Sekapur Sirih

Beras Impor Ilegal Sabang, Zaman Dulu Bagaimana?

Sebanyak 250 ton beras masuk Sabang. Menteri Pertanian menuding sebagai beras impor ilegal. Zaman dulu, bagaimana Sabang memenuhi kebutuhan berasnya? Sumber: bea cukai/republika

Kasus impor 250 ton beras yang masuk Sabang masih jadi perbincangan. Adalah mentan Amran Sulaeman yang menuding beras impor di Sabang itu sebagai beras impor ilegal, karenanya lantas disegel.

Tudingan itu langsung dibantah oleh pemerintah Aceh dengan pernyataan bahwa impor itu sudah sepengetahuan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Selain itu, impor ini juga juga strategi agar beras di Sabang tetao murah, sebab jika beras didatangkan dari daratan Aceh, harga di Sabang disebut jadi mahal.

Pada masa pemerintahan kolonial, Sabang menjadi pelabuhan strategis di Selat Malaka. Pada zaman dulu, di masa pemerintahan kolonial, berbagai kapal dari luar berlabuh di Sabang, termasuk membawa beras dan jagung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Setelah Indonesia merdeka, Sabang tetap menjadi kawasan perdagangan bebas, dan baru ditutup oleh pemerintah pada 1985. Pemerintah menghidupkan kembali melalui UU No 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Pemerintah Aceh pun lalu mengaitkan impor beras di Sabang ini dengan hak-hak Aceh yang diatur dalam UU Pemerintahan Aceh.

Bagaimana masyarakat Sabang dulu memperoleh beras? Pada 1932 ada kapal Norwegia yang membawa beras dan jagung, kandas sebelum sempat berlabuh di Sabang.

Menurut laporan De Sumatra Post edisi 9 Agustus 1932, kapal Samson menarik kapal Norwegia itu, tapi gagal. Maka, 55 ribu karung beras dan jagung dari Saigon yang dibawa kapal Norwegia itu pun segera dibongkar.

Pada 1923, menurut New Rotterdamsche Courant, wilayah pemerintahan Aceh memiliki 120 ribu hectare sawah, terletak di antara Perlak dan Kotaraja. Usaha pun dilakukan di Aceh untuk meningkatkan produksi, sehingga Aceh bisa memasok kebutuhan beras di wilayah Sumatra Timur.

Sebab, pada 1923 itu, perusahaan-perusahaan di Aceh masih harus mendatangkan beras dari Deli untuk memenuhi kebutuhan para pekerjanya. Perusahaan Avros, misalnya, disebut mendatangkan beras dari Deli sebanyak 20 ribu ton pada 1923.

Setelah Indonesia merdeka, menurut laporan De Locomotief pada Oktober 1949, TNI mendatangkan 120 ton beras dari Aceh. Beras itu diperlukan untuk memenuhi perbekalan tentara di Medan dan Tapanuli.

Menteri Pertanian Amran Sulaeman menyebut, saat ini produksi beras di Acah mencukupi, sehingga tak perlu impor beras. Aceh disebut Amran surplus 871 ribu ton beras.

Menurut data BPS Aceh, produksi gabah Aceh per 12 Februari 2025 mencapai 1,6 juta ton. Setara 956 ribu ton beras. (pry)

Berita Terkait

Image

Sabang-Merauke dan Angka Keramat Proklamasi Kemerdekaan

Image

Gowes Sabang-Merauke, Bantuan Bikin Konflik Batin

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com