus bekerja lebih keras dari Nabi Muhammad untuk mewujudkan cita-cita kita,” kata Sukarno.

Oohya! Baca juga ya: Tindakan Para Istri Menampik Fitnah Setelah Peristiwa G30S/PKI

Lalu ia menyebut adanya orang-orang yang datang kepadanya untuk menagih janji. Ia pernah mengatakan, bangsa Indonesia akan sejahtera setelah Indonesia merdeka. “Mereka menuduh saya tidak memenuhi janji saya,” kata Sukarno.

Maka, kepada mereka, Sukarno mengajak untuk mencontoh Nabi Muhammad. Nabi tidak pernah meminta hak, melainkan memenuhi kewajiban.

“Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita bahwa segala cita-cita kita hanya bisa tercapai jika kita sendiri yang bekerja keras untuk mencapainya,” kata Sukarno.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
De Locomotief, 12 Desember 1951, 2 Desember 1952

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ada LSPro di Tanah Papua, Uji Mutu Kopi, Kakao, dan Pala tak Perlu Lagi ke Jawa

Image

Mau Ajukan Calon Pahlawan Nasional? Begini Urus Administrasi Usulan

Image

Prabowo Ingin Swasembada Pangan. Berani Tiru Orang Dayak dan Orang Papua?