Kendeng

Ibu Tien Soeharto Ternyata Masih Keturunan dari Anak Raja Majapahit yang Dibuang ke Grobogan

Ibu Tien Soeharto mendampingi Presiden Soeharto memotong tumpeng pada resepsi HUT Kemerdekaan RI.

Ibu Tien Soeharto dikenal sebagai ibu negara yang mengawali penggunaan tumpeng pada malam resepsi HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus. Di malam resepsi hari kemerdekaan itu, Ibu Negara Tien Soeharto selalu mendampingi Presiden Soeharto memotong tumpeng.

Jop Ave memiliki cerita mengenai potongan tumpeng itu. Potongan tumpeng, kata Jop Ave, "Kemudian diserahkan kepada duta besar negara sahabat yang menjabat sebagai the dean dari korps diplomatik di Jakarta.''

Pemotongan tumpeng dan penyerahan potongan tumpeng itu menjadi simbol komunikasi dan kebudayaan. Hal itu menunjukkan bahwa kegiatan makan juga bersifat komunal.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Penduduk Sumatra Barat Hanya Minum Kopi Daun, Belanda Menikmati Harga Jual Kopi 40 Gulden Per Pikul

"Alhamdulillah, duta-duta besar itu merasa dihormati, karena nasi tumpeng itu sesuai dengan warna dan tradisi bangsa Indonesia,'' ujar Joop Ave, seperti dituturkan Abdul Gafur.

Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, yang dipotong bukan tumpeng. Lalu apa yang dipotong? Ternyata kue tar yang tinggi.

Kebiasaan memotong kue tar masih berlangsung hingga malam resepsi HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 1972. Namun, sejak 1973 malam resepsi HUT Kemerdekaan RI dilakukan dengan memotong tumpeng.

Oohya! Baca juga ya: Ada Makam Panjang Sepanjang 25,5 Meter di Nagari Asal Mula Masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat

Ibu Tien Soeharto berupaya memperkenalkan budaya bangsa sendiri. Ia masih tercatat sebagai keluarga Keraton Solo.

Bahkan, menurut catatan T Wedy Utomo, Ibu Tien Soeharto merupakan keturunan ke-17 dari Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo adalah guru mengaji Joko Tingkir yang dimakamkan di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan.

“Hingga kini orang Jawa pada umumnya yang telah membaca silsilah Ki Ageng Selo, tidak habis pikir dan mengaggumi hitungan angkat keramat 17 yan g justri R Aj Siti Hartinah itu tercantum sebagai keturunan Ki Ageng Selo,” tulis T Wedy Utomo.

Oohya! Baca juga ya: Memimpin Pemberontakan Orang Cina Secara Diam-diam, Bupati Grobogan Menyerbu Loji Kompeni di Semarang

Bagian dari buku 'Ki Ageng Selo' karya T Wedy Utomo, menceritakan silsilah Ibu Tien Soeharto sebagai keturunan ke-17 dari Ki Ageng Selo.

Oohya! Baca juga ya: Berkemah di Hutan Desa Pertama di Tanah Papua, Anak Muda Adat Menyeru Penyelamatan Hutan

T Wedy Utomo mendapat informasi ini dari Tawangharjo. Di Kantor Pendidikan dan Kebudayaan kecamatan Tawangharjo, dipasang silsilah Ki Ageng Selo.

Silsilah Ki Ageng Selo itu mencantumkan nama Ibu Tien Soeharto di urutan ke-17. Ki Ageng Selo merupakan cicit dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V.

Brawijaya V memiliki seorang anak yang kemudian dibuang ke Grobogan. Alasannya, karena menurut ramalan akan menghancurkan nama Brawijaya V. Siapa nama anak itu?

Anak itu bernama Bondan Kejawan. Di Grobogan kemudian menjadi menantu Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub di masa remaja dikenal sebagai Jaka Tarub.

Bondan Kejawan memiliki anak bernama Getas Pandowo. Getas Pandowo memiliki anak bernama Bagus Sogum yang di kemudian hari dikenal sebagai Ki Ageng Selo.

Oohya! Baca juga ya: Agar Musuh Ciut, Rakyat Grobogan Dikerahkan untuk Bersorak Saat Gamelan Dibunyikan Seolah Perang akan Dimulai

Berarti, Ibu Tien Soeharto adalah keturunan ke-19 dari Bondan Kejawan, dan keturunan ke-20 dari Brawijaya V. Namun di buku Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia, silsilah Ibu Tien Soeharto dimulai dari Mangkunegoro I.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Ki Ageng Selo karya T Wedy Utomo (1981)
Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia karya Abdul Gafur (1992)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Kenapa Ada Banyak Raja Bernama Warman di Indonesia Zaman Dulu?

Image

Majapahit Runtuh Akibat Serbuan Demak? Tindakan Sultan Trenggono Menjawabnya

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?