Wartawan Indonesia Dibopong Malaikat di Depan Ka’bah, Percaya?
Pulang dari Masjidil Haram, wartawan Indonesia ini bercerita telah dibopong malaikat untuk bisa memegang pintu Ka’bah. Menurut dia, hal itu terjadi ketika ketika dirinya selesai shalat sunah di depan Multazam lalu hendak menyentuh pintu Ka’bah, pada musim haji 2010.
Meski ia berbadan tinggi, ia tak bis amearih pintu Ka’kab karena di depannya ada beberapa jamaah yang sedang memegang pintu Ka’bah. Mereka tak segera beranjak sehingga menyulitkan wartawan Indonesia itu yang pada 2010 itu bertugas di Media Center Haji Daker Makkah.
Tapi tiba-tiba ia merasa ada yang mengangkatnya, sehingga tangannya bisa mearih pintu Ka’bah untuk sementara waktu. “Alhamdulillah ada malaikat diturunkan untuk membantu,” kata dia.
Oohya! Baca juga ya:
Orang Melayu Bukan Penduduk Asli Malaysia, dari Sumatra Ternyata
Karena dibopong dari belakang, tentu ia tak bisa melihat malaikat itu. Setelah diturunkan pun, ketika ia berbalik badan, ia juga tak melihat malaikat itu.
Percaya? Saya orang pertama yang tidak mempercayai ceritanya.
Siang hari padat dengan liputan, maka kami baru ke Masjidil Haram pada malam hari untuk shalat Maghrib dan Isya. Kami bisa pulang dari Masjidil Haram pukul 21.00 atau 22.00.
Jika ingin shalat Subuh mendapat tempat di pelataran Ka’bah, maka kami biasa ke Masjidil Haram pukul 03.00. Jika didahului dengan umrah, maka kami berangkat umrah pukul 01.00 atau 02.00.
Siang hari jarang mendapat kesempatan shalat di Masjidil Haram, meski siang itu kami berada di pelataran Masjidil Haram. Karena rombongan kami ada yang membawa kamera besar, maka akan dicegah oleh petugas.
Oohya! Baca juga ya:
Potensi Konflik Horizontal di Tambang Ormas Keagamaan
Jamaah tak diperbolehkan membawa kamera ke Masjidil Haram. Maka, ketika tiba waktu shalat fardlu, kami meninggalkan Masjidil Haram, mencari masjid-masjid kecil bersejarah di sekitar Masjidil Haram.
Masjid-masjid kecil bersejarah ini hanya dibuka saat shalat lima waktu. Untuk memasukinya tak ada larangan kendati jamaah menentang kamera.
Jamaah di masjid-masjid kecil ini juga tidak berdesak-desakan karena yang shalat adalah penduduk lokal. Mereka kebanyakan bukan jamaah haji.
Di Masjidil Haram, ketika jamaah haji dari berbagai negara sudah datang di Makkah, maka Masjidil Haram menjadi penuh sesak pada waktu-waktu shalat fardlu. Tujuan jamaah --termasuk wartawan Indonesia yang bertugas di Media Canter Haji-- tak hanya untuk shalat, melainkan juga melakukan tawaf,
Maka, pelataran Ka’bah sudah sangat padat jika jamaah tiba dekat-dekat waktu shalat. Untuk bisa mendapatkan tempat di pelataran Ka’bah harus datang jauh-jauh sebelumnya, sehingga bisa pula menyempatkan diri melakukan tawaf.
Jamaah yang melakukan tawaf juga cukup banyak, seperti 70 ribu malaikat yang tawaf di Ka'bah yang ada di langit. Sering harus berdesak-desakan saat tawaf, saat hendak mencium hajar Aswad, saat hendak shalat di depan Multazam, saat hendak memasuki Hijir Ismail, ataupun saat hendak memegang pintu Ka'bah.
Oohya! Baca juga ya:
Kerugian Kompeni dan Perang Jawa Ditutup Berlipat Lewat Tanam Paksa
Untuk bisa mencapai sisi Ka’bah saja harus berjuang. Karena sering ada rombongan jamaah tinggi besar yang berbaris menerobos jamaah lain.
Kehadiran mereka bisa membuat jamaah lain terpental keluar dari barisan tawaf. Jika sudah terpental dari barisan tawaf, harus berusaha keras lagi untuk bisa masuk barisan tawaf.
Untuk tawaf saja sudah berdesak-desakan. Apalagi jika harus berusaha memasuki Hijir Ismail atau berusaha bisa mengusap Rukun Yamani dan mencium Hajar Aswad.
Tak mungkin berebut mencium Hajar Aswad, biasanya jamaah mengalihkan sasaran ke pintu Ka’bah. Atau bisa keduanya.
Sehabis mencium Hajar Aswad, bergerak ke Multazam, setelah shalat di Multazam lalu bergerak ke pintu Ka’bah. Perlu ketekunan yang berlebih mendapatkan semua kesempatan itu.
Oohya! Baca juga ya:
BPOM Revisi Peraturan Kemasan Pangan, BSN Sebut Ada 33 SNI Kemasan Pangan
Pada kesempatan berusaha menggapai pintu Ka’bah itulah, wartawan Indonesia itu mengaku dibopong malaikat untuk bisa memegang pintu Ka’bah. Karena saya tak percaya, saya ajak di hari berikutnya untuk melihat bahwa yang membantu jamaah di depan pintu Ka’bah bukanlah malaikat.
Saya sering berlama-lama di depan pintu Ka;bah setelah melakukan shalat sunah di depan Multazam. Saya suka memperhatikan gerak-gerik jamaah.
Saya katakan kepada teman wartawan yang mengaku telah dibopong malaikat itu bahwa di depan pintu Ka’bah ada beberapa jamaah yang mencari pahala dengan menolong jamaah lain.
Pertolongan itu bisa berupa memberi kurma kepada jamaah yang baru mencium Hajar Aswad dan hendak shalat di depan Multazam. Bisa pula berupa membopong jamaah yang ingin memegang pintu Ka’bah.
Wartawan Indonesia yang mengaku telah dibopong malaikat itu menolak sangkalan saya. Ia tetap mempercayai bahwa ia bisa memegang pintu Ka’bah karena dibopong oleh malaikat.
Di hari pembuktian, kami --saya dan wartawan Indonesia itu-- berlama-lama di depan Ka’bah setelah tawaf. Lalu kami menyaksikan ada jamaah yang membagikan kurma, ada pula yang membopong jamaah lain yang hendak memegang pintu Ka’bah.
Priyantono Oemar