Ini Silsilah Ibu Tien Soeharto yang Disebut Titisan Ken Dedes
Disebut sebagai titisan Ken Dedes, Ibu Tien Soeharto memiliki garis keturunan dengan Raja Majapahit Brawijaya V. Di garis keturunan trah Mataram, Ibu Tien Soeharto memiliki garis keturunan dari Mangkunegoro I.
Cucu Mangkunegoro I menjadi Mangkunegoro II dan cucu Mangkunegoro II menjadi Mangkunegoro III. Mengkunegoro III memiliki 42 anak. Salah satu cicit Mangkunegoro III adalah ayah dari Ibu Tien Soeharto.
Cicit Mangkunegoro III yang bernama RM Soemoharjomo menikah dengan cicit yang lain, yang bernama Raden Ajeng Hatmanti pada 1919. Soemoharjomo dan Hatmanti memiliki 11 anak, salah satunya adalah Raden Ajeng Siti Hartinah yang memiliki garis silsilah dengan Raja Majapahit Brawijaya V.
Oohya! Baca juga ya:
Ibu Tien Soeharto Titisan Ken Dedes? Pamor Soeharto Dinilai Turun Sepeninggal Ibu Tien
Raden Ajeng Siti Hartinah yang lahir pada 1923 adalah anak kedua dari Soemohardjo-Hatmandi. Kelak ia dinikahi pemuda bernama Soeharto pada Desember 1947. Ibu Tien Soeharto meninggal pada 28 April 1996.
Salah satu adik Siti Hartinah bernama RM Ibnu Hartomo yang berkarier di militer dan pensiun dengan pangkat mayor jenderal. Sebelum Soehaharjomo meninggal pada 27 April 1972, seperti dituli sdi buku Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia, ia berpesan kepada Ibu Hartomo, “Jaga ibumu baik-baik dan kakakmu (Ibu Tien Soeharto). Kita mungkin tak lama lagi bersama.”
Pada 1972 itu, Ibunu Hartomo masih berpangkat kolonel dan menjadi inspektur jenderal Departemen Sosial. Soemoharjomo adalah seorang panewu (camat). Ketikka mengetahui jabatan irjen setaradengan gubernur, Soemoharjomo mengatakan, “Kalau begitu kamu telah lebih tinggi (pangkat dan jabatan) dari saya.”
Ibnu Hartomo sempat diperlihatkan oleh ayahnya pusaka-pusaka leluhur yang disimpan di kamar di rumah. “Almarhumah dan keluarganya mempunyai koleksi benda-benda antik,” kata seorang kerabat Cendana mengenai benda-benda pusaka yang dimiliki oleh Ibu Tien Soeharto.
Benda-benda pusaka itu dimpan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan di rumah yang ada di Jalan Cendana. “Yang saya tahu, benda-benda yang berada di kediamannya adalah benda-benda yang ada hubungannya dengan para raja-raja dan leluhurnya,” ujar kerabat Cendana itu di buku Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto.
Oohya! Baca juga ya:
Wartawan Indonesia Dibopong Malaikat di Depan Ka’bah, Percaya?
Buku itu juga menceritakan, setelah Ibu Tien Soeharto meninggal, pamor Presiden Soeharto menurun. Puncaknyapada 1998 yanag diturunkan secara paksa dari posisinya sebagai presiden Indonesia.
Penurunan paksa itu dilakukan melalui demonstrasi massa berbulan-bulan, ketika ia ramai-ramai dicalonkan lagi sebagai presiden. Aksi demonstrasi bahkan sudah muncul sebelum Soeharto menyatakan bersedia dicalonkan lagi sebagai presiden pada 8 Maret 1998.
Di Sidang Umum MPR pada 11 Maret 1998, Soeharto ditetapkan sebagai presiden untuk periode 1998-2003. BJ Habibie sebagai wakil presidennya.
Pada 21 Mei 1998, suami Ibu Tien Seoharto itu harus mengundurkan diri setelah massa menduduki kompleks DRP/MPR Senayan. Tetapi BI Habibie tidak mengundurkan diri.
Pada 1998 itu muncul istilah tiji tibeh, falsafah yang dipegang oleh Soeharto. Prinsipnya, jika ia mengundurkan diri, semua juga harus mengundurkan diri.
Tiji tibeh singkatan dari mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh; Mati satu mati semua, mukti satu mukti semua. Kata-kata ini berasal dari Raden Mas Said, anak sulung Raden Mas Garendi, yang memiliki silsilah dengan Ibu Tien Soeharto yang disebut-sebut sebagai titisan Ken Dedes.
Oohya! Baca juga ya:
Orang Melayu Bukan Penduduk Asli Malaysia, dari Sumatra Ternyata
Raden Mas Garendi dinobatkan oleh Bupati Grobogan Martopuro sebagai Amangkurat V. Raden Mas Said menjadi penglima perangnya.
Kelak Raden Mas Said menjadi Mangkunegoro I, leluhur Ibu Tien Soeharto. Ibu dari Ibu Tien Soeharto pada 1984 meninggal dunia, sebelum meninggal berpesan agar anak cucunya selalu melaksanan ajaran Mangkunegaran.
Khusus ajaran Mangkunegoro III tergambar dalam tembang macapat karangannya, untuk selalu menjaga kerukunan (persatuan). Adik Ibu Tien Soeharto, Ibnu Hartomo, menyebut pada 1990-an, keterlibatan anggota keluarga Cendana sudah tidak terkendali.
Anak-anak Soeharto aktif kampanye untuk Golkar. “Ini kan mengundang rasa iri pihak lain. Kita sendiri juga kurang enak melihatnya,” kata Ibnu Hartomo sepeti ditulis di buku Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto.
Ibnu Hartomo menyebut, IbuTien Soeharto sempat meminta maaf karena susah mendidik anak-anaknya dengan baik. Ibu Tien Soeharto, seperti ditulis di buku Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia, sebenarnya sudah menginginkan agar suaminya tidak lagi dicalonkan menjadi presiden pada 1992, dengan pertimbangan sudah lanjut usia.
Menurut buku Misteri Kematian Ibu Tien Soeharto, pamor Ken Dedes yang dipunyai Ibu Tien Soeharto akan merosot setelah Ibu Tien Soeharto meninggal. Sebab itu pula, pamor Soeharto juga merosot sehingga pada 1998 dilengserkan, dua tahun setelah Ibu Tien Soeharto meninggal.
Ma Roejan