Raffles Bercerita, Belanda Telah Ditipu oleh Bupati Grobogan
Bupati Grobogan Tumenggung Martopuro, seperti diceritakan Raffles, memandang bahwa orang Jawa sedang memikul dua beban. Di pundak kanan ada orang Belanda, di pundak kiri ada orang Cina.
Jika hanya salah satu yang dibuang, yang satu lagi masih menjadi beban. Jadi, menurut Bupati Grobogan, kedua beban itu sebaiknya dibuang.
Caranya, terlebih dulu membantu orang Cina untuk membuang Belanda. Dengan mengusir Belanda, maka otomatis juga membuat orang-orang Cina terusir pula.
Bupati Grobogan menyatakan hal itu pada saat para bupati berkumpul merayakan garebeg mulud di Kartosuro,ibu kota Mataram. Sebelumnya, Bupati Demak melaporkan orang-orang Cina sedang mengumpulkan kekuatan di Demak.
Oohya! Baca juga ya:
Bupati Grobogan pun melaporkan, sejak ada pertempuran di Batavia, orang-orang Cina di Grobogan mendengar desas-desus bahwa Belanda akan menghabisi semua orang Cina di Jawa. Oleh karena itu di Grobogan mereka juga menyusun kekuatan.
Mendengar laporan itu, Patih Natakusuma meneruskannya kepada Raja Pakubuwono II. Pakubuwono II mengaku sudah mendengar kabar itu, tetapi ia jengkel karena Gubernur Jenderal tidak menginformasikan adanya pemberontakan di Batavia ke Kartosuro.
Pakubuwono II khawatir jika yang terjadi di Batavia juga akan terjadi di wilayah Mataram. Oleh karena itu, Kartosuro perlu membuat langkah-langkah antisipasi.
Pakubuwono II pun meminta pendapat dari para bupati, lebih baik mendukung Belanda atau mendukung orang-orang Cina. Tapi jika Belanda meminta bantuan ke Kartosuro, maka Mataram harus memberikan bantuan karena sudah terikat perjanjian dengan Belanda.
Bupati Pekalongan Adipati Jayaningrat mendukung keinginan raja jika Belanda ternyata meminta bantuan kepada Mataram. Patih Natakusuma kemudian mengingatkan bahwa orang-orang Cina yang berada di Tanah Jawa tidak pernah mempunyai masalah dengan orang Jawa.
Oohya! Baca juga ya:
Kata Patih Natasukuma, perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina bahkan memberi keuntungan kepada orang-orang Jawa. Karena itu perlu alasan kuat jika memilih membantu Belanda.
Menurut Jayaningrat, orang Jawa tidak ada masalah dengan orang Cina karena Mataram terlalu akrab dengan Belanda. Membantu Belanda akan meringankan beban Raja Mataram yang terikat perjanjian dengan Belanda.
Namun, kata Jayaningrat, jika Mataram tidak bersedia membantu Belanda, maka juga tidak perlu membantu orang-orang Cina. Maka, Bupati Grobogan pun mengusulkan mengusir keduanya dari Tanah Jawa, karena keduanya menjadi beban.
Tapi, membuang dua beban dinilai Jayaningrat sebagai hal yang tak mungkin bisa dilakukan oleh Bupati Grobogan. Bahkan, Jayaningrat meningatkan Martopuro mengenai kasus Jayengrana di Surabaya yang dihukum mati oleh Belanda.
Didebat oleh Jayaningrat, Martopuro pun tersipu. Para bupati pun menertawakan Martopuro yang ianggap belum mempunyai banyak pengalaman.
Bupati Grobogan Tumenggung Martopuro pun kemudian menenangkan diri dengan menyeruput teh yang sudah disediakan. Setelah itu, dengan tenang ia menjawab Jayaningrat bahwa sudah sepatutnya menyelesaikan masalah tidak setengah-setengah.
Oohya! Baca juga ya:
Pengaruh Islam dalam Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'
Contoh kasus Surabaya tentu berbeda kondisinya. Ia menegaskan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi perlu membuat contoh kasus baru sehingga bisa ditiru oleh orang lain nantinya.
Pakubuwono II ternyata menyetujui usul Martopuro. Ia perintahkan Martopuro untuk mendorong orang-orang Cina agar segera melakukan perlawanan kepada Belanda.
Tapi Pakubuwono II memberikan dua pilihan. Setelah orang Cina berhasil mengalahkan Belanda, orang Cina perlu diberi kesempatan mau pergi atau tetap tinggal di Jawa. Jika mereka dianggap pantas tetap tinggal di Jawa, mereka perlu diperbolehkan tinggal di Jawa.
Maka, Martopuro pun menjalankan perintah Pakubuwono II secara sembunyi-sembunyi. Ia galang kekuatan orang-orang Cina.
Baca Juga:
Kepada Belanda di Semarang ia meminta bantuan persenjataan. Alasannya untuk mengusir orang-orang Cina.
Belanda kemudian menyediakan pasukan bantuan beranggotakan 30 tentara Belanda dengan dilengkapi 20 meriam, delapan senapan laras panjang otomatis, delapan pistol. Bubuk mesiu juga disiapkan untuk Martopuro.
Pada hari yang ditetapkan, tiga puluh tentara Belanda itu datang telat. Martopuro telah menyerang orang-orang Cina. Pada saat tentara Belanda datang, pasukan Martopuro sedang mengejar orang-orang Cina.
Tentara Belanda itu pun meminta bantuan dari Kartosuro untuk membantu Martopuro. Pakubuwono II memang sudah menyiapkan bala bantuan, bukan untuk mengejar orang-orang Cina, melainkan untuk menyerbu loji Belanda di Semarang.
Aksi pasukan Martopuro mengejar orang-orang Cina adalah trik Martopuro. Dengan cara itu, ia bisa mengirim orang-orang Cina dari Grobogan untuk bergabung dengan orang-orang Cina yang sudah menyiapkan diri di Tanjung Welahan, di sebelah utara Demak, dekat dengan Semarang.
Baca Juga:
Mengapa Pemuda Madura Berdarah Santri Ini tidak Jadi Mengelola Surat Kabar Muhammadiyah ‘Menara’?
Dari Tanjung Welahan orang-orang Cian yang dipimpin Bupati Martiopuro, pada hari yang telah ditentukan melakukan penyerbuan ke Semarang. Mereka berbekal persenjataan yang diberi oleh Belanda.
Belanda pun kocar-kacir. Belanda, kata Raffles, telah ditipu oleh Martopuro.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
The History of Java karya Raffles (1978)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]