Mengapa Pemuda Madura Berdarah Santri Ini tidak Jadi Mengelola Surat Kabar Muhammadiyah ‘Menara’?
Tabrani sempat mendapat tawaran untuk mengelola koran yang akan diterbitkan oleh Muhammadiyah, Menara. Kongres Muhammadiyah di Payakumbuh (ada yang menyebutnya di Bukittinggi) memutuskan pemuda Madura berdarah santri itu menjadi pemimpin redaksi Menara.
Saat itu Muhammadiyah mendapatkan bantuan dana dari pemerintah kolonial Belanda. Saat itu pula, Muhammadiyah menginginkan adanya penerbitan yang bisa menjadi penyeimbang koran-koran Kristen, seperti De Koerier.
Serangan terhadap Islam dan Nabi Muhammad perlu dibela dengan penerbitan yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Anggaran 75 ribu gulden telah disiapkan.
Oohya! Baca juga ya: Raja Pers Ini Dihukum Penjara 10 Bulan Bukan karena Kasus Delik Pers
Anggaran itu dibagi dalam 3.000 lembar saham senilai 25 gulden per lembar. Sebanyak 40 ribu gulden disetor penuh. Nama menara dipakai sebab menara adalah bangunan yang lebih tinggi dari masjid untuk mengumadangkan azan.
Muhammadiyah Jawa Barat juga mendukung Tabrani sebagai pemred Menara. Tabrani merupakan pemuda kelahiran Madura, berdarah santri, lulusan OSVIA Bandung yang memilih menjadi wartawan.
Lulus dari OSVIA, dia bergabung dengan Hindia Baroe yang dipimpin Agus Salim. Menjadi wartawan, ia juga sekaligus aktivis pergerakan.
Oohya! Baca Juga ya: Bisa Tangkap Petir Berwujud Naga di Grobogan, Ki Ageng Selo Jatuh Gara-gara Kainnya Tersangkut Tanaman Waluh
Ia menyuarakan persatuan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Ia mencetuskan bahasa Indonesia yang oleh Belanda dianggap sebagai bahasa perlawanan, sehingga Belanda melarang penggunaan bahasa Melayu di sekolah-sekolah sebagai bahasa pengantar.
Sekolah diminta kembali menggunakan bahasa daerah masing-masing sebagai bahasa pengantar. Tentu saja ini mendapat protes dari para guru, seperti yang terjadi di Aceh, misalnya.
Tabrani kemudian belajar jurnalistik di Jerman dan pulang ke Indonesia mendirikan Partai Rak’jat Indonesia. Partai ini memiliki majalah Revue Politiek yang juga dipimpin oleh Tabrani.
Oohya! Baca juga ya: Pengadilan Membuktikan Hatta dan Kawan-Kawan tidak Bersalah, Berbagai Perhimpunan Menyambut Gembira
Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie menyebut, Muhammadiyah tidak sepatutnya menunjuk Tabrani mengelola Menara. Tabrani yang anti-imperialisme, dianggap Het Nieuws, akan menempatkan Muhammadiyah dalam posisi berhadapan dengan pemerintah jika Tabrani ditunjuk sebagai pemred Menara.
Pada 1930, Muhammadiyah sudah memiliki 32 ribu anggota. Mereka tersebar di 320 cabang.
Pada 27 April 1930, Menara terbit dalam nomor uji coba. Tidak ada nama Tabrani di sana.
Yang dicantumkan hanya nama direktur, yaitu M Kartosoedarmo. Pun tidak ada pengantar dari redaksi.
Nomor uji coba kedua diterbitkan pada 27 Mei 1930. Lagi-lagi juga hanya ada nama Kartosoedarmo sebagai direktur.
Tapi di nomor ini ada pengantar redaksi. Isinya menyebut perpindahan alamat kantor yang semula di Gang Pasedan, pindah ke Jalan Kramat No 46.
Oohya! Baca juga ya: Sampaikan Solidaritas untuk Perempuan Palestina, WMW Indonesia Desak Pemimpin Dunia Setop Tekanan ke Palestina
Isi pengantar redaksi juga menjelaskan bahwa Tabrani tidak ada hubungannya dengan Menara. Rupanya, isu Tabrani menjadi pemred Menara sudah disambut baik oleh masyakarat, sehingga redaksi Menara perlu memberi penjelasan.
Dijelaskan pula, 48 pemegang saham telah menunjuk jajaran direksi dan komisaris. Direktur: M Kartosoedarmo, sekretaris: Oewen, bendahara: Soedomo. Di jajaran komisaris ada Joenoes, Sardjono, Amat Doellah, Thahir, Abdulkasim, dan Abdulhamid.
Ketika pulang dari Madura lalu berkunjung ke redaksi Bintang Timoer, Tabrani menjelaskan dua hal berkaitan dengan pandangan publik. Ia membantah anggapan ia tidak akan pulang ke Batavia. Ia juga menjelaskan tidak ikut mendirikan Menara.
Oohya! Baca juga ya: Grobogan Punya Naga, tetapi Baru Bisa Terbang Setelah Menjelma Sebagai Pemuda Perkasa
Berkaitan dengan Menara, ia mengulang hal yang pernah ia bahas di tugas akhirnya saat belajar jurnalistik di Eropa. Di tugas akhir yang ia terbitkan dalam judul Ons Wapen itu, ia menyebut surat kabar Indonesia harus dekelola secara modern dan modal yang cukup agar maju.
Untuk Menara, ia berpesan perlu mesin percetakan yang lengkap untuk mendukung pengembangan bisnis Menara. Di nomor uji coba, redaksi Menara telah menjelaskan bahwa Menara dicetak oleh percetakan Persatuan Muhammadiyah di Batavia Centrum.
Di kemudian hari, Muhammadiyah juga ikut mendorong penerbitan surat kabar Adil di Solo dan majalah Mustika di Yogyakarta.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie, 6 Juni 1930, 12 September 1930, 29 Desember 1930
- Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers, Nomor 19, 5 Februari 1931, 12 Maret 1931
- Het Vaderland, 1 Juli 1930, 22 November 1930
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]