Kendeng

Agar Musuh Ciut, Rakyat Grobogan Dikerahkan untuk Bersorak Saat Gamelan Dibunyikan Seolah Perang akan Dimulai

Pemberontakan Cina di Batavia mendorong Cina di pesisir utara Jawa Tengah ingin melakukan hal yang sama. Bupati Grobogan mendukungnya.

Kabar orang-orang Cina di Batavia memberontak kepada pemerintah Kolonial sampai juga di pesisir utara Jawa Tengah. Maka, orang-orang Cina di pesisir utara Jawa Tengah pun menyiapkan diri untuk melakukan pemberontakan.

Bupati Grobogan Tumenggung Martapura mendukung mereka, tapi untuk melindungi mereka dari serbuan Kartasura, Bupati Grobogan meminta mereka berpura-pura kabur ketika tentara Kartasura datang. Kartasura yang didirikan Amangkurat II tentu saja berpihak kepada Kompeni. Sedangkan Bupati Grobogan tidak menyukai Kartasura yang berpihak kepada Kompeni.

Oohya! Baca juga ya: Berkemah di Hutan Desa Pertama di Tanah Papua, Anak Muda Adat Menyeru Penyelamatan Hutan

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Saat pasukan Kartasura tiba di Grobogan, Tumenggung Martapura sedang di Demak. Mendengar kabar itu, ia geram dan memerintahkan anak buauhnay untuk segera bertindak. Ia pun juga bergegas pulang ke Grobogan.

Mengetahui pemimpin pasukan Kartasura adalah Arya Pringgalaya, ia tahu selama ini Pringgalaya memiliki 10 ribu prajurit. Ia membuat taktik, hanay akan maju bersama 100 prajurit Cina. Ada yang mencegah rencana ini, tetapi Martapura percaya dengan keyakinannya, bahwa raja yang tidak baik tidak akan selamat dalam peperangan, karenanya ia yakin bisa mengalahkan pasukan Kartasura.

Oohya! Baca juga ya: Gagal Menenung Orang Jawa, Tukang Tenung Kompeni Belanda Itu Pulang dari Kartasura Lewat Wilayah Grobogan

Martapura meminta prajurit Cina maju dari sisi kiri dan kanan. Formasi penyerbuan ini membuat pasukan Kartasura berantakan, lari tercerai berai dan dikejar prajurit Cina. Prajurit Kartasura yang berhasil meloloskan diri dibiarkan berlindung di benteng. Martapura tidak berniat menyerbu. Ia akan menggunakan taktik pura-pura menyerbu.

Rakyat Grobogan pun dikumpulkan. Gamelan dinaikkan pohon asam yang tinggi besar, setelah dibuatkan balai-balai di pohon-pohon itu. Tengah malam tiba, saat prajurit Kartasura beristirahat di dalam benteng, Martapura bersiap untuk membuat mereka terkejut.

Oohya! Baca juga ya: Di Kongres Pemuda Polisi Lakukan Interupsi, Lalu Mengapa Ada yang Berbahasa Belanda Saat Berbicara di Kongres?

Kepada rakyat Grobogan yang sudah dikumpulkan ia perintahkan untuk bersorak-sorai gemuruh di tempat. Bukan untik ikut berperang. Sorak-sorai dilakukan pada saat gamelan di atas pohon asam dibunyikan, seagai pertanda dimulainya penyerbuan. Bukan penyerbuan yang sebenarnya melainkan hanya untuk pengelabuhan.

Benar adanya, begitu suara gamelan berbunyi ditimpa oleh sorak-sorai rakyat Grobogan, pasukan Kartasura di benteng kalang kabut. Mengira ada serangan mendadak, mereka lari tunggang langgang meniggalkan benteng. Dalam semalam, tanpa penyerbuan yang sebenarnya, pasukan Kartasura telah kalah.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi, Buku VI, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh.

Oohya! Baca juga ya: Ki Ageng Selo Cicit Raja Majapahit di Grobogan Menjawab Tuduhan Takut pada Darah

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?

Image

Siapa yang Layak Jadi Pahlawan Nasional dari Grobogan?