Kendeng

Punya Ibu Mertua Seorang Bidadari, Adik Raden Patah Ini tidak Pernah Sungkem kepada Ibu Mertuanya

Lokasi ujung pelangi dengan pepohonan yang rindang di Desa Tarub, Grobogan, Jawa Tengah. Di sekitar pepohonan itu ada telaga, tempat Jaka Tarub bertemu Nawangwulan.

Bondan Kejawan, anak Raja Majapahit Prabu Brawijaya V yang dibuang ke Grobogan, setelah dewasa menikahi anak Ki Ageng Tarub (Jaka Tarub). Namanya Nawangsih, ibunya seorang bidadari, Nawangwulan namanya. Tapi ia tak pernah sungkem kepada Nawangwulan, sang ibu mertua.

Jaka Tarub bertemu dengan Nawangwulan di sebuah telaga di hutan Tarub. Saat itu Nawangwulan dan teman-temannya turun dari Kahyangan untuk mandi di telaga itu. Jaka Tarub sekenanya mencuri salah satu dari baju mereka, sehingga tak bisa kembali pulang ke Kahyangan.

Jaka Tarub menyembunyikan pakaian Nawangwulan di lumbung padi. Semenjak menikahi Nawangwulan, Jaka Tarub merasa padi di lumbung tidak ada habis-habisnya. Entah karena tuah dari pakaian Nawangwulan, entah karena berkah dari memperistri Nawangwulan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Ujung Pelangi Itu Ada di Grobogan, Bidadari yang tidak Bisa Pulang Akhirnya Jadi Mertua Anak Raja Majapahit

Suatu hari, ketika Nawangwulan belum selesai memasak, ia harus ke sungai untuk mencuci popok bayinya. Ia berpesan kepada Jaka Tarub. “Aku tidak akan lama, ada masakan yang sedang aku kukus, tolonglah itun ditunggui. Hanya pesanku, suamiku, jangan sekali-sekali membuka tutup dandang itu setelah aku pergi,” kata Nawangwulan.

Saat menunggu di dapur, Jaka Tarub merenung. “Untuk istriku sudah beberapa waktu lamanya aku sediakan padi satu lumbung saja, tetapi belum juga berkurang. Apakah sebabnya? Apakah karena berkah dia?”

Jaka Tarub terusik, sehingga tergoda untuk membuka dandang yang sedang dipakai menanak nasi. Ia tertegun, karena hanya ada sebutir beras yang ada di kukusan. Untuk memasak nasi di dandang, diperlukan kukusan, yaitu wadah berbentuk kerucut dari bambu anyam.

Oohya! Baca juga ya: Meski Berhasil Kalahkan Banteng, Cicit Raja Majapahit yang Tinggal di Grobogan Ini Tetap Ditolak Jadi Prajurit

Pulang dari sungai, Nawangwulan kembali ke dapur. Waktu berjalan, ia merasa heran karena tak ada uap yang keluar dari dandang seperti biasanya, saat nasi sudah tanak. Ia pun menduga suaminya telah beruat sesuatu saat ia tinggal ke sungai. Ia angkat tutup dandang, ternyata sebutir beras yang ia tanak utuh, tidak lagi berkembang menjadi nasi yang memenuhi kukusan seperti biasanya.

Nawangwulan pun kesal. Pristiwa ini akan membuatnya sibuk menumbuk gabah setiap hari untuk dimasak. Tak bisa lagi memasak hanya dengan sebutir beras. Maka, lama-lama padi di lumbung terus berkurang dan habis. Saat itulah ia melihat pakaiannya ada di lantai lumbung yang selama ini tertutupi oleh tumpukan gabah.

Ia merasa dicurangi, bahwa dulu ia tak bisa pulang bersama teman-temannya bukan karena pakaiannya terbawa oleh teman-temannya, melainkan dicuri oleh pemuda yang sekarang menjadi suaminya. Ia pun harus meninggalkan suaminya untuk kembali ke Kahyangan.

Oohya! Baca juga ya: Tak Mau Hanya Menikmati Kopi Daun, Mencuri Biji Kopi Saat Panen Menjadi Pilihan

Ia berpesan jika anaknya enangis agar diajak naik ke rumah panggung lalu membakar jerami padi ketan hitam. Itulah cara memberi tahu Nawangwulan untuk turun ke bumi menyusui bayinya. Merawat bayi sendirian, tentu saja merepotkan. Nawangsih selalu merengek.

Cerita lisan Grobogan menyebut bisa-4-5 kali Jaka Tarub membawa anaknya keluar rumah setiap malam karena selalu merengek. Sambil menimang-nimang bayinya, Jaka Tarub menatap ke langit dan menyebut nama Nawangwulan. Jika sedang ada bulan, maka ia tataplah bulan itu (nyawang wulan, bahasa Jawanya), meski mata terkantuk-kantuk. Bulan dianggap sebagai tempat negeri Kahyangan berada.

Maka, ketika Bondan Kejawan –yang juga adik Raja Demak Raden Patah (beda ibu)-- menikahi Nawangsih, ia hanya sungkem kepada Jaka Tarub, karena sang bidadari Nawangwulan ibu Nawangsih tidak turun dari Kahyangan.

Jadi, Bondan Kejawan dan Nawangsih tak bisa menceritakan betapa cantiknya Nawangwulan kepada anak cucu mereka.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi, Buku I, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Danomo dan Sonya Sondakh (2004)
Ki Ageng Selo karya T Wedy Utomo (1983)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

 

Berita Terkait

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam