Ini Cerita Mengenai Munculnya Sebutan 'Kami Putra-Putri Indonesia' di Naskah Sumpah Pemuda
Pada tahun 1920-an, pikiran kolot mengenai perempuan masih berkembang. Masih banyak yang beranggapan bahwa aktivitas di luar rumah bagi perempuan masih tabu. Tapi, bagaimana bisa di naskah Sumpah Pemuda yang diputuskan oleh Kongres Pemuda Indonesia II menyebut diri “Kami Putra-Putri Indonesia”?
Keputusan menggunakan sebutan "Putra-Putri Indonesia" tidak bisa dilepaskan dari Kongres Pemuda Indonesia I. Muh Yamin merancang naskah Sumpah Pemuda itu di Kongres Pemuda Indonesia I 1926. Saat itu, panitia memutuskan harus ada pembicara perempuan –Stien Adam, pemudi Minahasa-- dan ada sidang khusus yang membahas perempuan.
Pada tahun 1978, Bahder Djohan menyebut Kongres Pemuda Indonesia I pada 1926 sudah mengumandangkan pandangan yang kuat “bahwa di tangan wanitalah terletak masa depan Indonesia”. Bahder Djohan, dari Minang, adalah salah satu pembicara mengenai perempuan di kongres itu, bersama Stien Adam, dari Minahasa, dan Djaksodipoero, dari Jawa.
Oohya! Baca juga ya: Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua
Pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia I ini menjadi salah satu jalan bagi pemuda untuk membangun rumah sendiri. Untuk tujuan besar ini, Ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia I M Tabrani juga melibatkan para pemudi. Saat membuka kongres, Tabrani mengajak keterlibatan perempuan untuk mendukung gerakan persatuan pembangunan:
Putri-Putri Indonesia, lihatlah, saudara-saudara kalian telah membuka jalan kalian untuk berkontribusi dalam mewujudkan ide persatuan Indonesia. Kapan kalian bergabung dan membantu kami? Saya tahu, bukan salah kalian jika tidak ada pemudi di panitia Kongres Pemuda Indonesia I ini. Bagaimanapun, kami belum melakukan segalanya untuk mendapatkan dukungan kalian, tetapi tolong perkuat barisan kami dengan kehadiran kalian. Kami sangat yakin bahwa mulai sekarang putri dan putra Indonesia akan bahu-membahu untuk keselamatan nusa dan bangsa kita.
Berpidato dalam bahasa Belanda, Tabrani menggunakan kata “dochteren van Indonesie” (putri-putri Indonesia) untuk menyapa secara khusus para pemudi. Ketika memulai pidatonya, ia menyapa peserta kongres dengan menyebut putri terlebih dulu, “dochteren en zonen van Indonesie” (putri dan putra Indonesia). Ia juga menggunakan sapaan “zusters en broeders” (saudari dan saudara), pun dengan sapaan “geachte zusters en broeders” (saudari dan saudara yang terhormat).
Oohya! Baca juga ya: Berkemah di Hutan Desa Pertama di Tanah Papua, Anak Muda Adat Menyeru Penyelamatan Hutan
Ketika hendak menutup pidatonya, ia menyapa bangsa Indonesia dengan kata “Indonesier”. Sedangkan Soemarto, sekretaris panitia, menggunakan sapaan “geachte aanwezigen” (hadirin yang terhormat), “jong-Indonesiers” (pemuda bangsa Indonesia), dan “geachte Indonesier” (bangsa Indonesia yang terhormat).
Saat memberikan kata pengantar sebelum penyampaian pidato-pidato mengenai perempuan pada tanggal 1 Mei 1926 malam, Tabrani menyatakan:
Saudari-saudari, putri-putri Indonesia. Ketahuilah bahwa beberapa saudara kalian siap membantu kalian. Ambil kesempatan ini. Pastikan kalian dapat memanfaatkan kesediaan saudara-saudara kalian yang ingin membantu. Ini benar-benar tidak egois jika kalian memanfaatkan kesempatan ini. Itu hak kalian. Kalian berhak mendapatkan nasib yang lebih baik.
Agar kalian dapat memanfaatkan bantuan dan dukungan saudara-saudara kalian, untuk kepentingan kalian sendiri, kami menganggap perlu memberi nasihat, yaitu bahwa kalian juga harus menggali kekuatan kalian. Memang banyak yang dijanjikan oleh saudara-saudara kalian, tetapi itu bukan segalanya. Kalian sendirilah yang dapat meningkatkan kemampuan kalian, bukan orang lain.
Kami hanya bisa menjanjikan bantuan kami. Kami tidak bisa memberikan kekuatan yang kalian perlukan untuk memperbaiki posisi kalian, karena hal itu hanya dapat ditemukan di dalam diri dan dengan diri kalian sendiri. Oleh karena itu, kami sangat berharap kalian dengan kekuatan kalian sendiri berjuang melawan segala sesuatu yang menghalangi emansipasi perempuan. Hanya dengan cara demikianlah kemenangan akan menjadi milik kalian.
Oohya! Baca juga ya: Anak-Anak Muda Sangihe Bertekad Pertahankan Pulau Sangihe, tidak Boleh Ada Perusakan
Tabrani menyadari bahwa banyak pemudi Indonesia yang masih terkungkung oleh adat. Mereka harus membebaskan diri terlebih dulu, lalu bersama-sama dengan para pemuda berjuang memerdekakan Indonesia. Ini tak bisa dilakukan dengan berjuang sendiri-sendiri.
Oohya! Baca juga ya: Ibu Tien Soeharto Ternyata Masih Keturunan dari Anak Raja Majapahit yang Dibuang ke Grobogan
Lebih lanjut Tabrani mengajak untuk berjuang bersama-sama:
Putri dan putra Indonesia. Tidak perlu saya katakan lagi, kalian harus berjuang bersama-sama. Bergandengan tangan memperjuangkan kemerdekaan tanah air kita tercinta. Tidak bisa hanya putra Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan kita. Demikian juga tidak bisa hanya putri Indonesia sendiri.
Pelibatan kaum perempuan sudah dilakukan Tabrani sejak ia aktif di Jong Java. Di Jawa, pelajar-pelajar perempuan banyak yang aktif di Jong Java, tetapi tidak jika itu di wilayah Banten. Di Jawa, pidato-pidato di Jong Java didahului dengan sapaan kepada pemudi dan pemuda.
Pada tiap permulaan pidato dalam rapat-rapat Jong Java ketika itu berlaku sebutan “Zusters en broeders” dan bukan “Saudara-Saudari”. Sebab ketika itu bahasa pengantar bahasa Belanda. Dalam pengertian “zuster en broeder” berjiwakan perjuangan nasional.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Anak Nakal Banyak Akal karya M tabrani (1979)
“Menuju ke Sumpah Pemuda” karya Bahder Djohan dalam buku Bunga Rampai Soempah Pemoeda (1978)
Verslag van het Eerste Indonesisch Jeugdcongres Gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926 oleh Jong Indonesia Congres-Comite te Weltevreden (1926)
Oohya! Baca juga ya: Penduduk Sumatra Barat Hanya Minum Kopi Daun, Belanda Menikmati Harga Jual Kopi 40 Gulden Per Pikul
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]