Layak Jadi Pahlawan Nasional, Pemuda Madura Ini Cetuskan Bahasa Indonesia Gara-gara Tersinggung oleh Belanda
Tahun ini Jawa Timur mengusulkan dua nama calon pahlawan nasional. Salah satunya adalah Tabrani, pemuda kelahiran Madura yang mencetuskan nama bahasa Indonesia pada 1926 gara-gara tersinggung oleh tindakan Belanda.
Ada banyak tokoh yang diajukan sebagai calon pahlawan nasional pada 2023. Dari Jawa Tengah, misalnya, ada Ratu Kalinyamat yang didukung oleh Megawati Soekarnoputri dan dari Jawa Barat ada KH Abdul Chalim.
Ada pula dari Sulawesi Utara, yaitu Bantaha Santiago. Dari Bali ada Ida Dewa Agung Jambe. Dari Lampung ada KH Ahmad Hanafiah.
Akankah nama Tabrani diumumkan pada 10 November nanti sebagai pahlawan nasional? Tabrani diusulkan oleh Balai Bahasa Jawa Timur. Rencana pencalonannya sudah digaungkan oleh Badan Bahasa sejak 2019.
Oohya! Baca juga ya: Raffles Bercerita, Belanda Telah Ditipu oleh Bupati Grobogan
“Kami sepakat layak dicalonkan menjadi pahlawan, jika lolos kami akan ikut bangga sebab sudah lama tidak ada pahlawan dari Jawa Timur,” ujar Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur Moehammad Anas, Senin (30/10/2023).
Anas menyatakan hal itu saat membuka Seminar “Membedah Tabrani: Gerakan dan Pemikirannya Mendahului Zaman” yang diadakan oleh Balai Bahasa Jawa Timur di Surabaya. Ia mewakili Kepala Dinas Sosial Jawa Timur.
Pada 2014, ketika diskusi-diskusi mengenai Tabrani mulai muncul, banyak orang yang belum percaya bahwa Tabranilah pencetus bahasa Indonesia. Sebab, sumber pengakuan itu hanya buku biografi Tabrani, Anak Nakal Banyak Akal, yang diterbitkan pada tahun 1979.
Belum didapat sumber lain yang menyatakan hal tersebut. Misalnya dari Adinegoro, dari Muh Yamin, maupun dari Sanusi Pane, yang diceritakan Tabrani terlibat dalam perdebatan mengenai nama bahasa persatuan.
Saat itu mereka sedang membahas rancangan ikrar pemuda di hari terakhir Kongres Pemuda Bahasa Indonesia Pertama, 2 Mei 1926. Yamin yang membuat rancangan menyebut bahasa persatuan adalah bahasa Melayu.
Oohya! Baca juga ya: Raffles dan Bule Australia Pernah Membahas Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'
Tabrani menentangnya, dengan alasan jika nama tanah airnya Indonesia, nama bangsanya Indonesia, maka nama bahasanya juga harus Indonesia, bukan Melayu. Yamin tentu saja marah.
Sebab, kata Yamin, naskah ceramah yang ia buat untuk disampaikan di kongres itu sudah disetujui tim, termasuk Tabrani. Naskah itu membahas mengenai bahasa-bahasa di Indonesia dan potensinya menjadi bahasa persatuan.
Tak ada yang keliru dari isi naskah itu, sehingga Tabrani tak perlu menolak isi naskah itu. Di naskah itu Yamin membahas secara umum mengenai bahasa-bahasa besar yang digunakan di Indonesia. Di naskah itu, Yamin juga baru berbicara mengenai peluang bahasa-bahasa besar itu menjadi bahasa persatuan.
Yamin belum menyebut salah satu dari bahasa itu sebagai bahasa persatuan yang harus dijunjung oleh bangsa Indonesia. Baru di naskah ikrar pemuda yang ia susunlah ia mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, yang langsung ditolak oleh Tabrani.
Soal cerita penolakan ini, dalam diskusi-diskusi mengenai Tabrani pada 2014 rujukannya adalah pernyataan Tabrani. Pernyataan itu ada di buku biografi Tabrani, ceramah Tabrani pada 1975, tulisan Tabrani yang dibuat untuk memyabut 45tahun Sumpah Pemuda pada 1972.
Ada pula sumber lain, yaitu buku yang ditulis B Sularto dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1986. Namun, narasumber B Sularto berkaitan dengan debat bahasa persatuan itu juga hanya Tabrani. B Sularto mewawancarai Tabrani pada 1977.
