Pitan

Taksi Kosti Hilang dari Jakarta, Sarwono Rekam 10 Sopir Mabuk

Di antara deretan armada taksi di Jakarta, tak ada lagi armada taksi Kosti Jaya. Sarwono Kusumaatmadja pernah membantu menangani Kosti Jaya dan sempat menghardik 15 sopir Kosti. Mengapa?

Taksi Kosti dulu berjaya di Jakarta. Kini susah sekali menemukan taksi tersebut di Jakarta.

“Mengapa kemudian Kosti Jaya punah, sedangkan Kosti Solo dan Kosti Semarang yang lahir belakangan masih eksis sampai sekarang,” kata Sarwono Kusumaatmadja di buku Menapak Koridor Tengah, memoar Sarwono yang terbit pada 2018.

Saat Sarwono menjadi sekjen Golkar, ia mendapat tawaran untuk membantu membenahi Koperasi Sopir Taksi Jakarta Raya (Kosti Jaya). Ia harus menghadapi geng sopir Kosti yang menjadi pengacau, dengan cara merekam mereka saat mereka mabuk di pul taksi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Eks Tapol Jadi Anggota Golkar, Sarwono Bikin Pak Dhar Tertawa

Tawaran membenani Kosti Jaya datang pada saat ia masih menjadi sekretaris Fraksi Karya Pembangunan (FKP) DPR periode 1977-1982. Yang menawari adalah Awan Karmawan Burhan, wasekjen Golkar periode 1978-1983.

Menjelang Munas Golkar 1983, Sarwono menemui Kepala Balitbang Departemen Koperasi, Muslimin Nasution. Sarwono mengusulkan agar Kosti Jaya dijadikan proyek uji coba Balitbang Koperasi.

Muslimin adalah sahabat sarwono yang menjadi seniornya di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) pada tahun 1960-an. Proyek uji coba itu, kata Sarwono bisa digunakan “untuk mencari masukan guna perubahan regulasi”.

Muslimin menyetujui gagasan Sarwono, lalu mengajukan kepada Menteri Koperasi Bustanil Arifin untuk membantu solusi pendanaan. Bustanil setuju, dan berjanji akan meminta Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) untuk menyediakan dana.

Bukopin pun kemudian menandatangani perjanjian dengan DPP Golkar untuk kredit pengadaan mobil baru. Sarwono dan Muslimin menjadi saksinya.

Direktur Utama Bukopin Ismeth Abdullah menyatakan bahwa kredit untuk Kosti Jaya ini sudah dianggap sebagai uang hilang. “Saya tanda tangani semua dokumen ini hanya karena perintah,” kata Ismeth kepada Sarwono.

Penandatanganan perjanjian itu tak disambut gembira oleh para sopir Kosti. Mereka mengira penandatanganan itu hanya sandiwara belaka.

Oohya! Baca juga ya: Ini Silsilah Ibu Tien Soeharto yang Disebut Titisan Ken Dedes

“Kalau itu mobil betul ada di tangan kita, saya akan cukur gundul kepala saya,” ujar Daus, salah satu sopir Kosti, yang didengar oleh Sarwono.

Balitbang Koperasi menyeleksi secara ketat sopir calon penerima kredit mobil. Mereka akan menjadi pemilik armada taksi Kosti yang akan mereka operasikan.

Halaman kantor Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) dipinjamkan sebagai pul gratis dan Suhandi ditunjuk sebagai kepala pul taksi. 

Dua minggu setelah penandatanganan kerja sama itu, 100 mobil Ford Laser berjejer di halaman kantor GKBI, di Semanggi, Jakarta. Kosti Jaya pun, kata Sarwono, heboh besar. Kelak, Suhandi kewalahan dengan ulah 10 sopir Kosti yang sering mabuk di pul.

“Selesai upacara penyerahan, Daus membawa saya ke DPP Golkar sebagai penumpang pertama. Kepalanya gundul,” kata Sarwono. Rupanya Daus, sopir taksi Kosti, melaksanakan nazarnya.

Ketika Sarwono hendak membayar ongkos taksi Semanggi-Slipi, Daus menolaknya. Sarwono memaksa Daus untuk bersedia menerimanya.

Oohya! Baca juga ya: Naik Haji, Ibu Tien Soeharto Dikhawatirkan Kena Lemparan Batu dari Belakang

Persoalanm tak lantas selesai dengan adanya armada baru ini. “Semua pengurus yang waktu itu para pengemudi benar-benar tidak siap berorganisasi,” kata Sarwono.

Ternyata angsuran kredit tidak berjalan lancar. Takdir Allah, bendahara umum Kosti Jaya pun meninggal dunia.

Sarwono pun lalu menawari Mubha Kahar Muang anggota FKP DPR dari Sulawesi Selatan yang pernah meminta kepada Sarwono sesuatu yang tidak mudah dikerjakan. Mubha pun membereskan sistem pembayaran kredit.

“Dalam waktu dua tahun, Mubha selesai menyempurnakan sistem informasi keuangan berbasis computer, sesuatu yang tidak mudah dilakukan dalam suatu era di mana teknologi informasi baru memasuki generasi kedua,” kata Sarwono.

