Kendeng

Bicara Legenda Aji Saka dan Medang Kamulan serta Mengatur Produksi Garam, Apakah Raffles Pernah ke Grobogan?

Pada Desember 1811 Raffles membuat perjanjian dengan Sultan Yogyakarta, isinya mengembalikan semua tanah Keraton yang sebelumnya dikuasai Belanda. Hanya tanah di Grobogan yang tidak dikembalikan, karena Raffles akan menghadiahkan kepada Notokusumo. Foto ilustrasi merupakan kawasan pembuatan garam di Bledug Kuwu, Grobogan.

Di buku The History of Java, Raffles bericara mengenai legenda Grobogan, Aji Saka dan Kerajaan Medang Kamulan. Setelah menjadi letnan gubernur Jawa, Raffles juga mengatur produksi garam.

Pada 1813 Raffles mengeluarkan peraturan mengenai monopoli produksi garam. Penduduk lokal tidak boleh memproduksi garam yang dikuasai oleh Oost India Compagnie, perusahaan dagang India Timur milik Inggris.

Beruntung pada masa pemerintahan Raffles di Jawa, produksi garam darat di Grobogan tidak terkena monopoli. Namun monopoli yang dimulai oleh Raffles itu kemudian ditiru oleh penguasa kolonial Belanda yang menggantikan Raffles.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Produksi garam darat di Grobogan pun terkena peraturan monopoli oleh penguasa kolonial Belanda. Kuota produksi garam darat di Grobogan pun dibatasi.

Oohya! Baca juga ya:

Pengaruh Islam dalam Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'

Garam darat di Grobogan diproduksi dengan menggunakan air asin yang keluar dari sumur-sumur yang di sana. Menurut legenda Aji Saka, sumur-sumur itu merupakan bekas jalan pulang anak Aji Saka, Jaka Linglung, dari laut selatan.

Jaka Linglung berwujud naga, tetapi tidak bisa terbang selaiknya naga dalam mitologi Cina dan Barat. Naga di Jawa disimbolkan sebagai penjaga bumi, sehingga pulang dari laut selatan, naga Jaka Linglung memmbuat jalan di bawah tanah.

Karena gelap, maka ia harus sering muncul ke permukaan bumi, sehingga menciptakan lubang-lubang yang teraliri air asin dariu laut selatan. Air asin itulah yang dimanfaatkan penduduk Grobogan sebagai bahan garam darat.

Oohya! Baca juga ya:

Asal Usul Boneka Teddy’s Bear yang Dibawa Kaesang, Ada Kaitannya dengan Sikap Santun Presiden Amerika Serikat

Dalam bahasa Sanskerta, kata Raffles, saka berarti sebuah masa. Sedangkan di India, saka adalah nama gelar.

Saka diperkirakan hidup 1.000 tahun sebelum Isa Almasih. Tetapi Raffles menyebut Aji Saka diperkirakan diperkiarakan datang di Jawa setelah tahun 1000 Masehi.

Jika legenda masyarakat Grobogan mempercayai Aji Saka datang di Jawa pada tahun 78 Masehi. Raffles menyebutnya baru datang pada tahun 1002 Masehi.

Kedatangan Aji Saka itu disimbolkan sebagai kedatangan Imam Mahdi, ratu adil. Ia mengalahkan raja Medang kamulan yang angkara murka, yaitu Dewata Cengkar, lalu ia menggantikannya sebagai raja.

Sumur-sumur asin bekas jalan pulang naga Jaka Linglung kemudian bisa menghidupi penduduk Medang Kamulan. Medang Kamulan merupakan kawasan tandus di pegunungan kapur, yaitu Pegunungan Kendeng.

Sentra produksi garam darat di Grobogan ada di banyak tempat, tetapi yang besar hanya di Bleduk Kuwu dan Desa Jono. Air asin ditampung di bilah bambu, dijemur selama 5-10 hari hingga terbentuk Kristal garam.

Pemerintah Hindia-Belanda memungut pajak dari produksi garam darat ini. Besarnya 1,5 gulden dari setiap 100 kilogram garam.

Kuotanya dibatasi pada angka 3.200 ton garam per tahun. Namun, sewaktu-waktu, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda bisa mengubahnya. Pada 1937, produksi garam darat hanya mencapai 2.860,3 ton, sedangkan pada 1938 hanya 2.850,4 ton.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Pemuda Madura Berdarah Santri Ini tidak Jadi Mengelola Surat Kabar Muhammadiyah ‘Menara’?

Garam darat dari Grobogan, selain untuk memenui garam di Grobogan, juga dijual ke daerah lain. Sragen, Bojolali, Surakarta, dan Mangkunegaran juga membeli garam dari Grobogan.

Sepanjang sejarah Belanda dan Inggris menjajah Indonesia, hanya Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Tjarda yang pernah berkunjung ke Grobogan pada 1941. Meski Raffles bercerita mengenai legenda Grobogan dan mengatur monopoli garam, dia belum pernah menginjakkan kakinya di Grobogan.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bredasche Courant, 5 April 1939
The History of Java karya Raffles (1978)
Utrechts Volksblad, 22 Juli 1939

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Bupati Grobogan dan Orang-Orang Cina Serang Belanda, Begini Triknya

Image

Orang Islam Miskin Jadi Sasaran Kristenisasi di Grobogan Sejak Akhir Abad ke-19

Image

Mengapa Grobogan Jadi Sasaran Kristenisasi Zending Salatiga?