Maka, TD Asmadi yang saat itu memimpin Forum Bahasa Media Massa (FBMM) memberikan argumen dari dokumen lain, meski juga yang menulis adalah Tabrani. Namun, ini dokumen sudah ada sebelum terjadinya perdebatan Yamin-Tabrani di Kongres Pemuda Indonesia Pertama.
Yang dirujuk TD Asmadi saat itu adalah tulisan-tulisan Tabrani di Hindia Baroe sebelum diadakannya Kongres Pemuda 1926. Tabrani sudah mengusulkan perlunya bahasa persatuan bernama bahasa Indonesia.
Oohya! Baca juga ya: Bicara Legenda Aji Saka dan Medang Kamulan serta Mengatur Produksi Garam, Apakah Raffles Pernah ke Grobogan?
Dari sini, orang-orang dalam kelompok kecil pemerhati bahasa baru mulai percaya jika Tabrani adalah pencetus nama bahasa Indonesia. Sebab belum ada sumber lain yang menyatakan orang lain yang mencetuskan nama bahasa Indonesia.
Selain TD Asmadi yang menulis mengenai Tabrani, ada pula M Djoko Yuwono dan mantan menteri penerangan Harmoko. Bahasan Djoko Yuwono dan Harmoko adalah perlunya mengangkat Tabrani sebagai Bapak Bahasa Indonesia, karena dialah pencetus nama itu.
Atas dorongan Djoko Yuwono, saya pun mulai serius mencari data mengenai Tabrani dan kondisi sosial politik tahun 1920-an yang melatari Tabrani mencetuskan nama bahasa Indonesia. Dalam lingkup yang luas, nama Indonesia memiliki makna politis, sehingga disukai oleh kaum pergerekan kemerdekaan Indonesia saat itu.
Dalam lingkup yang lebih kecil, Tabrani tersinggung oleh tindakan Volksraad. Ia kesal, bahkan mengarah ke marah.
Volksraad didirikan untuk kepentingan bangsa Indonesia, tetapi surat-surat kabar Indonesia tidak pernah diundang untuk menghadiri sidang-sidang Volksraad. Surat-surat kabar Indonesia hanya mendapat kiriman risalah sidang, itu pun dalam bahasa Belanda.
Oohya! Baca juga ya: Pengaruh Islam dalam Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'
Bukan karena tidak bisa berbahasa Belanda jika kemudian hal itu membuat Tabrani tersinggung. Tabrani sangat fasih berbahasa belanda.
Ia tersinggung karena Volksraad ada di Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia yang tidak bisa berbahasa Belanda. Mengapa dalam sidang-sidangnya dan laporan-laporannya menggunakan bahasa Belanda?
Pada 1918, bahasa Melayu juga sudah diperbolehkan digunakan di Volksraad, tetapi hanya satu-dua anggota Volksraad yang menggunakan bahasa Melayu di sidang-sidang Volksraad. Itu pun dianggap menyusahkan, karena menyulitkan petugas stenografi mencatatnya.
Tindakan Volksraad itu menjadi contoh nyata diksriminasi. Itu harus dilawan. Karenanya, Tabrani menulis protes lewat tulisannya di Hindia Baroe pada 6 Februari 1926 agar Volksraad menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.
Sebab, kata Tabrani, jika yang dimajukan adalah bahasa Melayu, maka anak bangsa Indonesia yang tidak memiliki bahasa Melayu akan terancam keberadaannya. Tabrani tidak mau muncul imperialisme bahasa yang bisa melambatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tulisan Tabrani ini kemudian memunculkan diskusi panjang di Hindia Baroe. Pembaca Hindia Baroe mengirimkan beragam tanggapan yang juga dimuat di Hindia Baroe hingga akhir Februari 1926.
Oohya! Baca juga ya: Mengapa Pemuda Madura Berdarah Santri Ini tidak Jadi Mengelola Surat Kabar Muhammadiyah ‘Menara’?
Maka, tak heran jika kemudian Tabrani menolak usulan Yamin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Anak Nakal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)
- Dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama ke Sumpah Pemuda karya B Sularto (1986)
- Hindia Baroe, 6 Februari 1926, 11 Februari 1926
- Verslag van het Eerste Indonesisch Jeugdcongres Gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926 (1926)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]