Halal Bihalal Pernah Diadakan oleh Kalangan Katolik, Kata Itu Kapan Muncul?
Pada Natal 1927, kalangan Katolik mengadakan halal bihalal di Solo. Koran-koran menulis nama kegiatannya adalah alal bahalal, bahkan oleh majalah St Melania-Werk edisi April 1928, alal bahalal dijadikan judul laporan mereka.
Sejak kapan kata halal bihalal atau alal bahalal itu dikenal masyarakat Indonesia? Apakah majalah Soeara Moehammadijah milik Muhammadiyah, yang pertama kali memunculkannya?
Koran De Locomotief edisi 28 Desember 1927 menyebut, organisasi Katolik pribumi mengadakan halal bihalal karena tradisi Islam ini sesuai dengan ajaran Katolik. Nama organisasi itu: Poesara Katholieken Wandawa (PKW) untuk nama kepengurusan pusat.
PKW memiliki 26 kepengurusan di daerah yang disebut Katholika Wandawa (KW). Menurut koran itu, PKW dan KW menyadari, alal bahalal yang dijalankan Muslim merupakan tradisi yang indah, yaitu saling memaafkan atas kesalahan yang perlah dilakukan.
Buku-buku cerita dan kamus-kamus yang terbit pada 1930-1940-an memasukkan lema alal bahal, alal bahalal, alal behalal, halal behalal. KBBI edisi pertama yang terbit 1988, mencatat lema halalbihalal (disambung penulisannya).
Sebutlah buku Pangreksaning Awak karya W Keizer dan Dr P Peverelli yang terbit pada 1940. Buku berbahasa Jawa itu menulis:
Nalika dina Lebaran, Pak Arsik saanak-bodjoné pada matjak. Enggoné mangkono maoe kadjaba ngémoeti dina Lebaran, oega pantjèn arep mredajoh oedjoeng-oedjoengan oetawa alal bahalal menjang enggoné mbahné Arsik.
(Pada saat Lebaran, Pak Arsik sekeluarga sudah dandan. Selain karena Lebaran, juga karena akan berkunjung ke rumah nenek untuk ujung-ujungan atau alal bahalal).
Di buku Javaansch Brievenboek karya M Projihoetomo yang terbit pada 1937 dimuat surat tentang silaturahim ketika tidak bisa pulang kampung:
... serat poenika minangka sesoelih koela sakalijan sowan ingarsa pandjenengan sampéjan tjaos alal bahalal ing dinten idoel fitri. (...surat ini menjadi pengganti diri saya menghadap bapak ibu, menyampaikan alal bahalal di hari Idul Fitri).
Pada 1939, WJS Poerwadarminta menerbitkan Baoesastra Djawa, memasukkan lema alal behalal: ngabekti marang wong-wong toewa (dedoewoeran) perloe ndjaloek pangapoera (ing mangsa Lebaran). (berbakti kepada orang tua (atau yang lebih tua) untuk meminta maaf (di hari Lebaran)).
Lema yang lain di Baoesastra Djawa: halal-bahalal, halal-balal: pada dene ndjaloek pangapoera (salaman oetawa oedjoeng ing mangsa lebaran) (sama-sama meminta maaf (bersalaman atau ujung pada hari Lebaran).
Di Javaans-Nederlands Handwoordenboek, Dr Th Pigeaud memasukkan lema alal behalal. Ia memberi definisi memohon maaf atas segala kesalahan kepada orang tua atau atasan pada saat Lebaran.