Eks Tapol Jadi Anggota Golkar, Sarwono Bikin Pak Dhar Tertawa
Wakil Presiden Sudharmono pernah dituduh sebagai komunis. Isu itu muncul ketika ia menjadi Ketua Umum DPP Golkar dan semakin kencang ketika Soeharto memilihnya sebagai calon wakil presiden.
Ketika itu Presiden Soeharto menginginkannya sebagai wakil presiden pada 1988. Tak kurang dari mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro yang juga menyebut Sudharmono --akrab disapa Pak Dhar-- sebagai berideologi merah.
Sarwono Kusumaatmadja memiliki cerita berkaitan dengan hal itu yang membuat Pak Dhar jutru tertawa. Yaitu ketika membahas eks tahanan politik (tapol) yang menjadi anggota Golkar.
Oohya! Baca juga ya:
Ini Silsilah Ibu Tien Soeharto yang Disebut Titisan Ken Dedes
“Ini ada orang yang saya kenal. Baru lepas dari Pulau Buru sebagai tahanan politik. Kok bisa dapat kartu anggota Golkar?” tanya Sudharmono di buku Menapak Koridor Tengah, memoar Sarwono Kusumaatmadja.
Sudharmono marah karena ada mantan tahanan politik berideologi komunis yang memiliki kartu anggota Golkar. Saat itu Sarwono menjadi sekjen Golkar, dan Golkar pada 1987 itu sedang mempersiapkan pemilihan umum.
Dalam persiapan Pemilu 1987 itu, sebagai ketua umum, Sudharmono rajin mengontrol pelaksanaan program keanggotaan Golkar. Ia marah karena istri Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja tidak mau menjadi anggota Golkar setelah mendapat saran dari seseorang yang bernama Yuk.
“Dia bilang kepada saya, Si Yuk bilang dia enggak usah jadi anggota Golkar kalau memang enggak mau. Siapa tuh Si Yuk. Ada yang kenal?” tanya Sudharmono menceritakan isi pembicaraannya dengan Mochtar Kusumaatmadja mengenai ketidakmauan istri Mochtar menjadi anggota Golkar.
Sarwono yang juga hadir di pertemuan itu mengatakan Yuk adalah panggilan untuk dirinya di lingkungan keluarga. Lalu Sarwono menjelaskan jika istri Mochtar memiliki trauma politik sehingga tidak bersedia aktif di politik.
Oohya! Baca juga ya:
Wartawan Indonesia Dibopong Malaikat di Depan Ka’bah, Percaya?
Karena Sarwono memahami latar belakang yang membuat kakak iparnya itu mengalami trauma politik, Sarwono tidak bisa memaksanya untuk mengisi formulir keanggotaan Golkar. ”Enggak bisa dipaksa, Pak Dhar. Toh keanggotaan Golkar bersifat sukarela,” kata Sarwono.
“Tapi Jeng Nini juga belum daftar loh,” kata Sudharmono menyebut nama istri Sarwono.
Sarwono terhenyak, sebab formulir keanggotaan yang diisi istri Sarwono seharusnya sudah ada di Golkar. Sarwono pun meminta izin keluar dari ruang pertemuan untuk mengecek kepada istrinya.
Kembali ke ruangan, Sarwono meminta maaf kepada Pak Dhar. Ia memberi tahu bahwa istrinya lupa mengembalikan formulir keanggotaan Golkar.
Sarwono mengatakan, di meja istrinya ada banyak berkas, sehingga formulir keanggotaan Golkar yang seharusnya sudah diisi tertumpuk di antara berkas-berkas itu. “Tapi dia Golkar, kok,” kata Sarwono menjamin istrinya.
Golkar sedang meningkatkan perekrutan anggota berdasarkan hubungan kekeluargaan dan kenalan. Pak Dhar berpesan kepada jajaran departemen kepengurusan yang bertanggung jawab atas program keanggotaan Golkar itu agar program keanggotaan ini benar-benar diperhatikan, terutama dalam hal pengamanan penjaringannya.
Ini berkaitan dengan adanya eks tapol berideologi komunis yang memiliki kartu anggota Golkar. “Security-nya bagaimana? Kok yang seperti ini bisa kejadian?” tanya Pak Dhar.
Oohya! Baca juga ya:
Naik Haji, Ibu Tien Soeharto Dikhawatirkan Kena Lemparan Batu dari Belakang
Eks tapol anggota Golkar itu kebetulan adalah kenalan Pak Dhar. Mendengar kata-kata Sudharmono yang diucapkan dengan mimik serius itu, membuat jajaran pengurus yang mengurusi program keanggotaan pada diam, kecuali Sarwono.
Mereka tahu, Sang Ketua Umum juga sedang mengalami tuduhan sebagai berideologi komunis. Adanya eks tapol yang memiliki kartu anggota Golkar bisa dipakai untuk memperkuat tudingan bahwa Pak Dhar adalah komunis.
Di dalam keheningan itu, Sarwono memberanikan diri untuk menceletuk. “Kan kenalan Pak Dhar. Ya pastilah dapat kartu anggota Golkar,” kata Sarwono.
Mendengar cetelukan itu, suasana pertemuan semakin tegang. Sudarmono mengetuk-ngetukkan telapak tangan kirinya ke meja, sedangkan telunjuk tangan kanannya menunjuk-nunjuk Sarwono.
Melakukan hal itu, Sudharmoni sambil tertawa keras. Nah ini, nyeletuk lagi Sarwono ini. Lucu banget,” kata Sudharmono masih sambil tertawa keras.
Suasana mendadak menjadi cair. Seluruh pengurus yang hadir pun ikut tertawa.
“Terima kasih Pak Dhar. Maaf, mungkin saya kebangetan. Mohon teman-teman enggak menyebarkan lelucon ini,” kata Sarwono.
Sarwono menyesali celetukannya, sadar jika lelucon itu tersebar akan dijadikan bahan untuk semakin menuduh Pak Dhar sebagai komunis. Karena itu ia meminta agar lelucon itu tidak disebarkan ke luar.
Ma Roejan