Lima Perbedaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama dan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Apa Saja?
Kepanitiaan
Kongres Pemuda Indonesia Pertama diadakan pada April-Mei 1926. Panitianya terdiri dari 10 pemuda, aktivis dari berbagai organisasi kepemudaan kedaerahan. Namun, mereka tidak mewakili organisasi. Ketuanya Muh Tabrani.
Kongres Pemuda Indonesia Kedua diadakan pada Oktober 1928. Panitianya terdiri dari sembilan pemuda, wakil dari masing-masing organisasi kepemudaan. Kongres ini merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda Indonesia Pertama.
Pada Agustus 1926 organisasi pemuda kedaerahan rapat lagi. Rapat ini membentuk Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Oohya! Baca juga ya: Seharusnya Menyesal Jika Belum Sempat Berkunjung ke Air Terjun di Teluk Nusalasi yang Ada di Fakfak Ini
Namun, dalam perjalanannya, kepanitiaan ini tidak ada kelanjutannya, sehingga pada 1928 Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia membentuk kepanitiaan baru. Ketuanya Sugondo Joyopuspito.
Bahasa yang Digunakan
Sidang-sidang Kongres Pemuda Indonesia Pertama menggunakan bahasa Belanda. Ini merupakan strategi yang dirancang panitia sejak awal untuk memuluskan perizinan.
Naskah pidato para pembicara dicetak dalam bahasa Belanda. Hal ini memudahkan polisi lapangan mengetahui isi yang dibahas di sidang, sehingga memudahkan mereka untuk membuat laporan kepada atasan.
Oohya! Baca juga ya: Pejabat Berdebat Soal Irigasi di Grobogan, Apakah Penduduk Puas dengan Makan Singkong?
Selama sidang, panitia ‘mengerahkan’ orang-orang tertentu untuk mendampingi petinggi-petinggi Belanda yang hadir, dan mengajak mereka berbicara. Dengan cara ini, para petinggi Belanda itu tidak menyimak secara serius isi pidato para pembicara.
Alhasil, selama kongres tidak ada interupsi dari polisi. Namun, setelah pelaksanaan kongres, Muh Tabrani selaku ketua panitia dipanggil oleh Pejabat Urusan Pribumi.
Sidang-sidang Kongres Pemuda Indonesia Kedua menggunakan bahasa Indonesia. Namun, ada yang menggunakan bahasa Belanda karena belum menguasai bahasa Indonesia.
Tidak mungkin juga menggunakan bahasa daerah yang ia kuasai. Namun jika itu dilakukan akan ada banyak peserta yanbgtidak mengerrti, karena tak semua peserta mengertai bahasa daerah yang ia pakai.
Selama kongres terjadi beberapa kali terjadi interupsi dari polisi Belanda. Ada kata-kata tertentu yang dilarang digunakan di persidangan oleh polisi. Di antaranya, kata merdeka. Ketika kata itu diucapkan, polisi pun melakukan interupsi.
Isi Bahasan
Kongres Pemuda Indonesia Pertama membahas persatuan Indonesia dan Indonesia Raya. WR Supratman yang hadir untuk meliput kongres ini mendapatkan inspirasi dari isi pidato mengenai persatuan Indonesia dan Indonesia raya. Lalu ia berjanji akan membuat lagu mengenai hal itu.
Kongres Pemuda Indonesia Kedua juga membahas persatuan Indonesia. WR Supratman membawakan lagu "Indonesia Raya" karangannya di hari terakhir kongres.
Kongres Pemuda Indonesia Pertama menginginkan dilakukannya fusi dari berbagai organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan menjadi bersifat keindonesiaan. Pembahasan ini menemui jalan buntu, karena peserta yang hadir --meski dari berbagai organisasi—tetapi mereka tidak mewakili organisasi, sehingga mereka harus menyampaikan dulu kepada organisasi.
Oohya! Baca juga ya: Bencana Kelaparan Membuat Penduduk Grobogan Tinggal 9.000 Jiwa, Ini yang Dilakukan Gubernur Jenderal
Namun, setelah pelaksanaan kongres, muncul organisasi yang bersifat nasional untuk mewujudkan gagasan yang muncul di Kongres Pemuda Indonesia Pertama itu. Yaitu Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Lalu muncul pula Jong Indonesia, yang kemudian diubah menjadi Pemuda Indonesia.
Kongres Pemuda Indonesia Pertama memiliki tim kecil yang membahas Ikrar Pemuda. Namun ikrar itu tidak jadi dibacakan di sidang karena tidak ada kesepakatan mengenai salah satu isi ikrar.
Muh Yamin menginginkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, tetapi Tabrani menolak itu dan mengajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Kesepakatan dari tim kecil ini, pembahasan Ikrar Pemuda aka dibawa ke Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Oohya! Baca juga ya: Ketika Penduduk Grobogan Tuntut Irigasi Malah Dicekoki Singkong, Penduduk Cilegon dan Gedangan Sudah Berontak
Di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Muh Yamin yang menyusun ikrar tidak menawarkan pembahasan. Ia langsung menyodorkan rancangan Ikrar Pemuda itu.
Ia sudah mengganti bahasa persatuan bukan lagi bahasa Melayu, melainkan bahasa Indonesia. Ikrar Pemuda ini langsungd disetujui oleh anggota panitia yang lain. Ketua Panitia Sugondo Joyopuspito lantas membacakannya di sidang.
Keputusan Kongres
Kongres Pemuda Indonesia Pertama tidak menghasilkan keputusan. Namun, ada kesepakatan untuk mengadakan kongres lanjutan, yaitu Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Ketua panitia juga mengeluarkan Anjuran Pamungkas pada saat rapat lanjutan setelah kongres. Isinya berupa dorongan emangat untuk mewujudkan gagasan persatuan Indonesia yang sudah dibahas di kongres. Itu merupakan kewajiban suci yang harus dijalankan.
Kongres Pemuda Indonesia Ketua menghasilkan keputusan. Ikrar Pemuda yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda merupakan keputusan Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
Kongres juga menetapkan dasar persatuan Indonesia. Yaitu kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat, dan pendidikan dan kepanduan.
Laporan Kongres
Panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama membuat laporan pelaksanaan kongres dalam bahasa Belanda. Laporan dicetak beberapa eksemplar, tetapi disita polisi Belanda.
Beruntung, laporan yang sudah dikirimkan ke Perpustakaan Museum Pusat tidak disita polisi. Setelah Perpustakaan Museum Pusat dihibahkan kepada pemerintah lalu diubah nama menjadi Perpustakaan Nasional. Laporan itu hingga kini masih tersimpan di Perpustakaan Nasional.
Oohya! Baca juga ya: Begini Suasana di Grobogan Ketika Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Datang Berkunjung
Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua tidak membuat laporan pelaksanaan kongres. Ada dokumen tercetak yang disimpan di Perpustakaan Nasional, yaitu pidato Muh Yamin yang disampaikan di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, tetapi berupa kliping koran.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Anak Nakal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)
- 45 Tahun Sumpah Pemuda karya Subagijo Reksodiputo dan Soebagijo IN (1974)
- “Ke Arah Kongres Pemuda II” karya Sugondo Joyopuspito dalam majalah Media Muda (1973)
- Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden 1926 (1981)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari ”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]