Lincak

Hamengkubuwono IV Wafat pada 6 Desember 1822, Diponegoro Memarahi Residen Yogyakarta dan Ditipu Ratu Ageng

Sewa tanah di Yogyakarta merugikan keraton. Diponegoro pun memarahi Residen Yogyakarta yang meminta ganti rugi sewa tanah 50 ribu dolar Spanyol.

Ratu Ageng dan Ratu Kencono tidak setuju jika Diponegoro ataupun Mangkubumi duduk di singgasana pada acara garebeg puwasa sebagai wali sultan pada 9 Juni 1823. Residen Yogyakarta yang baru, JAH Smissaert lalu dipanggil oleh Ratu Ageng untuk mewakili Diponegoro dan Mangkubumi.

Maka Smissaert pun duduk di singgasana menjadi “wali” sultan, menerima sembah sungkem dari para bupati. Tindakan Smissaert itu dianggap oleh Diponegoro sebagai penghinaan terhadap martabat orang Jawa.

Smissaert bahkan melakukannya hingga lima kali acara garebeg selama ia menjadi residen Yogyakarta. Ia diangkat menjadi residen Yogyakarta pada pertengahan Februari 1823. Residen sebelumnya, Nahuys, mengundurkan diri pada 1 November 1822.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sultan Hamengkubuwono V naik tahta pada 19 Desember 1822, sebelum Smissaert diangkat menjadi residen Yogyakarta. Diponegoro dengan berat hati harus menerima posisi sebagai wali dari sultan balita bersama dengan Mangkubumi.

Oohya! Baca juga ya:

15 November, Ini Cerita Kiai Sadrach Penginjil Sesat yang Sukses Mengkristenkan Orang Jawa

Diponegoro dan Mangkubumi menjadi wali sultan untuk urusan keuangan. Di masa Nahuys menjadi residen, penyewaan tanah telah merugikan pihak kerajaan. Petani Jawa yang menggarap tanah-tanah milik para pangeran jatuh menjadi petani kuli.

Penyewaan tanah tumbuh pesat secara tidak proporsional. Orang-orang Inggris, Jerman, Prancis, dan Belanda telah mengambil alih banyak lahan di wilayah kerajaan.

Pada 3 Mei 1823, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Van der Capellen mengeluarkan dekrit. Isinya: para penyewa lahan di wilayah kerajaan harus mengembalikan kepada pemilik aslinya.

“Setiap orang senang dengan dekrit itu. Seolah-olah kita disiram dengan air. Kita tidak lagi kepanasan, rasanya segar sekali sekarang,” kata Mangkubumi.

Namun, kesenangan itu hanya sementara. Sebab, pemilik lahan harus memberi ganti rugi yang tidak menguntungkan bagi para pangeran pemilik lahan, sementara kas keraton tidak mencukupi.

Oohya! Baca juga ya:

Anggota Pramuka akan Diwajibkan Memiliki Tanda Kecakapan Khusus (TKK) Pelestarian Mangrove

Nahuys misalnya, lewat Smissaert meminta ganti rugi 50 ribu dolar Spanyol untuk tanah yang ia sewa di Bedoyo. Menurut Smissaert, nilai itu sudah termasuk untuk rumah, gudang, tanaman kopi, semak rumpun lada, dan sewa tahunan selama enam tahun yang sudah dibayar di muka.

“Bagaimana mungkin Smissaert memerintahkan kami untuk mengambil alih seluruh tanah dan tanaman kopi dari Nahuys?” tanya Diponegoro, masygul.

Untuk ganti rugi rumah, bagi Diponegoro tidak masalah. Rumah itu nantinya bisa dipakai oleh Sultan.

“Tetapi keuntungan apa yang dapat kami harapkan dari kopi dan tanaman lainnya? Pengambilalihan itu tidak berarti apa-apa kecuali menambah beban utang kami [...] kami tidak bisa mendapat keuntungan yang sama besar seperti orang Eropa dari tanaman-tanaman itu,” lanjut Diponegoro.

Diponegoro dan Mangkubumi memberi tawaran ganti rugi 800 dolar Spanyol. Tapi Smissaert hanya bersedia menurunkan menjadi 26 ribu dolar Spanyol. Setelah menyebut angka itu, Smissaert pun menyinggung persahabatan Nahuys dengan Hamengbubuwono IV.

Naik pitamlah Diponegoro. “Masya Allah! Nahyus boleh saja menjadi sahabat Sultan, tetapi dia tidak pernah membantu Sultan,” kata Diponegoro.

Oohya! Baca juga ya:

Gara-gara Kongres Pemuda, Komisaris Polisi Belanda Dicopot Jabatannya dan Tabrani Diperiksa di Kantor Penasihat Urusan Pribumi

Diponegoro heran jika Nahuys ingin mengganti persahabatannya dengan uang. “Dia tidak pernah mengangkat Sultan ke atas tahta,” lanjut Diponegoro.

Diponegoro lalu menyebut John Deans, sekretaris Karesidenan Yogyakarta. Deans merupakan kawan baik Hamengkubuwono III, ayah Diponegoro.

“Ia malahan membantu ayah saya naik tahta [...] namun tak pernah menerima imbalan bayaran apa pun untukjasanya kecuali Sultan membelikan seekor kuda seharga 700 dolar Spanyol,” kata Diponegoro.

Pertemuan Smissaret dengan Diponegoro dan Mangkubumi bubar dalam suasana yang tidak mengenakkan hati. Diponegoro dan Mangkubumi lantas pulang untuk menemui Ratu Ageng.

Oohya! Baca juga ya:

Ratu Kalinyamat Lakukan Tapa Telanjang, Benar atau Hanya Simbolik? Ini Catatan Penulis Portugis Soal Tapa

Tapi, mengabaikan nasihat Diponegoro dan Mangkubumi, Ratu Ageng memerintahkan Patih Danurejo untuk membayar ganti rugi yang diminta Smissaert, sebesar 26 ribu dolar Spanyol.

Diponegoro dan Mangkubumi diminta membubuhkan stempel masing-masing pada surat resmi seharga 26 ribu dolar Spanyol, tetapi isi surat itu tidak diberitahukan kepada keduanya.

“Sekembali mereka dari keraton, kedua wali sultan itu sadar bahwa mereka telah ditipu. Tidak lama sesudahnya, soal ganti rugi untuk pabrik milik orang Eropa di Rojowinangun muncul lagi, namun Diponegoro sudah enggan terlibat jauh,” tulis Peter Carey.

Sejak saat itu, Diponegoro dan Mangkubumi jarang muncul di keraton. “Urusan-urusan kerajaan lalu diputus tanpa kehadiran mereka oleh Smissaert dan Asisten Residen Chevallier,” lanjut Carey.

Oohya! Baca juga ya:

Bikin Bangga, Briptu Renita Rismayanti Dapat Penghargaan Sebagai Petugas Polisi Wanita Terbaik PBB 2023

Tentu saja, putusan itu diambil setelah Smissaert berkonsultasi dengan Ratu Ageng, Patih Danurejo, komandan pengawal sultan Wironegoro, dan penerjemah resmi karesidenan Johannes Godlieb Dietre.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Takdir karya Peter Carey (2014)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam