Lincak

Guru-Guru di Aceh Protes Bahasa Aceh Jadi Bahasa Pengantar di Sekolah

Seribu orang, termasuk di antaranya para guru, melakaukan protes di Kotaraja (sekarang Banda Aceh). Mereka tak rela Aceh dipisahkan dari konteks Indonesia gara-gara bahasa Aceh dijadikan bahasa pengantar di sekolah. Sumber:priyantono oemar

Oleh Priyantono Oemar, Bergiat di Komunias Jejak Republik

Para guru bergabung di antara seribu orang yang melakukan protes di Kotaraja, kini Banda Aceh, pada 6 Maret 1932. Para guru di Bireuen dan Meulaboh juga memberikan dukungan terhadap aksi ini.

Aksi protes ini dipersiapkan oleh komite aksi yang dipimpin oleh Teuku Hasan. Komite aksi dibentuk dalam sebuah rapat yang dihadiri para kepala sekolah, yang menolak rencana pemerintah kolonial menjadi bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar di sekolah, menggantikan bahasa Melayu, yang oleh orang Indonesia sudah disebut sebagai bahasa Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mereka keberatan bahasa Aceh dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah tanpa dibicarakan terlebih dulu dengan masyarakat Aceh. Penggunaan bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar di sekolah, menurut laporan De Sumatra Post edisi 7 Maret 1932, dianggap untuk memisahkan Aceh dari konteks Indonesia.

Pemerintah kolonial telah menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah pribumi. Kebijakan itu diubah setelah para pemuda bersumpah menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia, sebab bahasa Melayu menjadi pintu masuk penguasaan bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan, menurut Tabrani sebagai pencetusnya, untuk mempercepat pergerakan nasional Indonesia. Tanpa adanya bahasa persatuan, pergerakan nasional Indonesi dianggap bergerak lamban.

Agar pergerakan nasional Indonesia bergerak lamban bahkan mati sama sekali, maka pemerinah kolonial perlu memisahkan berbagai daerah dari kontkes Indonesia. Penetapan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah memiliki tujuan itu.

Sekolah di Jawa kembali menggunakan bahasa Jawa, sekolah di Sunda menggunakan bahasa Sunda, Sekolah di Minangkabau menggunakan bahasa Minangkabau, sekolah di Aceh menggunakan bahasa Aceh, begitu seterusnya. Dengan demikian, tidak ada lagi yang mempelajari bahasa Indonesia.

Di Kotaraja pemberlakuan bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar di sekolah dimulai sejak awal tahun ajaran 1932. Di Minangkabau, masih menurut laporan De Sumatra Post, pemberlakuan bahasa Minangkabau sebagai bahasa pengantar di sekolah juga dimulai sejak awal tahun ajaran 1932.

Masyarakat Minangkabau juga keberatan. Alasannya sama, menjadikan bahasa Minangkabau sebagai bahasa pengantar di sekolah membuat Minangkabau terpisah dari konteks Indonesia.

Adanya keberatan itu membuat pemberlakuan bahasa Minangkabau sebagai bahasa pengantar disekolah ditunda oleh pemerintah kolonial. Artinya, sekolah-sekolah di Minangkabau tetap menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.

Belanda menyebut bahasa pengantar itu bahasa Melayu. Namun, orang-orang Indonesia setelah adanya Sumpah Pemuda 1928, bahasa pengantar di sekolah itu disebut bahasa Indonesia.

Pemerintah kolonial dan orang-orang Belanda pun berusaha keras menjatuhkan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang kacau.

Bagaimana tidak kacau? Tata bahasanya masih menggunakan tata bahasa Melayu, dan kosa katanya masih camouran dari berbagai bahasa yang belum distandarkan.

Berita Terkait

Image

Guru Jerman Ini Usul Bahasa Jawa Jadi Bahasa Persatuan

Image

Guru Jerman Ini Usul Bahasa Jawa Jadi Bahasa Persatuan

Image

Cipto Mangunkusumo Usul Bahasa Belanda Jadi Bahasa Persatuan

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

oohya.republika@gmail.com