Kendeng

Gagal Menenung Orang Jawa, Tukang Tenung Kompeni Belanda Itu Pulang dari Kartasura Lewat Wilayah Grobogan

Menurut Babad Tanah Jawi, karena menjadi raja tanpa sepersetujuan Kompeni Belanda, Raja Kartasura pun akan dibunuh. Tukang tenung dikirim oleh Gubernur Jenderal Kompeni di Batavia ke Kartasura.

Menurut ceriat-cerita legenda, bangsa Indonesia memiliki tokoh-tokoh sakti mandraguna. Mereka diceritakan bisa mengalahkan musuh tanpa menyentuh.

Nah, pernah membayangkan nggak sih ketika bangsa Indonesia melawan kompeni, mereka juga mengerahkan orang-orang digdaya? Saya pernah membayangkannya: ketika melawan kompeni, orang-orang kita tidak tembus ditembak. Pun bisa mengalahkan kompeni dari jarak jauh.

Ternyata saya tidak sendirian. Penulis Babad Tanah Jawi ternyata juga memiliki imajinasi serupa. Diceritakan, ketika Raja Kartasura wafat, Putra Mahkota segera diangkat menjadi raja tanpa sepersetujuan kompeni.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mendengar hal itu, Dewan Hindia di Batavia pun menghadap Gubernur Jenderal. Putra Mahkota dianggap melanggar janji karena menjadi raja tanpa sepengetahuan Kompeni. Disepakati, Raja Kartasura harus dibunuh. Seorang tukang tenung yang biasa membunuh raja dikirim ke Kartasura.

Oohya! Baca juga ya: Ki Ageng Selo Cicit Raja Majapahit di Grobogan Menjawab Tuduhan Takut pada Darah

Tukang tenung yang merupakan makhluk halus ini menampakkan diri dalam wujud seperti manusia, tetapi bertubuh besar. Panjang kakinya saja 3,75 meter. Rambutnya gimbal. Ia pergi ke Kartasura dengan angin, melesat dari Batavia ke Kartasura dan masuk istana tanpa ada yang mengetahuinya.

Raja baru Kartasura yang sedang berada di halaman istana terkejut karena tiba-tiba ada orang di depannya. Tapi, ia mengira orang itu juru taman. Tentu saja dibantah oleh si tukang tenung itu.

“Aku bukan juru jaman, aku tenung Belanda,” jawab si tukang tenung. Belum sempat Raja Kartasura bertanya lagi, ia sudah mendahului bertanya. “Siapa yang jadi raja di Tanah Jawa?”

Raja Kartasura menjawab, “Saya bukan rajanya. Yang menjadi raja ialah paman saya. Pergilah ke arah utara, keratonnya ada di Kapugeran,” jawab Raja Kartasura.

Mendapat jawaban itu, segera melesatlah tukang tenung ke utara. Di Kapugeran, Pangeran Puger sedang kencing di halaman yang biasa dipakai untuk menyepi. Seperti halnya Raja Kartasura, ia juga kaget karena tiba-tiba ada orang di hadapannya.

Oohya! Baca juga ya: Punya Ibu Mertua Seorang Bidadari, Adik Raden Patah Ini tidak Pernah Sungkem kepada Ibu Mertuanya

Namun karena kemunculannya secara tiba-tiba, ia lalu menduga bahwa yang datang bukanlah manusia. Ia segera membaca mantara sepi angin, dan bertanya, “Kamu ini setan atau jin? Besarmu tidak lumrah.”

“Aku juru tenung. Di mana raja?”

"Apa maksudmu menanyakan rajaku? Sang Prabu ada di keraton,” jawab Pangeran Puger.

Mendapat jawaban begitu, tentu saja si tukang tenung kesal, sehingga segera membentak Pangeran Puger. Lalu ia memberi tahu baru saja dari keraton diberitahu raja ada di Kapugeran dan merupakan paman dari orang yang ada di keraton.

Pangeran Puger segera mengetahui situasinya, lalu segera menyatakan bahwa dialah raja yang dimaksud. Ia menanyakan maksud kedatangan si tukang tenung. Tukang tenung menjawab, mendapat tugas untuk adu kesaktian dengan Raja Kartasura, penguasa Tanah Jawa. Jika ia bisa mengalahkan raja, maka seluruh penduduk Jawa akan ia tumpas dengan ilmu tenungnya.

Pangeran Puger pun menantang dengan lembut. “Ayolah, datangkan para lelembut itu untuk berbuat onar.”

Ia pusatkan pikiran dan ia tatap mata si tukang tenung. Tiba-tiba tukang tenung lunglai dan mengecil tubuhnya hingga seperti tubuh anak-anak. Matanya melotot, mulut bergerak-gerak tetapi tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

Oohya! Baca juga ya: Semula Bantu Inggris Taklukkan Jawa, Banyaknya Candi di Jawa Jadi Dalih Tentara Sepoy untuk Melawan Inggris

Pangeran Puger meminta tukang tenung segera pergi karena sudah kalah darinya. Ia ancam, jika selama perjalanan pulang membuat keonaran, akan ia jadikan cacing. Ia meminta tukang tenung pulang melewati Peganunung Kendeng di wilayah Grobogan di sebelah utara Kartasura.

Bersama angin, tukang tenung pun melesat kea rah utara.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi, Buku IV, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

 

 

Berita Terkait

Image

Romawi Kirim 20 Ribu Keluarga ke Jawa, Begini Nasibnya Sebelum Aji Saka Setop Wabah

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?