Sistem itu memungkinkan para sopir taksi pemilik kendaraan bisa memantau neraca keuangan mereka dengan melihatnya di layar komputer. Cara ini dianggap Sarwono dan Mubha sebagai penyelesaian masalah, tetapi dianggap oleh beberapa sopir Kosti sebagai masalah baru.

Mereka datang ke kantor DPP Golkar untuk memprotes sistem informasi keuangan itu. “Kalau percaya sistem itu, kami rugi besar menjadi anggota Kosti.” Demikian nada protes mereka, yang diwakili oleh ketua rombongan.

Mereka berjumlah 15 orang, bergantian berbicara dengan nada yang keras dan kasar. Sarwono tak mau kalah, ia membentak mereka. “Diam kalian!”

Oohya! Baca juga ya: Wartawan Indonesia Dibopong Malaikat di Depan Ka’bah, Percaya?

Mereka tentu kaget. Sarwono berani melakukan itu sebab pernah menyamar menjadi sopir Kosti. Selama empat jam beroperasi, ia bisa mendapatkan uang untuk membayar kredit mobil dan membayar ke Kosti.

Penghasilan dari jam operasional lainnya bisa dibawa pulang dan ditabung. Jadi, bagi Sarwono, tak ada alasan bagi para pemrotes itu kesulitan membayar angsuran kredit. Dengan sistem informasi keuangan berbasis komputer, mereka tak bisa bermain curang atas penghasilan yang mereka peroleh.

Rupanya, Sarwono juga telah menyelidiki latar belakang mereka. Mereka karena biasa bermain curang di perusahaan taksi sebelumnya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, termasuk mencurangi pengadaan suku cadang kendaraan.

Sarwono pun menceritakan pengalamannya menjadi sopir taksi Kosti dalam sehari. Pun menasihati mereka bahwa tindakan mereka bisa merugikan diri sendiri sebagai pemilik kendaraan.

Di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Sarwono pun lalu meluapkan amarahnya sekali lagi. “Pembohong semua kalian. Keluar dari sini!” hardik Sarwono yang di kemudian hari harus merekam mereka ketika mereka mabuk.

Mendengar hardikan itu, tiba-tiba pimpinan rombongan berujar, “Bapak Sekjen, kami datang hanya untuk menguji Bapak. Ternyata Bapak memang cerdas. Pantaslah Bapak menjadi penasihat kami,” kata Sarwono menirukan ucapan pemimpin rombongan pemrotes itu.

Oohya! Baca juga ya: Orang Melayu Bukan Penduduk Asli Malaysia, dari Sumatra Ternyata

Mereka kemudian minta pamit, tetapi urusan bukan lantas selesai di situ. Suhanda, kepala pul taksi Kosti di Semanggi, Jakarta, beberapa hari kemudian melaporkan adanya beberapa sopir taksi yang membuat keonaran di pul.

Larut malam, Sarwono mencoba melihat sendiri kelakuan mereka di pul. Sarwono melihat, ternyata mereka adalah yang pernah datang di DPP Golkar di Jakarta Barat untuk memprotes sistem keuangan.

Informasi tentang mereka dikumpulkan, termasuk dari aduan pelanggan Kosti yang banyak berkaitan dengan mereka. Sarwono pun tercetus ide, membawa orang untuk merekam mereka saat mereka sedang mabuk.

Ketika lampu sorot diarahkan ke mereka dan kamera video betamax dinyalakan, kelakuan mereka yang sedang mabuk itu makin menjadi-jadi.

Rekaman itu kemudian diedit menjadi rekaman berdurasi dua menit. Sarwono pun mencari cara agar rekaman itu bisa ditonton oleh para sopir Kosti bersama keluarganya.

Maka diadakanlah acara nonton bareng (nobar) film komedi di pul Kosti Jaya di Semanggi. Bersama anak istri, para sopir datang untuk nobar pada Ahad malam.

Film pertama yang diputar adalah film Charlie Caplin. Film kedua adalah film yang dibintangi oleh Bud Abbot dan Lou Castello. Para penonton terlihat senang.

Oohya! Baca juga ya: Potensi Konflik Horizontal di Tambang Ormas Keagamaan

Film ketiga yang diputar adalah film pendek yang dibuat tim Sarwono, Film ini membuat heboh, membuat para istri marah dan anak-anak menangis melihat suami atau bapaknya sedang mabuk.

Para istri marah karena mereka jarang pulang karena harus bekerja keras untuk bisa membayar angsuran. “Ternyata uang keluarga kau habisklan untuk mabuk. Jahat sekali kau,” kata salah satu istri yang didengar Sarwono.

Setelah acara ini, anggota Kosti Jaya pun membuat resolusi, meminta 10 sopir taksi Kosti yang mabuk itu dipecat. Rapat anggota digelar untuk memecat mereka, tetapi mereka tak berani hadir.

Setelah itu, suasana Kosti di Jakarta pun membaik. Tak ada lagi sopir taksi Kosti yang mabuk dan membuat onar dan angsuran kredit lancar jaya.

“Malahan mulai terlihat indikasi bahwa ada beberapa anggota dapat melunasi utang mereka sebelum masa pinjam lima tahun usai,” kata Sarwono.

Mubha Kahar Muang kemudian diaulat menjadi ketua Kosti Jaya Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, kata Sarwono, Kosti Jaya menjadi perusahaan taksi nomor dua di Jakarta setelah Blue Bird.

Ma Roejan