Kendeng

Ujung Pelangi Itu Ada di Grobogan, Bidadari yang tidak Bisa Pulang Akhirnya Jadi Mertua Anak Raja Majapahit

Lokasi ujung pelangi dengan pepohonan yang rindang di Desa Tarub, Grobogan, Jawa Tengah. Di sekitar pepohonan itu ada telaga, tempat para bidadari mandi.

Babad Tanah Jawi mencatat cerita Jaka Tarub menikahi bidadari bernama Dewi Nawangwulan. Putri Kahyangan itu turun ke bumi bersama teman-temannya.

Berbagai mitos menyebut pelangi adalah jalan tol yang digunakan para bidadari turun ke bumi. Tiba di ujung pelangi, mereka menemukan telaga yang indah di wilayah Grobogan, Jawa Tengah.

Kisahnya bermula dari seorang pemuda dari Kudus. Ketika dipaksa oleh orang tuanya untuk segera menikah, pemuda itu memilih kabur dari rumah. Belum ada gadis yang cocok dengan hatinya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Orang Indo-Belanda Gusar dengan Sumpah Pemuda 'Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa'

Ia mengembara ke selatan, masuk ke wilayah hutan Pegunungan Kendeng di wilayah Grobogan, bertapa dalam rupa kijang. Di sini ada telaga yang dikelilingi beragam bunga. Sejuk. Ia biasa ke kola mini.

Suatu hari ada gadis yang mandi, si pemuda tarpaut hatinya, lalu terjadilah perbuatan terlarang dan kemudian lahirlah seorang bayi dari gadis itu di tempat pengembaraan. Ia telah diusir oleh orang tuanya karena hamil di luar nikah.

Si gadis itu meninggal saat melahirkan bayinya. Bruntung ada penduduk yang biasa berburu di hutan menemukannya. Lalu membawanya selama melanjutkan perburuan. Ada seekor kijang yang menjadi sasaran. Sambil menggendong bayi, ia ikuti terus kijang itu berhari-hari. tapi tiba di siatu tempat, kijang itu lenyap dari pandangan penduduk itu, sehingga ia menumpahkan rasa kesalnya kepada bayi yang ia gendong.

Dianggap sebagai pembawa sial, bayi itu ditinggalkan begitu saja. Seorang janda dari Desa Tarub di wilayah Grobogan menemukannya, lalu membawanya pulang. Ia rawat hingga dewasa. Ia beri nama Jaka Tarub. Pemuda ini juga biasa masuk ke hutan yang ada telaganya itu.

Oohya! Baca juga ya: Pulau Rempang, Piting, dan Investasi yang Membuat Masyarakat Merasa Terancam

Suatu hari, ketika ia bermaksud mendatangi telaga itu lagi, ada banyak gadis sedang mandi. Jaka Tarub juga terpaut hatinya. Ia curi salah satu pakaian mereka. Pulang, ia simpan pakaian itu di lumbung padi.

Kembali ke telaga, para gadis itu masih asyik mandi. Jaka Tarub yang tiba-tiba batuk membuat mereka kaget, dan segera mengenakan pakaian dan kembali ke Kahyangan. Seorang yang tidka bisa kembali karena tak memiliki pakaian. Jaka Tarub pun beraksi,n bertanya kepadanya.

“Aku bukan manusia, aku ini bidadari, Nawangwulan namaku, aku mandi di telaga ini, dan ditinggal pulang oleh teman-temanku yang terkejut karena ada manusia yang datang secara tiba-tiba,” ujar Nawangwulan.

Oohya! Baca juga ya: Tak Mau Hanya Menikmati Kopi Daun, Mencuri Biji Kopi Saat Panen Menjadi Pilihan

Nawangwulan mengira, pakaiannya ikut terbawa oleh teman-temannya karena buru-buru begitu mengetahui ada orang datang. Karenanya I amenyatakan, jika ada yang memberikanpakaian ia akan mengangkatnya sebagai sahabat jika masih muda dan mengangkat sebagai orang tua jika yang memberikan pakaian itu memang sudah tua.

Jaka Tarub tak mau jika hanya dijadikan sebagai sahabat. Ia bersedia memberi pakaian asal Nawangwulan bersedia menjadi istrinya. Pada mulanya, Nawangwulan keberatan, tetapi akhirnya menyanggupi daripada tidak memiliki pakaian sama sekali.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Negara Pengekspor Kopi, Nenek Kita Dulu Hanya Bisa Menikmati Kopi Daun, Sedih Ya...

Dari pernikahan keduanya, lahirnya Nawangsih, yang setelah dewasa dinikahi oleh Bondan Kejawan, adik Raja Demak Raden Patah. Bondan Kejawan juga merupakan putra Raja Majapahit Brawijaya V yang dibuang ke Grobogan.

Ma Roejan :

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi, Buku I, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Danomo dan Sonya Sondakh (2004)
Ki Ageng Selo Menangkap Petir karya T Wedy Utomo (1983)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi

 

Berita Terkait

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam